Jumat, 16 Maret 2012

SEDIMEN KLASTIKA DAN KARBONAT


BATUAN SEDIMEN KLASTIKA

• Jenis Perlapisan


Proses pelapukan akan memecah dan memisahkan bebatuan menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian diangkut oleh berbagai media dan pada akhirnya diendapkan dalam suatu cekungan dengan lingkungan pengendapan tertentu. Hasil akhir yang berupa endapan ini akan mengalami proses diagesis atau pembatuan, yang membuat endapan tersebut mengeras dan padu.
Ada suatu anggapan bahwa endapan atau sedimen adalah sesuatu benda dalam suatu cairan yang bergerak turun dan berada pada dasar dimana cairan itu berada. Akan tetapi difinisi ini tidak sesuai lagi bagi endapan dengan media transportasi angin atau eolian dan endapan yang terbentuk dan diendapkan pada tempat yang sama (tidak mengalami transportasi), seperti terumbu koral. Lebih tepatnya, sedimen adalah suatu akumulasi benda yang berada pada suatu dasar media transportasi atau pembentuknya. Seperti telah diketahui bahwa media transportasi dapat berupa cairan, angin, udara, gravitasi atau es.
Berdasarkan asalnya (genesa), batuan sedimen dapat dikelompokan menjadi 5:
1. sedimen kimia, terbentuk langsung dari penguapan suatu cairan seperti gypsum, garam dan sebagian batugamping;

2. sedimen organik, disusun oleh sisa kehidupan baik binatang maupun tetumbuhan, contohnya batugamping cangkang dan batubara;
3. sedimen sisa, ini merupakan sisa pelapukan, contohnya laterit dan bouxit;
4. sedimen terigen, dimana partikelnya ditranspor dari tempat lain, contohnya batulanau, batupasir dan konglomerat;
5. sedimen piroklastika, hasil endapan gunungapi, seperti tuf, pasir gunungapi dan aglomerat.
Ke lima kelompok sedimen ini dapat digolongkan kembali menjadi 2, yakni sedimen klastika (allochthonous) dan sedimen non-klastika (autochthonous). Sedimen klastika mengalami transportasi dari tempat asalnya ke dalam lingkungan dimana terendapankan. Sedangkan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang tidak mengalami transportasi. Dengan kata lain sedimen non-klastika terbentuk dan terendapkan di lingkungan yang sama.
Batuan sedimen dibentuk oleh berbagai komponen, yang dapat digolongkan atas:
1. Terrigenous siliciclatic particles: semua partikel yang berasal dari daratan, berukuran dari lempung sampai krakal. Umumnya berkomposisi silikat (kuarsa, feldspar dan mika).
2. Material kimia/biologis: ini berasal dari proses kimia dan biologis dalam cekungan sediment itu sendiri. Termasuk di dalamnya adalah hasil ekstraksi air dalam cekungan yang menghasilkan mineral seperti gipsum, kalsit, dan apatit, juga cangkang karbonat dan silika dari organisme.
3. Material karbonan: terdiri atas sisa tetumbuhan (darat dan laut) dan binatang serta bitumen yang terkarbonkan.
4. Material authigenic: umumnya mineral yang terbentuk pada waktu proses diagenesis berlangsung. Jadi mineral ini terbentuk “segera” setelah terjadi pengendapan batuan.
Batuan sedimen klastika dibentuk oleh 3 unsur, yakni komponen (fragmen atau kepingan atau butir), matriks dan semen. Komponen merupakan unsur yang berukuran lebih besar dalam batuan sedimen (Gambar V.1), sedangkan matriks mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,03mm (Boggs, 1992). Semen merupakan unsur yang berada di antara komponen dan berfungsi sebagai pengikat komponen dan matriks. Semen ini terbentuk setelah terjadi pengendapan (post deposition). Pori adalah ruang kosong yang tidak ditempati oleh butir, matriks maupun semen.

V.1 Tekstur
Tekstur merupakan pokok bahasan (subyek) yang sangat penting dalam batuan sedimen. Pemerian secara lengkap dan rinci tekstur batuan sedimen akan sangat membantu dalam interpretasi lingkungan dan proses pengendapan serta kondisi batuan asal atau induknya. Pada hakekatnya tekstur menggambarkan tentang keadaan fisik kepingan (fragmen) dan hubungan yang terjadi diantara kepingan. Dalam beberapa hal tertentu, tekstur difinisikan sebagai aspek geometri dari kepingan suatu batuan. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam tekstur, yakni: besar butir, bentuk butir dan fabrik (hubungan antar butir). Bentuk butir terdiri atas bentuk butiran itu sendiri, kebundaran butir dan tekstur permukaan atau rona mikro dari butiran.

V.1.A Ukuran butir
Ukuran butir merupakan salah satu dari ciri batuan sedimen yang sangat penting. Pada batuan sedimen klastik ukuran butir berkisar dari ukuran lempung sampai bongkah. Para ahli batuan sedimen pada umumnya sangat memperhatikan tiga aspek dari ukuran butir (Boggs, 1995):
a. cara mengukur ukuran butir dan bagaimana menyajikannya,
b. metoda analisa data ukuran butir yang umumnya sangat banyak, dan bagaimana menyajikannya dalam statistik sehingga mempermudah interpretasinya,
c. asal-muasal yang signifikan dari semua data itu.
Pada tahun 1922, C.K.Wenworth memperkenalkan suatu skala (sekarang terkenal dengan nama skala Wenworth) yang sekarang dipakai sebagai standar ukuran butir (Tabel V.1).
Walaupun sudah ada skala besar butir dari Wentworth tetapi untuk menggambarkan statistik dengan baik ukuran butir yang begitu beragam untuk batuan sedimen masih mengalami kesulitan. Hal lebih disebabkan karena ukuran batuan sedimen magnitut dari setiap kelas berbeda dan juga lebih disebabkan umumnya ukuran butir merupakan bilangan pecahan dalam milimeter. Hal ini tentu menyulitkan dalam penggambaran dalam grafik. Ini dapat dihindari dengan cara memakai logaritma. Phi () adalah skala logaritma yang didasarkan pada rumus:

-log2S

dimana  adalah ukuran phi dan S merupakan ukuran butir dalam milimeter. Dalam Tabel V.1 tampak bahwa peningkatan nilai negatif phi menunjukkan peningkatan nilai ukuran dalam milimeter. Sebaliknya, peningkatan nilai positif phi menunjukkan penurunan ukuran dalam milimeter.

Pada umumnya ukuran butir sedimen akan semakin halus searah dengan transportasi, sebaliknya akan semakin kasar ke arah asal sedimen. Ukuran butir juga akan semakin halus sejalan dengan menurunnya energi. Energi yang lebih kuat akan membawa butir yang lebih besar, sebaliknya energi yang lebih lemah membawa butir yang lebih kecil.
Pemilahan atau sortasi butir batuan sedimen adalah kisaran ukuran butir di sekitar ukuran rata-rata. Di lapangan atau di laboratorium pemilahan butir dapat diketahui dengan memakai lensa pembesar atau di bawah mikroskop dengan acuan gambar baku (Gambar V.2).

Menurut Folk (1974), pemilahan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama:
1. kisaran ukuran butir sedimen yang memasok lingkungan pengendapan, misalnya jika ombak menghantam pantai yang dibentuk oleh sedimen glasial dengan butiran dari lempung sampai bongkah, maka sedimen pantai juga akan mempunyai pemilahan yang jelek; atau suatu sungai beraliran putar (turbulen) yang melewati suatu singkapan batupasir yang mudah lepas dan mempunyai pemilahan baik, maka endapan gosong sungai akan mempunyai pemilahan yang baik pula;
2. tipe pengendapan, daerah bean spreading dimana arus bekerja secara kontinue pada lapisan yang tipis akan terbentuk sedimen berpemilahan jauh lebih baik dibandingkan pada daerah city-dump dimana sedimen seperti ditumpahkan ke bawah dan secara cepat ditimbun dengan sedimen lainnya.

3. sifat arus, arus yang relatif konstan akan menghasilkan pemilahan yang lebih baik dibandingkan dengan arus yang mempunyai kekuatan yang berfluktuasi sangat besar dari lemah sampai kuat.

V.1.B Bentuk butir
Bentuk butir (shape) merupakan uraian yang mencakup morfologi butiran, termasuk bentuk keseluruan (form), kebundaran (roundness) dan tekstur permukaan dari suatu butiran atau kepingan (fragmen). Bentuk umum merupakan gambaran keseluruhan dari butir, sehingga akan menggambarkan secara tiga demensi suatu butiran. Kebundaran umumnya diukur dari ketajaman bentuk ujung dari suatu butiran, umumnya hanya digambarkan dalam dua demensi. Sedangkan tektur permukaan mengacu pada relief permukaan suatu butir, seperti goresan dan lobang pada permukaan butiran. Perubahan dari bentuk butir ini dapat disebabkan oleh abrasi terjadi pada waktu transportasi atau pelarutan atau sementasi pada waktu diagenesa. Hubungan antara bentuk umum, kebundaran dan tekstur permukaan dapat dilihat pada Gambar V.3, sedangkan derajad kebundaran pada Gambar V.4.


V.1.C Fabric
Fabrik merupakan sifat dari sekumpulan butir yang dipengaruhi oleh orientasi butir dan kemasan atau packing. Kemasan terutama dipengaruhi oleh ukuran butir, bentuk butir dan derajat kekompakan. Orientasi butir dan kemasan ini mempengaruhi sifat batuan sedimen secara keseluruhan seperti berat jenis, kesarangan (porositas) dan kelulusan (permeabilitas).
Butiran dari batuan sedimen dapat berbentuk kepingan (platy) atau bulat lonjong (Boggs, 1995). Ke dua bentuk ini mempunyai kecenterungan orientasi yang berbeda, yang kepingan akan cenderung terbaring sejajar dengan bidang perlapisan atau permukaan pengendapan. Sedangkan butiran lonjong, sumbu terpanjangnya cenderung sejajar dan mengarah ke tempat tertentu. Orientasi butir ini sangat tergantung dari proses transportasi dan pengendapan, serta kecepatan arus dan kondisi lainnya di tempat pengendapannya.
Jika suatu butiran batuan sedimen mempunyai bentuk memanjang dengan salah satu ujungnya tumpul, seperti tetesan air mata, maka bagian tumpul inilah yang merupakan bagian yang lebih stabil dibandingkan ujung lainnya. Sehingga ujung tumpul ini akan mengarah asal arus atau ujung yang lebih runcing ke arah aliran arus. Pasir dapat membentuk struktur pergentengan (imbrikasi) dengan sumbu panjangnya membentuk sudut kecil (kurang 20o) dengan arah asal arus (Boggs, 1995).

V.2 Porositas dan permeabilitas
Seperti telah diterangkan di depan bahwa batuan sedimen klastik umumnya terdiri atas butir, matriks dan semen. Di samping itu batuan sedimen sering kali mempunyai lubang atau pori yang tidak ditempati oleh butir, matriks atau semen. Pori pori ini sangat penting artinya dalam eksplorasi minyak bumi dan air tanah. Para ahli geologi yang mendalami minyak bumi (petroleum geologist) dan air tanah (geohydrologist) sangat sadar pentingnya sifat-sifat pori ini.

V.2.A Difinisi
Kesarangan atau porositas dari suatu batuan adalah perbandingan antara jumlah total pori dan total volume, mudahnya

Total pori
Kesarangan = ---------------- X 100%
Total volume

Kesarang yang dihasilkan dari rumus ini sering disebut kesarangan mutlak (absolute porosity). Para ahli geologi yang berkecimpung dalam minyak bumi dan air tanah lebih senang dengan kesarang efektif (effective porosity), yakni perbandingan antara jumlah pori-pori yang saling berhubungan dan volume keseluruhan.

V.2.B Jenis Kesarangan
Klasifikasi kesarangan yang ditampilkan dalam Tabel V.2 menunjukkan bahwa kesarangan dapat dikelompokan menjadi dua: kesarangan primer yang terbentuk pada waktu proses pengendapan batuan atau segera setelah pengendapan dan kesarangan sekunder yang tumbuh setelah proses pengendapan berlangsung. Kesarangan primer dipengaruhi oleh 5 faktor penting, yakni besar butir, pemilahan, bentuk butir, kebundaran dan kemasan.

a. Kesarangan antar butir (intergranular)
Kesarangan antar butir adalah ruang (space) yang terdapat di antara butir-butir dalam batuan sedimen (Gambar V.5a). Kesarangan jenis ini sangat penting dalam batuan sedimen dan hadir pada hampir semua batuan sedimen. Meningkatnya diagenesa batuan biasanya diikuti menurunnya porositas jenis ini.

b. Kesarangan dalam butir (intragranular)
Dalam batuan karbonat kesarangan hadir dalam butir atau kepingan batuan. Ini dapat berupa rongga yang ada pada fosil seperti moluska, koral, briozoa dan fosil renik lainnya seperti foraminifera (Gambar V.5b). Kesarangan jenis ini akan cepat menurun setelah proses diagenesis berlangsung.

c. Kesarangan antar kristal (intercrystalline)
Kesarangan antar kristal terbentuk di antara individu kristal (Gambar V.5c). Porositas jenis ini sering dijumpai pada batuan sedimen evavorasi, batuan beku dan batuan malihan. Sering juga dijumpai pada batuan sedimen yang mempunyai pertumbuhan kristal baik seperti dolomit. Fenestral adalah ruang primer pada kemasan batuan sedimen lebih besar dari celah pada batuan yang dikuasi butir (grain-supported). Kesarangan jenis ini sangat umum dijumpai pada batuan karbonat, tidak saja pada karbonat berukuran pasir, tetapi juga batuan halus dari endapan lagun atau intertidal. Dehidrasi, litifikasi dan keluarnya gas kehidupan mengakibatkan perarian (laminae) mengkerut, sehingga membentuk fenestral di antara perarian.
. Kesarangan fenestral (Gambar V.5d)
Umumnya ditemukan pada batuan karbonat dan terbentuk karena dehidrasi, litifikasi dan pengeluarag gas; sehingga membentuk rongga mendatar.

e. Kesarangan moldic (Gambar V.5e)
Mold adalah pori atau rongga yang disebabkan oleh pelarutan butir atau fragmen, umumnya akibat sementasi. Pelarutan dapat terjadi secara terpilih, hanya pada satu jenis butir. Sehingga kesarangan moldic ini dapat dibagi lagi, misalnya oomoldic, dan pelmoldic atau biomoldic.

f. Kesarangan vuggy (Gambar V.5f)
Seperti halnya kesarangan moldic, kesarangan vuggy terbentuk pada batuan karbonat. Kesarangan ini dibedakan dengan kesarangan moldic, karena vuggy memotong fabrik pengendapan primer dari batuan. Kesarangan vuggy cenderung lebih besar dari kesarangan moldic.
g. Kesarangan retakan (fragture)
Kesarangan jenis ini terbentuk oleh retakan, umumnya dalam batuan getas (brittle), yang disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya tektonik.

h. Kesarangan stromatactis
Kesarangan stromatactis banyak ditemukan pada lereng “gundukan lumpur” (mudmound) Pleozoik di seluruh dunia (Sellet, 1988),dengan panjang sekitar 10 cm dan tinggi 1-3 cm.

V.2.C Kelulusan (permeabilitas)
Pada dasarnya kelulusan adalah kemampuan suatu batuan yang sarang untuk dilalui cairan atau mudahnya kemampuan batuan untuk meloloskan suatu cairan. Istilah ini diperkenalkan oleh Henri Darcy pada tahun 1856. Rumus yang terkenal dengan Rumus Darcy, adalah

Q= K(P1 – P2)AL

dimana Q = kecepatan aliran
K = kelulusan
P1- P2 = tekanan yang berkurang sepanjang media L
A = luas penampang
keketalan (viskositas) cairan

Kelulusan kuantitatif harus diukur di laboratorium, sedangkan kelulusan kualitatif (jelek, sedang dan baik) dapat dilihat dilapangan dengan meneteskan air pada batuan.

V.3. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Secara genetis batuan sedimen berasal dari: kimia, organik, residu, terigen dan piroklastika. Akan tetapi batuan beberapa pengarang tidak memasukan batuan yang berasal dari kegiatan gunungapi (piroklastika) ke dalam batuan sedimen. Sedangkan Boggs (1992) membagi batuan sedimen berdasarkan unsur pokok yang membentuknya: terigen-silisiklastik (terrigeneous siliciclastic sediments), kimia/bio-kimia, karbonan dan autigenik.
1. Unsur terigen-silisiklastik. Proses di daratan baik pada ledakan gunungapi maupun penyusunan kembali batuan kemudian akan terlapukan dan menghasilkan kepingan berukuran lempung sampai brangkal yang terdiri atas satu mineral atau lebih (yang disebut batuan). Mineral yang dihasilkan biasanya bersusunan silika: kuarsa, felsfar dan mika. Sedangkan kepingan batuan dapat berupa batuan sedimen, malihan, beku ataupun gunungapi. Kedua jenis kepingan yang berasal dari darat ini kemudian diendapkan pada suatu cekungan. Karena sebagian besar berupa kepingan dari darat dan umumnya mempunyai komposisi silika maka disebut sedimen terigen-silisiklastik (terrigeneous siliciclastic sediments). Batuan sedimen yang terbentuk dari endapan seperti ini adalah konglomerat, batupasir, batulempung dan serpih (lihat Tabel 5.3).
2. Unsur kimia/biokimia. Dalam suatu cekungan sedimen, proses kimia dan biokimia dapat membentuk batuan. Proses ekstraksi dari unsur yang terlarut dalam air cekungan dapat membentuk mineral seperti kalsit, gipsum dan apatit. Sedangkan sisa kehidupan dapat berupa cangkang, baik yang bersusunan karbonat maupun silika. Kemudian mineral dan/atau sisa kehidupan ini dapat membentuk batuan sedimen yang unsur utamanya berasal dari dalam cekungan itu sendiri (intrabasinal sedimentary rocks), seperti batugamping, rijang, garam dan fospor.
3. Unsur karbonan. Residu karbonan dari tetumbuhan darat dan laut, binatang, bersama dengan bitumen membentuk sedimen karbonan. Material karbonan lembab dari sisa kayu tetumbuhan merupakan pembentuk utama dari sebagian besar batubara. Sisa sapropelik (sapropelic residues) dari spora, polen, pito- dan zooplankton serta serpihan maseral tetumbuhan dapat membentuk batubara jenis cannel dan oilshale.
Unsur autigenik. Mineral yang terbentuk dari presipitasi larutan dalam pori-pori batuan sedimen selama proses diagenesa unsur sekunder atau autigenik, sebagai contoh kuarsa, fedlspar, lempung, kalsit, gipsum, barit dan hematit. Unsur jenis ini tidak pernah menjadi unsur utama membentuk batuan sedimen.


BATUAN KARBONAT

Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO3 dan satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2). Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit (dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium sampai Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 – 1/4 dari seluruh catatan stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar.
Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.

VI.1 PEMBENTUKAN SEDIMEN KARBONAT
Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
(a) kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal,
(b) hangat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin
(c) kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin,
(d) jernih, tidak terlalu banyak sedimen klastik darat, dan
(e) makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak.
Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.

VI.1.A Letak Geografis dan Iklim
Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan kehidupan penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi mempunyai suhu dingin yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan yang memerlukan kehangatan untuk hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian hangat. Di daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan tumbuh lebih baik.

VI.1.B Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang membutuhkan cahaya untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, latitud, dan kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini diserap dengan cepat pada bagian atas laut. Setiap perubahan kedalaman 30-50 m, intessitas cahaya berkurang 1% dari level cahaya permukaan. Batas kedalaman pertumbuhan koral secara geografis bervariasi, pertumbuhan koral aktif di Carribbean berkisar dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya 15 sampai 90 m.
Material klastik yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan atau cekungan melalui transportasi sungai dan/atau angin juga akan mempengaruhi penetrasi cahaya. Masuknya sedimen silisiklastik menghasilkan partikel halus, lempung dan lanau tersuspensi, yang dapat menurunkan kejernihan (transparansi) air dan fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ganggang karbonat, yang merupakan penghasil utama sedimen karbonat.

VI.1.C Salinitas (kadar garam)
Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang normal, perubahan salinitas dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan terhadap perubahan salinitas ini. Peningkatan salinitas menurunkan keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40% kebanyakan invertebrata menghilang, meskipun ganggang kalkareous tetap akan memproduksi sedimen terhadap waktu.

VI.2 KOMPOSISI

VI.2.A Komposisi Kimia
Unsur kimia utama batugamping dikuasai oleh kalsium, magnesium, karbon dan oksigen. Kalium sebagai kation utama (Ca+2) dan magnesium (Mg+2); Fe, Mn dan Zn umumnya sebagai kation yang berjumlah sedikit. Anion yang utama adalah CO32-, namun anion seperti SO42- , OH-, F- dan Cl- dapat juga hadir dalam jumlah yang terbatas. Unsur/elemen jejak (trace elemen) yang biasa dijumpai pada batuan karbonat meliputi B, Ba, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn, V, Na, U, Sr, Pb, K. Konsentrasi elemen jejak tersebut tidak hanya dikontrol oleh minerologi batuan, tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran cangkang fosil dalam batuan. Banyak organisme menghimpun dan menggabungkan elemen jejak tersebut ke dalam struktur cangkangnya.

VI.2.B Komposisi Mineral
Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama: kelompok kalsit, kelompok dolomit dan kelompok aragonit (Tabel VI.1). Di antara mineral karbonat dalam Tabel VI.1, hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan mineral utama dalam batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan merupakan penyusun utama batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan karbonat moderen. Siderit dan ankerit sering sebagai semen dan konkresi dalam beberapa batuan sedimen, tetapi jarang sebagai penyusun utama dalam batuan karbonat

VI.2.C. Butiran
Komponen penyusun batuan karbonat moderen umumnya dibagi ke dalam dua bagian dasar (lihat Gambar VI.1): butiran (grain) dan lumpur (mud). Butiran adalah kerangka pada kebanyakan batuan karbonat yang terdiri dari endapan cangkang organisme (skeletal) dan endapan partikel dan agregat anorganik. Sehingga, butiran biasanya dibagi menjadi dua kelompok butiran, yaitu cangkang dan noncangkang. Boggs (1992) menyebut butiran noncangkang ini dengan sebutan litoklas atau klastika batuan. Butiran batuan karbonat dapat berukuran dari ukuran pasir sampai dengan brangkal. Bentuk butiran karbonat juga sangat bervareasi, mulai menyudut sampai membulat.
Lumpur gamping (lime mud) adalah batuan karbonat dengan butiran sangat halus, termasuk butiran dan endapan kristalin yang ke duanya berukuran sangat halus. Karbonat ini setara dengan serpih dan/atau batulempung pada endapan klastika. Lumpur gamping (lime mud) laut terbentuk dari kehidupan bentonik yang mati dan meluruh, detritusnya berasal dari partiel karbonat yang lebih besar, akumulasi biota plantonik, dan pengendapan langsung dari air laut. Beberapa proses yang dipercaya dapat menghasilkan lumpur gamping, di antaranya adalah aktivitas angin, ombak dan pasang-surut dapat memecahan cangkang kehidupan menjadi serpihan renik. Aktivitas binatang laut pemakan biota laut penghasil karbonat, dapat merusak cangkang koral menjadi bagian yang sangat halus.
Sedimen karbonat ini kemudian mengalami proses pembatuan sehingga menjadi batuan karbonat. Saat ini di lingkungan laut, beberapa sedimen karbonat membatu menjadi batugamping pada atau hanya sedikit di bawah dasar laut. Sebagai contoh dari proses ini adalah “beachrocks (pembatuan sedimen pantai) yang biasanya tersemen oleh aragonit dan Mg-kalsit berupa serabut atau seperti jarum. Dalam karbonat purba, semen aragonit dan Mg-kalsit jarang dapat terekam dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketidaksatabilan aragonit dan Mg-kalsit, yang dengan mudah berubah menjadi kalsit.
Butiran cangkang merupakan butiran yang sangat dominan pada batuan karbonat Panerozoikum. Butiran ini dapat berupa cangkang utuh dan/atau pecahan bagian dari suatu organisme dengan bentuk menyudut sampai membulat. Sebagian besar cangkang itu dibentuk oleh aragonit, kalsit atau Magnesian-kalsit. Komposisi ini dapat berubah karena proses diagenesa yang dialami, sehingga sebagian mineral berubah menjadi mineral lain. Contohnya, aragonit akan berubah menjadi kalsit pada proses diagenesa.

III.2.C.b. Butiran karbonat Non-Cangkang
Butiran non-cangkang adalah partikel-partikel yang berasal dari proses fisika, kimia ataupun secara biologi dan butiran ini bukan bagian struktur organik. Berdasarkan ciri-cirinya ada beberapa tipe butiran non-cangkang, sebagai berikut:

Litoklas
Litoklas (lithoclast), adalah fragmen sedimen pada batuan karbonat yang merupakan hasil erosi, kemudian tertransportasi dan diendapkan dalam cekungan karbonat. Disini ada dua jenis lithocklast, yaitu intraklas dan ekstraklas. Ekstraklas, sering juga disebut limeclast , berasal dari luar cekungan karbonat, sedangkan intraklas berasal dari dalam cekungan itu sendiri.
(1) Intraklast adalah kepingan batugamping atau pengerasan sedimen yang berasal dari dalam cekungan pengendapan itu sendiri. Kepingan ini dapat berupa beachrock, hardgrounds, atau stromatolite yang semi-terkonsolidasi. Intraklasts mengandung partikel-partikel yang seumur dengan batuan induknya (host rock) dan beberapa fabrik diagenetik dijumpai dalam interklast yang berkaitan dengan lingkungan pengendapan sedimen induknya. Interklast sangat sering dijumpai dalam karbonat. Mereka dapat terbentuk akibat erosi dalam laut yang terletak pada alur pasang-surut, pantai, muka terumbu dan dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut Boggs (1992), ada dua proses utama penyebab terbentuknya intraklas adalah:
1. erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di dalam zona intertidal dan supratidal;
2. penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur gamping yang menghasilkan klastika lumpur gamping.
(2) Ekstraklast adalah kepingan batugamping yang berasal dari batugamping yang telah membatu dan terletak diluar cekungan, kemudian tererosi dan diangkut masuk ke dalam cekungan pengendapan. Kalau intraklas dapat memberikan informasi tentang kondisi cekungan dimana batugamping itu diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang diberikan oleh ekstraklas adalah informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin jauh lebih tua.

Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)
Butiran terbungkus (coated grain) adalah butiran karbonat terdiri atas inti (nuleus) yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang disebut korteks (cortex). Butiran terbungkus ini dibagi dalam ooid, onkolit dan kortoid.

Ooids
Ooids adalah butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval dan pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2). Pembungkus (coating) terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15 mikron). Intinya (nucleus). Nukleus mungkin berupa kepingan cangkang, peloid, ooid yang lebih kecil, atau butiran lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada umumnya ooid berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling umum adalah 0,5-1 mm (Boggs, 1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan yang dibentuk oleh ooid berukuran <2 mm disebut oolit, sedangkan batuan yang terbentuk oleh pisoid (>2 mm) disebut pisolit.
Dari data yang terbatas, pertumbuhan individu ooids menunjukan mungkin sangat perlahan, data yang diperoleh di Bahama menunjukan laju akumulasi hampir 1 m/1000 tahun (Boggs, 1992). Akumulasi ooids berkembang baik pada platform dangkal di tropis-subtropis, dalam air bergerak, biasanya kedalaman berkisar 0 dan 4 meter dan butiran digerakkan oleh arus tidal, arus angin, dan gelombang. Pergerakan air mengeluarkan CO2 dari larutan dalam air laut dan meningkatkan pengendapan caCO3. Disini kebanyakan ooids yang terbentuk adalah aragonit ooids, dan sedikit terjadi Mg-kalsit ooids. Aragonit ooids cenderung membentuk orentasi kristal tangensial, sedangkan Mg-kalsit ooids membentuk struktur radial. Aragonit ooids menempati daerah energi tinggi, sedangkan Mg-kalsit ooids cenderung lebih terkonsentrasi dalam lingkungan energi rendah. Boleh jadi, energi hidroulik mengontrol mineralogi.

Berdasarkan lapisan pembungkus (cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi:
1. Ooid dengan struktur tangensial ,
2. Ooid dengan struktur radial dan
3. Ooid mikritik atau mikrosparit.

Onkoid (Oncoid)
Onkoid adalah butiran terbungkus oleh lapisan yang lebih tidak beraturan dari pada ooid. Pada umumnya onkoid berukuran <2 mm->10 mm. Onkoid dapat terbentuk baik di lingkungan pengendapan laut maupun di darat.

Peloid dan pelet
Istilah peloid digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk pada aggregat karbonat kriptokristalin berukuran 20-60 m, dengan mengabaikan asal pembentukannya (Gambar VI.1). Hal ini diperlukan karena sering asal aggregat ini tidak jelas, tetapi untuk butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah pelet. Peloid adalah ciri khusus pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan inner-shelf dangkal.

III.3.C Lumpur Karbonat
Lumpur karbonat (carbonate mud) adalah batuan karbonat yang berbutir sangat halus (<63 mikron), yang biasanya diidentifikasi mengunakan mikroskop. Di bawah pengamatan mikroskop elektron, lumpur karbonat laut moderen dapat dilihat kandungan kristal aragonit berbentuk jarum, butiran cangkang yang kelihatannya sangat halus atau kepingan cangkang yang sangat kecil, seperti coccoliths. Kebanyakan lumpur aragonit yang berbentuk jarum berasal dari serpihan ganggang kalkareous yang mati, seperti Penicillus. Lumpur lainnya, yang mana berbentuk butiran-nano berbentuk membundar tanggung, adalah tidak jelas dari tanda-tanda organik. Ini mungkin diendapkan dari air laut. VI.4. CLASIFIKASI BATUAN KARBONAT Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini belum ada satu klasifikasi yang dapat memuaskan semua fihak, seperti halnya pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para ahli geologi. Secara konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut ukuran butiranya, seperti klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran butir Wentworth. Batuan karbonat dengan ukuran butir >2 mm dinamakan kalsirudit (disebut konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63 mikron - 2 mm disebut kalkarenit (disebut batupasir pada sedimen non-karbonat), dan yang ukuran butirnya <63 mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung). Namun klasifikasi yang berdasarkan pemerian (discription) ini sudah lama ditinggalkan. Para ahli geologi lebih senang dengan klasifikasi yang berdasarkan asal (genetic) batuan atau paling tidak mengarahkan ke sana. Hal ini disebabkan, dengan klasifikasi asal itu dapat diinterpretasikan bagaimana dan dimana proses sedimentasi batuan berlangsung.
Pada 1962 ada dua klasifikasi yang terkenal yang diusulkan oleh R.L.Folk (Tabel VI.2) dan R.J.Dunham (Tabel VI.3).


VI.5. DIAGENESA
Setelah proses pengendapan berakhir, sedimen karbonat mengalami proses diagenesa yang dapat menyebabkan perubahan kimiawi dan mineralogi untuk selanjutnya mengeras menjadi batuan karbonat. Sedimen karbonat umumnya lebih rentan terhadap pelarutan (dissolution), rekristalisasi dan replacement dibandingkan mineral-mineral silikat. Sebagai contoh, lumpur aragonit dengan mudah teralterasi (terubah) seluruh menjadi kalsit selama proses awal diagenesa dan pembenan. Pada tahap berikutnya, kalsit mungkin digantikan seluruhnya atau sebagian oleh dolomit pada proses dolomitisasi.

VI.5.A. Regim Diagenesa Karbonat
Secara umum tahapan diagenesa pada sedimen karbonat seperti pada sedimen klastik, yaitu eodiagenesis pada pembebanan dangkal, mesodiagenesis pada pembebanan dalam, dan telodiagenesis jika terjadi pengangkat dan uproofing. Jadi, diagenesis menempati tiga atau realm utama (Gambar VI.4), yaitu laut, meteorik, dan regim bawah permukaan.

VI.5.B. Regim Laut
Meliputi dasar laut dan bawah permukaan laut sangat dangkal. Lingkungan diagenetik ini dicirikan oleh temperatur dan salinitas air laut yang normal. Proses diagenetik dasar pada lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen, modifikasi kerang karbonat dan butiran lainnya oleh pemboran organisme, dan sementasi butiran dalam daerah air panas, terutama pada terumbu, beting pasir tepi platform, dan endapan karbonat pantai.

VI.5.C. Regim Meteorik
Regim ini terjadi dengan dua cara, yaitu : (1) oleh turunnya muka laut relatif, dan (2) oleh cepatnya pengisian seimen pada cekungan karbonat dangkal. Batuan karbonat yang lebih tua dapat juga masuk dalam regim ini oleh tahapan akhir pengangkatan atau uproofing kompleks karbonat dengan pembebanan yang lebih dalam (teladiagenesis). Regim meteorik dicirikan oleh hadirnya air tawar ; yang meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan air) diatas water table, dan zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat tinggi dimuati dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya aragonit dan kalsit magnesium tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka larut dengan mudah dalam air korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution) aragonit dan kalsit magnesium tinggi dapat menjenuhi air dalam kalsium karbonat berkenan dengan kalsit, yang menyebabkan aragonit kalsitdiendapkan. Proses dissolution - reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit kalsium tinggi kurang stabil sehingga digantikan oleh kalsit yang lebih stabil.

VI.5.D. Regim Bawah Permukaan
Setelah periode awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam dan dalam regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan perubahan fluida dalam pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat mengalami kompaksi fisik, kompaksi kimiawi, dan perubahan tambahan kimiawi/mineralogi yang meliputi dissolution, sementasi, neomorphism, dan replcement. Sipat-sipat aksak perubahan yang dialami selama diagenesa bawah permukaan dalam tergantung pada kondisi khusus lingkungan pembebanannya, seperti temperatur, komposisi fluida pori, dan pH.

Leave a Reply

 
 

Blog Archive

Daftar Blog Saya

Blogger news