#Post Title #Post Title #Post Title #Post Title #Post Title #Post Title #Post Title
Selasa, 21 September 2010

MINERALOGI


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam studi Geologi yang mempelajari keseluruhan hal-hal tentang Bumi mulai dari pembentukkan, komposisi, sifat-sifat fisik, struktur, hingga gejala-gejala yang terjadi didalamnya, kita tentu saja harus mempelajari dasar-dasar tentang Bumi dan juga pembagian-pembagiannya secara khusus nantinya. Dan pada tahap pertama yang harus dipelajari adalah apa sajakah sebenarnya materi-materi pembentuk Bumi kita ini. Setelah itu barulah kita dapat mempelajari materi pada tingkat-tingkat selanjutnya yang ada dalam ruang lingkup studi Teknik Geologi.

Pada materi yang telah kita pelajari sebelumnya, yaitu materi Kristalografi, telah dijelaskan urutan materi pembentuk Bumi ini. Dari yang terkecil yaitu kristal, mineral dan kemudian adalah batuan. Dan yang akan lita pelajari selanjutnya adalah tentang mineral. Dalam mempelajari semua hal tentang mineral, mulai dari sifat-sifat fisiknya hingga keterdapatannya pada batuan dinamakan dengan Mineralogi.

Pada tahap ini kita akan belajar tentang semua hal yang berkaitan dengan mineral. Dalam studi Geologi, ini sangat penting, karena mineral adalah salah satu satuan dasar pembentuk Bumi ini. Dan dengan bekal ilmu Kristalografi yang telah dipelajari sebelumnya, kita akan dapat mengenal mineral-mineral apa sajakah yang terdapat di Bumi, bagaimana keterdapatannya, hingga akhirnya juga dapat mengetahui manfaat dari mineral itu sendiri.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Dalam studi Geologi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang kristal, tahap selanjutnya adalah mempalajari ilmu tentang mineral atau Mineralogi. Mieralogi sendiri terkait dalam satu rangkaian dengan Kristalografi dalam pembelajarannya. Terkait dengan mineral adalah komponen dasar dalam Geologi karena mineral adalah pembentuk batuan yang menjadi inti dari Geologi. Tentu saja kita harus mempelajari dan menguasainya untuk dapat melanjutkan pada tahap berikutnya. Dan dengan menjalani studi Mineralogi, dimaksudkan agar kita dapat mengenal, mengetahui dan juga menguasai Mineralogi yang menjadi salah satu dasar terpenting dalam Geologi. Dengan bekal ilmu tentang kristal yang telah diperoleh sebelumnya, Mineralogi adalah salah satu aplikasi dari ilmu tersebut. Dan pada akhirnya, dengan menguasai keduanya, akan dapat lebih mudah dalam mempelajari ilmu Geologi pada tahap selanjutnya.

1.2.2 Tujuan

Dalam kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum Mineralogi, kita dituntut untuk dapat :

1. Mengaplikasikan ilmu tentang kristal yang telah didapat sebelumnya.
2. Mengetahui defenisi dari mineral itu sendiri.
3. Mengetahui sifat-sifat fisik dari mineral.
4. Mampu melakukan penyelidikan secara fisik dari mineral.
5. Mengetahui keterdapatan mineral dalam batuan.
6. Mengetahui persentase komponen-komponen mineral.
7. Mengetahui aplikasi dari ilmu tentang mineral.

1.3 Aplikasi Mineralogi pada Bidang Geologi

Dalam bidang Geologi, mempelajari Mineralogi adalah sebagai dasarnya. Karena mineral adalah satuan pembentuk Bumi dan pada dasarnya Bumi ini dibentuk dari mineral-mineral yang menyatu dan membentuk batuan. Jadi, adalah hal yang tidak mungkin jika mempelajari Geologi namun tidak mempelajari dan menguasai Mineralogi. Karena Geologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari Bumi.

Dengan mempelajari Mineralogi, kita akan dapat mengetahui bagaimana Bumi ini terbentuk dari pembentukan mineral. Kita juga akan dapat mengetahui bagaimana bisa batuan-batuan yang ada di Bumi ini terbentuk. Dengan mempelajari Mineralogi, kita juga dapat mengenal sifat-sifat dari mineral itu sendiri hingga dapat mengetahui apa kegunaannya. Kita tahu bahwa benda-benda yang memiliki nilai tertinggi didunia sekarang ini salah satunya adalah mineral. Mineral-mineral tersebut memiliki berbagai macam nilai guna dalam kehidupan manusia, mulai dari sebagai perhiasan karena nilai estetikanya yang tinggi hingga sebagai benda terpenting dalam usaha pengeboran khususnya minyak Bumi karena sifat mineral tersebut. Mineral juga banyak digunakan dalam dunia industri.

Dalam Geologi sendiri, Mineralogi adalah salah satu ilmu dasar dan merupakan syarat untuk dapat melanjutkan studi pada tingkat berikutnya. Khususnya Petrologi atau ilmu tentang batuan, yang tidak memungkinkan untuk dapat dipelajari tanpa dasar Mineralogi. Karena batuan dibentuk dari mineral.



Gambar 1.1 Mineral-mineral perhiasan

( Amethyst, Emerald, Diamond, Topaz )

BAB II

PENGENALAN MINERAL

2.1 Pengertian Mineral

Dalam mendefinisikan mineral, hingga saat ini masih belum didapatkan kepastian untuk menerangkan pengertian dari mineral tersebut. Karena memang belum didapatkan kesamaan pendapat oleh para ahli tentang hal ini. Namun pada umumnya dikenal dua defenisi mineral, defenisi klasik yang disimpulkan sebelum tahun 1977 dan defenisi kompilasi yang disimpulkan setelah tahun 1977.

Menurut defenisi klasik, mineral adalah suatu benda padat anorganik yang terbentuk secara alami, bersifat homogen, yang mempunyai bentuk kristal dan rumus kimia yang tetap. Dan menurut defenisi kompilasi, mineral adalah suatu zat yang terdapat dialam dengan komposisi kimia yang khas, bersifat homogen, memiliki sifat-sifat fisik dan umumnya berbentuk kristalin yang mempunyai bentuk geometris tertentu.

Hal yang membedakan kedua defenisi tersebut adalah pada defenisi klasik, yang termasuk mineral hanyalah benda atau zat padat saja. Dan pada defenisi kompilasi, mineral mempunyai ruang limgkup yang lebih luas karena mencakup semua zat yang ada dialam yang memenuhi syarat-syarat dalam pengertian tersebut. Hal ini salah satunya disebabkan karena ada beberapa bahan yang terbentuk karena penguraian atau perubahan sia-sisa tumbuhan dan hewan secara alamiah juga digolongkan kedalam mineral, seperti batubara, minyak bumi dan tanah diatome. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam-garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk).

Mineralogi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang mineral. Mulai dari pembagian atau penggolongan mineral, pengenalan sifat-sifat mineral, pendeskripsian mineral dan semua hal yang berkaitan dengan mineral.

Untuk mempelajari tentang mineral, tentu harus terlebih dahulu mengetahui sifat-sifat yang ada pada mineral tersebut. Ada beberapa sifat mineral, yaitu sifat fisik secara teoritis dan sifat fisik secara determinasi (laboratorium). Sifat fisik secara teori hanya bisa menggambarkan sebagian dari sifat-sifat mineral dan tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan atau membedakan mineral-mineral yang ada, karena hanya terdapat pada sebagian mineral saja. Adapaun sifat-sifat mineral secara teori tersebut adalah :

1. Suhu Kohesi

Sifat kohesi mineral adalah kemampuan atau daya tarik-menarik antar atom pada sebuah mineral. Pada mineral, antar mineral-mineral yang sejenis, akan mempunyai daya tarik-menarik yang menyebabkan mineral-mineral tersebut cenderung akan terkumpul dalam suatu jumlah tertentu dalam suatu daerah. Hal ini disebabkan oleh susunan atom-atom atau komposisi kimia dalam mineral yang tetap. Daya tarik-menarik ini juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang mempengaruhi daya tarik-menarik atau kohesi ini disebut suhu kohesi.

2. Reaksi Terhadap Cahaya

Mineral cenderung akan bereaksi terhadap cahaya yang dating atau dikenai padanya. Reaksi ini pada umumnya dapat terlihat oleh mata kita. Namun, sifat ini tidak dapat dijadikan penentu untuk membedakan mineral. Karena kecenderungan timbulnya reaksi yang sama pada mineral-minera bila terkena cahaya. Reaksi-reaksi yang terjadi pada mineral akan menimbulkan atau menampakkan sifat fisik mineral secara determinasi seperti warna, gores, kilap, transparansi dan perputaran warna.

3. Perawakan Kristal

Perawakan kristal pada mineral diartikan sebagai kenampakkan sekelompok mineral yang sama yang tumbuh secara tidak sempurna karena ada gangguan dari sumber utama mineral maupun gangguan dari lingkungan tempat terjadinya mineral, sehingga mineral tidak terbentuk dengan sempurna yang menyebabkan ada perbedaan bentuk dan ukuran mineral. Kenampakkan tersebut sering disebut sebagai struktur mineral.

4. Sifat Kelistrikan

Sifat kelistrikan pada mineral adalah kemampuan mineral untuk menerima dan juga meneruskan aliran listrik yang dikenakan padanya. Pada mineral hanya ada dua jenis sifat kelistrikan. Yaitu, yang dapat menghantarkan listrik (konduktor) dan yang tidak dapat menghantarkan listrik (isolator).

5. Sifat Radioaktivitas

Sifat Radioaktivitas mineral tercermin dari unsur-unsur kimia yang ada dalam mineral tersebut yang unsure-unsur tersebut dapat mengeluarkan sinar-sinar α, β, dan γ. Ada mineral-mineral unsure-unsur yang dapat bersifat radioaktiv seperti Uranium(U), Radium(Ra), Thorium(Th), Plumbum(Pb), Vanadium(V) dan Kalium(K). Biasanya, mineral_mineral yang bersifat radioaktiv dijumpai dalam mineral-mineral ikutan atau mineral-minera yang terbetas jumlahnya. Kegunaan dari mineral-mineral radioaktiv adalah dapat digunakan sebagai sumber energi dan dapat juga digunakan untuk mengukur waktu Geologi dengan cara menghitung waktu paruhnya (half time).

6. Gejala Emisi Cahaya

Gejala emisi cahaya adalah gejala sumber cahaya yang dihasilkan dalam proses-proses tertentu. Misalnya, proses radiasi dan keluarnya sinar Ultraviolet. Mineral Phospor yang pada waktu malam mengeluarkan cahaya adalah contoh emisi cahaya yang terus-menerus, demikian juga halnya yang terjadi pada mineral Radium(Ra). Cahaya tersebut merupakan gelombang cahaya yang dikeluarkan oleh mineral, dimana panjang gelombang cahaya tersebut lebih panjang daripada gelombang cahaya biasa. Hanya ada beberapa mineral yang dapat menimbulkan emisi cahaya seperti Phospor, Radium dan Flouride.

7. Bau dan Rasa

Bau pada mineral dapat diamati jika bentuk fisik mineral tersebut dapat diubah menjadi gas. Jenis-jenis bau mineral adalah:

¨ Bau Sulforous adalah bau yang seperti bau Sulfur(S).

¨ Bau Bituminous adalah bau yang seperti Ter

¨ Bau Argillerous adalah bau seperti lempung(tanah).

Seperti halnya bau, rasa pada mineral hanya dapat diamati jika bentuk fisik mineral diubah menjadi cair. Berikut adalah jenis-jenis rasa pada mineral :

¨ Rasa Saline atau rasa seperti garam(asin).

¨ Rasa Alkaline atau rasa seperti logam atau soda.

¨ Rasa Witter atau rasa pahit.

Setiap mineral yang dapat membesar tanpa gangguan akan memperkembangkan bentuk kristalnya yang khas, yaitu suatu wajah lahiriah yang dihasilkan struktur kristalen (bentuk kristal). Ada mineral dalam keadaan Amorf, yang artinya tak mempunyai bangunan dan susunan kristal sendiri (misalnya kaca & opal). Tiap-tiap pengkristalan akan makin bagus hasilnya jika berlangsungnya proses itu makin tenang dan lambat.

2.2 Proses Pembentukan Mineral

Proses pembentukan mineral-mineral baik yang memiliki nilai ekonomis, maupun yang tidak bernilai ekonomis sangat perlu diketahui dan dipelajari mengenai proses pembentukan, keterdapatan serta pemanfaatan dari mineral-mineral tersebut. Mineral yang bersifat ekonomis dapat diketahui bagaimana keberadaannya dan keterdapatannya dengan memperhatikan asosiasi mineralnya yang biasanya tidak bernilai ekonomis. Dari beberapa proses eksplorasi, penyelidikan, pencarian endapan mineral, dapat diketahui bahwa keberadaan suatu mineral tidak terlepas dari beberapa faktor yang sangat berpengaruh, antara lain banyaknya dan distribusi unsur-unsur kimia, aspek biologis dan fisika.

Secara umum, proses pembentukan mineral, baik jenis logam maupun non-logam dapat terbentuk karena proses mineralisasi yang diakibatkan oleh aktivitas magma, dan mineral ekonomis selain karena aktivitas magma, juga dapat dihasilkan dari proses alterasi, yaitu mineral hasil ubahan dari mineral yang telah ada karena suatu faktor. Pada proses pembentukan mineral baik secara mineralisasi dan alterasi tidak terlepas dari faktor-faktor tertentu yang selanjutnya akan dibahas lebih detail untuk setiap jenis pembentukan mineral.

Adapun menurut M. Bateman, maka proses pembentukan mineral dapat dibagi atas beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu, baik yang bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai gangue mineral.

Gambar 2.1 Siklus Batuan dan Mineral

1. Proses Magmatis

Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat ultra basa, lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral silikat dan bijih. Pada temperatur tinggi (>600˚C) stadium liquido magmatis mulai membentuk mineral-mineral, baik logam maupun non-logam. Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai dengan temperatur pendinginan saat itu. Proses magmatis ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Early magmatis, yang terbagi atas:

¨ Disseminated, contohnya Intan

¨ Segregasi, contohnya Crhomite

¨ Injeksi, Contohnya Kiruna

2. Late magmatis, yang terbagi atas:

¨ Residual liquid segregation, contohnya magmatis Taberg

¨ Residual liquid injection, contohnya magmatis Adirondack

¨ Immiscible liquid segregation, contohnya sulfide Insizwa

¨ Immiscible liquid injection, contohnya Vlackfontein

2. Proses Pegmatisme

Setelah proses pembentukan magmatis, larutan sisa magma (larutan pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Stadium endapan ini berkisar antara 600˚C sampai 450˚C berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya Granit.

3. Proses Pneumatolisis

Setelah temperatur mulai turun, antara 550-450˚C, akumulasi gas mulai membentuk jebakan pneumatolisis dan tinggal larutan sisa magma makin encer. Unsur volatile akan bergerak menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan samping disekitarnya, kemudian akan membentuk mineral baik karena proses sublimasi maupun karena reaksi unsur volatile tersebut dengan batuan-batuan yang diterobosnya sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut mineral pneumatolitis.

4. Proses Hydrotermal

Merupakan proses pembentuk mineral yang terjadi oleh pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang terbentuk sebelumnya. Secara garis besar, endapan mineral hydrothermal dapat dibagi atas :

1. Endapan hipotermal, ciri-cirinya adalah :

¨ Tekanan dan temperatur pembekuan relatif tinggi.

¨ Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan intrusi dengan kedalaman yang besar.

¨ Asosiasi mineral berupa sulfides, misalnya Pyrite, Calcopyrite, Galena dan Spalerite serta oksida besi.

¨ Pada intrusi Granit sering berupa endapan logam Au, Pb, Sn, W dan Z.

2. Endapan mesotermal, yang ciri-cirinya :

¨ Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada endapan hipotermal.

¨ Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat dengan permukaan bumi.

¨ Tekstur akibat “cavity filling” jelas terlihat, sekalipun sering mengalami proses penggantian antara lain berupa “crustification” dan “banding”.

¨ Asosiasi mineralnya berupa sulfide, misalnya Au, Cu, Ag, Sb dan Oksida Sn.

¨ Proses pengayaan sering terjadi.

3. Endapan epitermal, ciri-cirinya sebagai berikut :

¨ Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.

¨ Tekstur penggantian tidak luas (jarang terjadi).

¨ Endapan bisa dekat atau pada permukaan bumi.

¨ Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa (fissure-vein).

¨ Struktur khas yang sering terjadi adalah “cockade structure”.

¨ Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral “gangue”-nya berupa Kalsite dan Zeolit disamping Kuarsa.

Adapun bentuk-bentuk endapan mineral dapat dijumpai sebagai proses endapan hidrotermal adalah sebagai Cavity filling. Cavity filling adalah proses mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan (rongga) dalam batuan yang terdiri atas mineral-mineral yang diendapkan dari larutan pada bukaan-bukaan batuan, yang berupa Fissure-vein, Shear-zone deposits, Stockworks, Ladder-vein, Saddle-reefs, Tension crack filling, Brecia filling (vulkanik, tektonik dan collapse), Solution cavity filling (caves dan Channels), Gash-vein, Pore-space filling, Vessiculer fillings.

5. Proses Replacement (Metasomatic replacement)

Adalah prsoses dalam pembentukan endapan-endapan mineral epigenetic yang didominasi oleh pembentukan endapan-endapan hipotermal, mesotermal dan sangat penting dalam grup epitermal. Mineral-mineral bijih pada endapan metasomatic kontak telah dibentuk oleh proses ini, dimana proses ini dikontrol oleh pengayaan unsur-unsur sulfide dan dominasi pada formasi unsur-unsur endapan mineral lainnya. Replacement diartikan sebagai proses dari larutan yang sangat penting berupa pelarutan kapiler dan pengendapan yang terjadi secara serentak dimana terjadi penggantian suatu mineral atau lebih menjadi mineral-mineral baru yang lain. Atau dapat juga diartikan bahwa penggantian mineral membutuhkan ion yang tidak mempunyai ion secara umum dengan zat kimia yang digantikan. Penggantian mineral yang dibawa dalam larutan dan zat kimia yang dibawa keluar oleh larutan dan merupakan kontak terbuka yang terbagi atas : Massive, Lode fissure, dan Disseminated.

6. Proses Sedimenter

Terbagi atas endapan besi, mangan, phosphate, nikel dan lain sebagainya.

7. Proses Evaporasi

Terdiri dari evaporasi laut, danau dan air tanah.

8. Konsentrasi Residu dan Mekanik

Terdiri atas :

¨ Konsentrasi Residu berupa endapan residu mangan, besi, bauxite dan lain-lain.

¨ Konsentrasi Mekanik (endapan placer), berupa sungai, pantai, alluvial dan eolian.

9. Supergen enrichment

10. Metamorfisme

Terbagi atas endapan endapan termetamorfiskan dan endapan metamorfisme.

2.3 Mineral Pembentuk Batuan

Mineral-mineral pembentuk batuan dapat dibedakan atas :

1. Felsic mineral, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna terang dan cerah serta mempunyai berat jenis kecil atau ringan.

Contoh : Quartz, Feldspar dan Feldspatoid

2. Mafic mineral, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna gelap dan mempunyai berat jenis besar atau berat.

Contoh : Olivin, Amphibole dan Piroksin.

1. Felsic Mineral

A. Quartz (Kuarsa)

Mineral kuarsa memiliki sistem kristal hexagonal (prisma, bipyramid dan kombinasinya. Rumus kimia tau komposisi kimia dari kuarsa adalah SiO2. berat jenis dari mineral ini adalah 2,65 dengan tingkat kekerasan (H) bernilai 7. Warna pada kuarsa dapat jernih atau keruh bila terdapat bersama feldspar, sering terdapat inklusi dari gas, cairan atau mineral pengotor didalamnya, yang merupakan unsur pengotor dan sangat mempengaruhi warna pada kuarsa, sehingga dari warna yang ditunjukkan dapat diperkirakan kemurnian kuarsa tersebut. Tidak terdapat belahan pada kuarsa. Dan kuarsa juga banyak digunakan dalam industri, khususnya yang berkaitan dengan gelas (kaca).

Kuarsa atau kadang disebut “silika”. Adalah satu-satunya mineral pembentuk batuan yang terdiri dari persenyawaan silikon dan oksigen. Umumnya muncul dengan warna seperti asap atau “smooky”, disebut juga “smooky quartz”. Kadang-kadang juga dengan warna ungu atau merah-lembayung (violet). Nama kuarsa yang demikian disebut “amethyst”, merah massip atau merah-muda, kuning hingga coklat. Warna yang bermacam-macam ini disebabkan karena adanya unsur-unsur lain yang tidak bersih.

B. Feldspar

Feldspar dapat digolongkan kedalam dua golongan besar, yaitu :

1. Alkali feldspar yang terdiri dari orthoklas, mikroklin, sanidine, anorthoklas,

pertite, dan antipertite.

2. Plagioklas feldspar yang terdiri dari albite, oligoklas, andesine, labradorit,

bytownite dan anorthite (calsic).

Pada praktikum yang dilakukan dengan cara megaskopis (tanpa alat bantu), feldspar ini hanya dapat dibedakan menjadi Alkali feldspar (dominasi Orthoklas) dan Plagioklas.

¨ Orthoclase (Potassium feldspar)

Orthoklas adalah anggota dari mineral feldspar. Orthoklas (Potassium feldspars) adalah mineral silicate yang mengandung unsur Kalium dan bentuk kristalnya prismatik, umumnya berwarna merah daging hingga putih.

Rumus kimia atau komposisi kimia Orthoklas ini adalah KaISi3O8. Berat jenis mineral ini adalah 2,6 dengan kekerasan 6. Sistem kristalnya adalah monoklin, mempunyai kilap kaca, dan perawakan yang membutir. Orthoklas ini digunakan sebagai bahan baku dalam industri keramik.

¨ Plagioklas feldspar

Mineral Plagioclase adalah anggota dari kelompok mineral feldspar. Mineral ini mengandung unsur Calsium atau Natrium. Kristal feldspar berbentuk prismatik, umumnya berwarna putih hingga abu-abu, kilap gelas. Plagioklas yang mengandung Natrium dikenal dengan mineral Albite, sedangkan yang mengandung Ca disebut An-orthite.

Sistem kristal dari plagioklas ini adalah triklin dengan berat jenis 2,26-2,76. plagioklas ini mempunyai nilai kekerasan 6 dan mempunyai belahan berbentuk kembaran. Komposisi kimia dari mineral ini adalah NaCaAl2Si3O8.

C. Feldspatoid

Mineral feldspatoiid ini juga disebut sebagai pengganti feldspar, dikarenakan mineral ini terbentuk bila dalam sebuah batuan tidak cukup terdapat SiO2. Bila dalam suatu batuan terdapat SiO2 (kuarsa) bebas, maka yang akan terbentuk adalah feldspar dan tidak akan terbentuk feldspatoid. Mineral-mineral yang termasuk feldspatoid adalah nepheline, leusite, sodalite, scapolite, carcrinite dan analcite. Namun yang umunya dapat ditemukan hanyalah nepheline dan leucite.

¨ Nepheline (KNaAl2Si2O4)

Nepheline adalah sebuah mineral yang termasuk dalam sistem kristal hexagonal, walaupun bentuknya jarang dijumpai, umumnya massif dan fine grain. Warna dari mineral ini adalah putih kekuningan sampai abu-abu kemerahan. Nilai kekerasan nepheline adalah 5,5 sampai dengan 6 dengan berat jenis (SG) 2,55 sampai 2,65. Kilap pada nepheline adalah kilap kaca, namun ada juga yang memiliki kilap minyak. Belahan permukaannya berbentuk prisma yang terdapat dalam kristal-kristal besar. Nepheline sering ditemukan dalam bentuk “dike” pada batuan beku.

¨ Leucite (KaISi2O8)

Mineral leucite termasuk dalam system isometric dalam bentuk umumnya adalah trapezohedron. Leucite ini memiliki bentuk kecil dan halus, dan terkenal dengan nama fine grain matrix. Nilai kekerasan pada mineral leucite ini adalah 5,5 sampai dengan 6 dan nilai berat jenis 2,45 sampai dengan 2,5. warna leucite umumnya adalah putih keabu-abuan.

2. Mafic Mineral

A. Olivine ((Mg,Fe)2SiO4)

Olivine adalah kelompok mineral silikat yang tersusun dari unsur besi (Fe) dan magnesium (Mg). Mineral olivine berwarna hijau, dengan kilap gelas, terbentuk pada temperatur yang tinggi. Mineral ini umumnya dijumpai pada batuan basalt dan ultramafic. Batuan yang keseluruhan mineralnya terdiri dari mineral olivine dikenal dengan batuan Dunite. Olivine kadang-kadang juga disebut crysoline.

Olivine mempunyai kenampakan kilap kaca dan nilai kekerasan(H) 5,5-7,0. mineral ini memiliki berat jenis (SG) 3,27-4,27. Pada umumnya olivine ditemukan pada batuan beku basa seperti gabbro, basalt, peridotite dan dunite.

B. Piroksin

Piroksin merupakan kelompok mineral silikat yang kompleks dan memiliki hubungan erat dalam struktur kristal, sifat-sifat fisik dan komposisi kimia walaupun mereka mengkristal dalam dua sistem yang berbeda, yaitu orthorhombic dan monoklin. Secara struktur, piroksin terdiri dari mata rantai yang tidak ada habisnya dan tetrahedral SiO4 yang diikat bersama-sama secara lateral oleh ion-ion logam Mg dan Ca yang berikatan dengan oksigen, dan tidak berikatan langsung dengan silicon.

Komposisi kimia piroksin secara umum adalah W1-p(X,Y)1+pZ2O6. Dimana symbol W, X, Y dan Z menunjukkan unsur dengan jari-jari atom yang sama.

W = Na, Ca Y = Al, Fe, Ti

X = Mg, Fe, Li, Ma Z = Sid an Al dalam jumlah kecil

Bentuk kristal piroksin adalah prismatic dengan belahan spesifik. Dalam batuan beku vulkanik, piroksin adalah Augote Calcio rendah atau Pigionite, sedang dalam batuan plutonik, piroksin adalah Augite.

C. Amphibole (Horblende)

Amphibole adalah kelompok mineral silikat yang berbentuk prismatik atau kristal yang menyerupai jarum. Mineral amphibole umumnya mengandung besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Alumunium (Al), Silika (Si), dan Oksigen (O). Hornblende tampak berwarna hijau tua kehitaman. Mineral ini banyak dijumpai pada berbagai jenis batuan beku dan batuan metamorf.

D. Mica

Mica adalah kelompok mineral silicate minerals dengan komposisi yang bervariasi, dari potassium (K), magnesium (Mg), iron (Fe), aluminum (Al) , silicon (Si) dan air (H2O). Struktur mika adalah tipe tetrahedron dalam lembar-lembar. Tiap SiO4 mempunyai tiga oksigen dan satu oksigen bebas., sehingga komposisi dan valensinya diwakili oleh (Si4O10)ˉ4.

Rumus umum mika dapat ditulis : W(XY)2-3Z4O10)OHF)2 dimana W = K (Na dalam Paragonite mineral yang sangat baik pada sekiot).

X,Y = Al, Li, Mg, Fe

Z = Ai, Al.
BAB III

CARA PENDESKRISIAN

Pada mineral, terdapat sifat-sifat fisik mineral yang ada pada masing-masing mineral. Sifat fisik tersebut kemudian dibagi lagi menjadi dua bagian, sifat fisik secara teori dan sifat fisik secara determinasi atau laboratorium. Sifat fisik secara teori tidak dapat dijadikan pedoman untuk menentukan sifat-sifat mineral, karena sifat-sifat yang dijelaskan tmasih kurang spesifik dan ada juga yang hanya dimiliki oleh sebagian mineral saja, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Pada praktikum Mineralogi, praktikan diwajibkan untuk dapat mengetahui sifat-sifat fisik mineral pada saat pendeskripsian mineral. Pendeskripsian mineral dilakukan dengan mengamati sifat-sifat fisik mineral secara determinasi. Sifat-sifat tersebut adalah : warna, cerat atau gores, kilap, perawakan, belahan, kekerasan, sifat dalam, berat jenis dan kemagnetan. Semua sifat-sifat tersebut memiliki nilai atau patokan tertentu sesuai dengan jenisnya. Dalam pendeskripsian mineral, juga ditentukan system kristal, komposisi atau rumus kimia, kelas dan grup mineral serta asosiasi dan kegunaan mineral tersebut.

1. Warna (Colour)

Warna dapat dilihat ketika terjadi beberapa proses pemindahan panjang gelombang , beberapa menyerap panjang gelombang spesifik dari spectrum yang dapat dilihat. Spectrum yang dapat dilihat terdiri dari warna merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila, dan violet.

Ketika terjadi pemindahan panjang gelombang akan mempengaruhi energi dan akan terjadi perubahan warna dan jika permata itu mengandung besi biasanya akan terlihat berwarna kelam, sedangkan yang mengandung alumunium biasanya terlihat berwarna cerah, tetapi juga ada mineral yang berwarna tetap seperti air (berkristal) dan dinamakan Idhiochromatic.

Disini warna merupakan sifat pembawaan disebabkan karena ada sesuatu zat dalam permata sebagai biang warna (pigment agent) yang merupakan mineral-mineral yaitu : belerang warnanya kuning; malakit warnanya hijau; azurite warnanya biru; pirit warnanya kuning; magatit warnanya hitam; augit warnanya hijau; gutit warnanya kuning hingga coklat; hematite warnanya merah dan sebagainya.

Ada juga mineral yang mempunyai warna bermacam-macam dan diistilahkan allokhromatik, hal ini disebabkan kehadiran zat warna (pigmen), terkurungnya sesuatu benda (inclusion) atau kehadiran zat campuran (Impurities). Impurities adalah unsur-unsur yang antara lain terdiri dari Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan biasanya tidak hadir dalam campuran murni, unsur-unsur yang terkonsentrasi dalam batu permata rendah.

Aneka warna batu permata ini sangat mempersona manusia sehingga manusia memberi gelar “mulia” pada batu-batu itu, contoh intan yang hanya terdiri dari satu unsur mineral yakni zat arang merupakan benda yang padat yang bersisi delapan karena adanya zat campuran yang berbeda akan menyebabkan warna yang berbeda : tidak berwarna, kuning, kuning muda, agak kebiru-biruan, merah, biru agak hijau, merah jambu, merah muda, agak kuning coklat, hitam yang dinamakan carbonado, hijau daun. Banyak mineral hanya memperlihatkam warna yang terang pada bagian-bagian yang tipis sekali. Mineral yang lebih besar dan tebal selalu memberi kesan yang hitam, tanda demikian antara lain diperlihatkan oleh banyak mineral.

Warna hijau muda, jika warna tersebut makin tua berarti makin bertambah Kadar Fe didalam molekulnya.

2. Cerat atau Gores (Streak)

Cerat atau gores adalah warna asli dari mineral apabila mineral tersebut ditumbuk (dihancurkan) sampai halus. Goers ini penting untuk membedakan dua kristal yang warnanya sama namun goresnya berbeda.

Mineral yang mempunyai kekerasan <>

¨ Pirit yang warnanya kuning emas meninggalkan garis hitam.

¨ Hematit (Fe2O3) yang berkilap kelogam–logaman atau memberi garis merah darah.

¨ Fluisvat memberikan garis putih (mineral yang berwarna terang tetapi memberi garis putih).

3. Kilap (Luster)

Kilap adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan padanya. Kilap dibedakan menjadi dua, yaitu kilap logam dan kilap bukan logam. Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral yang mengandung logam atau mineral bijih, seperti emas, galena, pirit, kalkopirit. Kilap bukan logam tidak memberikan kesan seperti logam jika terkena cahaya. Kilap jenis ini dapat dibedakan menjadi :

¨ Kilap kaca (vitreous luster). Kilap ini memberikan kesan seperti kaca bila terkena cahaya. Misalnya : kalsit, kuarsa,dan halite.

¨ Kilap intan (adamantine luster). Kilap ini memberikan kesan cemerlang seperti intan. Contohnya intan(diamond).

¨ Kilap sutera (silky luster). Kilapn ini memberikan kesan seperti suterayang mempunyai struktur serat seperti asbes, aktinolit dan gypsum.

¨ Kilap damar (resinous luster). Kilap ini memberikan kesan seperti dammar. Contohnya, Sfalerite dan Resin.

¨ Kilap mutiara (pearly luster). Kilap ini memberikan kesan seperti mutiara atau bagian dalam dari kulit kerang. Misalnya, talc, dolomite, muscovite, dan tremolite.

¨ Kilap lemak (greasy luster). Kilap ini memberikan kesan seperti lemak atau sabun. Contohnya, talc dan serpentine.

¨ Kilap tanah (earthy luster). Kenampakannya buram seperti tanah. Misalnya kaolin, limonit dan bentonit.

¨ Kilap lilin (waxy luster). Kenampakkan kilap mineral seperti lilin yang khas. Contohnya adalah serpentine dan cerargyrite.

Selain itu, ada juga mineral yang memiliki kilap yang khas dengan indeks bias 2,6 sampai dengan 3. kenampakkan mineral ini diantara kilap logam dan kilap bukan logam. Contoh mineralnya adalah, cuprite, hematrite dan cinnabar.

4. Perawakan Kristal (Habit)

Perawakan ditentukan dari karakteristik kristal. Bentuk yang sempurna jarang dijumpai dialam, karena pertumbuhan kristal sering mengalami gangguan. Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi sekelilingnya mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri sendiri maupun yang dalam kelompok-kelompok.

Bentuk khas mineral dialam ditentukan oleh bidang yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relative bidang-bidang tersebut. Meskipun perawakankristal bukan ciri mineral yang tetap (karena factor-faktor tersebut), namun ada beberapa perawakan kristal masih dapat juga sebagai suatu ciri yang dapat dipergunakan dalam penentuan jenis mineral.

Perawakan kristal dibedakan menjadi 3 golongan pada umumnya, yaitu meniang atau berserabut, lembaran tipis dan membutir.

A. Meniang atau Berserabut (Elangated habit)

¨ Meniang (Columnar)

¨ Menyerat (Fibrous)

¨ Menjarum (Acicular)

¨ Menjaring (Recticulate)

¨ Membenang (Filiform)

¨ Merambut (Capillary)

¨ Mondok (Stout)

¨ Membintang (Stellated)

¨ Menjari (Radiated)

B. Lembaran tipis (Flattened habit)

¨ Membilah (Bladed)

¨ Memapan (Tabular)

¨ Membata (Blocky)

¨ Mendaun (Foliated)

¨ Memencar (Divergent)

¨ Membulu (Plumose)

C. Membutir (Rounded habit)

¨ Mendada (Mamillary)

¨ Membulat (Colloform)

¨ Membulat jari (Colloform radial)

¨ Membutir (Granular)

¨ Memisolit (Pisolitic)

¨ Stalaktit (Stalactitic)

¨ Mengginjal (Reniform)

5. Belahan (Cleavage)

Belah adalah kecenderungan batu permata untuk membelah kearah tertentu menyusur permukaan bidang rata, lebih spesifik lagi ia menunjukkan kearah mana ikatan-ikatan diantara atom relative lemah dan biasanya reta-retak menunjukan arah belah.Belahan ialah sifat untuk menjadi belah menurut bidang yang agak sama licinnya.

Pembagian jenis-jenis belahan pada mineral adalah :

¨ Sangat Sempurna

¨ Sempurna

¨ Sedang

¨ Buruk

¨ Tidak ada belahan sama sekali

6. Pecahan (Fracture)

Apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas plastisitas dan elastisitasnya, maka mineral tersebut akan pecah. Bila cara pecahnya tidak teratur, disebut dengan nama pecahan. Pecahan pada mineral dapat dibedakan menjadi enam jenis.

A. Choncoidal

Apabila pecahan mineral yang menyerupai pecahan botol atau kulit bawang.

B. Hackly

Apabila pecahan mineral seperti besi, runcing-runcing tajam serta kasar tak beraturan atau seperti bergerigi.

C. Even

Apabila pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan ujung pecahan masih mendekati bidang datar.

D. Uneven

Apabila pecahan mineral menunjukkan permukaan bidang pecahnya kasar dan tidak teratur

E. Splintery

Apabila pecahan mineralnya hancur menjadi kecil-kecil dan tajam menyerupai benang atau berserabut.

F. Earthy

Apabila pecahan mineral hancur seperti tanah.

7. Kekerasan

Kekerasan adalah sebuah sifat fisik lain, yang dipengaruhi oleh tata letak intern dari atom. Untuk mengukur kekerasan mineral dipakai Skala Kekerasan MOHS (1773-1839).

1. Talk, mudah digores dengan kuku ibu jari
2. GIPS, mudah digores dengan kuku ibu jari
3. Kalsit, mudah digores dengan pisau
4. Fluorit, mudah digores dengan pisau
5. Apatit, dapat dipotong dengan pisau (agak sukar)
6. Ortoklas, dapat dicuwil tipis-tipis dengan pisau dibagian pinggir
7. Kwarsa, dapat menggores kaca
8. Topaz, dapat menggores kaca
9. Korundum, dapat mengores topaz
10. Intan, dapat menggores korundum

Bentuk Kristal Intan ialah benda padat besisi delapan (OKTAHEDRON)

1. K = 1 : Talk/Silikat magnesia yang mengandung air.

2. K = 2 : Gips (CaSO4), batu tahu

3. K = 3 : Kalsit (CaCo3)

4. K = 4 : Vluispat (CaF2)

5. K = 5 : Apatit mengandung chloor

6. K = 6 : Veldspat, kaca tingkap

7. K = 7 : Kwarsa, pisau dari baja

8. K = 8 : Topas; Silikat alumunium yang mengandung borium, batu permata

9. K = 9 : Korsum (Al2O3 dalam corak merah, batu permata delima, corak

Biru batu nilam/safir)

10. K = 10 : intan batu permata

Masing-masing mineral tersebut diatas dapat menggores mineral lain yang bernomor lebih kecil dan dapat digores oleh mineral lain yang bernonor lebih besar. Dengan lain perkataan SKALA MOHS adalah Skala relative. Dari segi kekerasan mutlak skala ini masih dapat dipakai sampai yang ke 9, artinya no. 9 kira-kira 9 kali sekeras no. 1, tetapi bagi no. 10 adalah 42 kali sekeras no. 1.

K.E. Kinge (1860) dalam Han Sam Kay mengelompokkan batu permata yang dijadikan perhiasan dalam lima belas kelas sebagai berikut :

1. Batu permata Kelas I, Nilai Keras antara 8 s/d 10

2. Batu Permata kelas II, Nilai Keras antara 7 s/d 8

3. Batu permata Kelas III Batu permata kelas ini tergolong jenis batu

mulia dan batu mulia tanggung, nilai kerasnya kira-kira 7, sebagian

besar terdiri dari asam

kersik (kiezelzuur), keculai pirus (tuquois)

4. Batu-Batu mulia Tanggung yaitu batu kelas IV, nilai keras antara 4 – 7

5. Batu kelas V. Batu kelas V nilai kerasnya dan kadar berat jenisnya

Sangat berbeda-beda. Warnanya gelap (kusam) dan kebanyakan agak

keruh, tidak tembus cahaya, batunya sedikit mengkilap, dan

harganyapun amat murah bila dibandingkan dengan harga batu mulia.

Dalam kelas ini termasuk batu marmer dan batu kelas V tidak tergolong

batu mulia.

8. Sifat Dalam / Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)

Sifat dalam adalah suatu daya tahan mineral terhadap pemecahan, pembengkokan, penghancuran dan pemotongan. Berikut ini adalah jenis-jenis sifat dalam pada kristal.

1. Brittle yaitu apabila mineral mudah menjadi tepung halus.
2. Sectile yaitu mineral mudah terpotong dengan pisau dan tidak ada yang berkurang atau menjadi tepung (hancur).
3. Malleable yaitu yaitu apabila mineral ditempa dengan menggunakan palu akan menjadi pipih.
4. Ductile yaitu apabila mineral ditarik dapat bertambah panjang dan apabila dilepaskan maka tidak akan kembali seperti semula.
5. Flexible yaitu apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana dengan mudah.
6. Elastic yaitu apabila mineral dapat merenggang (bertambah panjang) bila ditarik dan akan kembali seperti semula jika dilepaskan.

9. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis adalah angka perbandingan antara massa jenis (density) suatu mineral dibandingkan massa jenis (density) air. Untuk mengukur berat jenis suatu mineral adalah dengan mengukur berat (massa) dan volume mineral tersebut. Berat jenis mineral adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk analisa mineral baik secara fisik maupun secara kimia.

10. Kemagnetan

Sifat kemagnetan adalah sifat aksi-reaksi mineral terhadap medan magnet yang berada disekitarnya. Dialam, ada beberapa mineral yang memiliki daya magnet yang kuat, ada yang hanya akan timbul bila ada medan magnet lain disekitarnya, dan ada pula yang sama sekali tidak memiliki sifat kemagnetan.

Pada mineral, sifat kemagnetan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan kekuatan atau daya magnet yang dikandungnya.

A. Feromagnetik

Mineral yang memiliki daya magnet kuat, umunya mengandung unsur

logam yang tinggi.

B. Paramagnetik

Mineral yang memiliki daya magnet lemah, umumnya memiliki kandungan

Logam namun tidak cukup tinggi.

C. Diamagnetik

Mineral yang sama sekali tidak memiliki daya magnet. Bahkan bila

didekatkan dengan medan magnet yang kuat sekalipun. Umumnya adalah yang

tidak mengandung unsur logam.

Dalam pendeskripsian mineral juga ditentukan sistem kristal, komposisi kimia, kelas kristal, kegunaan serta asosiasi keterdapatan mineral tersebut dialam. Hal-hal tersebut adalah hal pokok yang telah ditetapkan pada suatu mineral dan tidak dapat berubah-ubah. Dan dalam lembar deskripsi mineral juga digambarkan bentuk sistem kristal, gambar sketsa kenampakkan mineral dan juga dilampirkan foto dari mineral
tersebut.

BAB IV

PENDESKRIPSIAN MINERAL

4.1 Native Element (Unsur Murni)

Native element atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan dengan hanya memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral pada kelas ini tidak mengandung unsur lain selain unsur pembentuk utamanya. Pada umumnya sifat dalam (tenacity) mineralnya adalah malleable yang jika ditempa dengan palu akan menjadi pipih, atau ductile yang jika ditarik akan dapat memanjang, namun tidak akan kembali lagi seperti semula jika dilepaskan. Kelas mineral native element ini terdiri dari dua bagian umum.

¨ Metal dan element intermetalic (logam). Contohnya emas, perak, dan tembaga.

¨ Semimetal dan non metal (bukan logam). Contohnya antimony, bismuth, graphite dan sulfur.

Sistem kristal pada native element dapat dibahgi menjadi tiga berdasarkan sifat mineral itu sendiri. Bila logam, seperti emas, perak dan tembaga, maka sistem kristalnya adalah isometrik. Jika bersifat semilogam, seperti arsenic dan bismuth, maka sistem kristalnya adalah hexagonal. Dan jika unsur mineral tersebut non-logam, sistem kristalnya dapat berbeda-beda, seperti sulfur sistem kristalnya orthorhombic, intan sistem kristalnya isometric, dan graphite sistem kristalnya adalah hexagonal. Pada umumnya, berat jenis dari mineral-mineral ini tinggi, kisarannya sekitar 6.

Dalam grup native element ini juga termasuk natural alloys, seperti electrum, phosphides, silicides, nitrides dan carbides.

4.2 Mineral Sulfida

Kelas mineral sulfida atau dikenal juga dengan nama sulfosalt ini terbentuk dari kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur (belerang). Pada umumnya unsure utamanya adalah logam (metal).

Pembentukan mineral kelas ini pada umumnya terbentuk disekitar wilayah gunung api yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Proses mineralisasinya terjadi pada tempat-tempat keluarnya atau sumber sulfur. Unsur utama yang bercampur dengan sulfur tersebut berasal dari magma, kemudian terkontaminasi oleh sulfur yang ada disekitarnya. Pembentukan mineralnya biasanya terjadi dibawah kondisi air tempat terendapnya unsur sulfur. Proses tersebut biasanya dikenal sebagai alterasi mineral dengan sifat pembentukan yang terkait dengan hidrotermal (air panas).

Mineral kelas sulfida ini juga termasuk mineral-mineral pembentuk bijih (ores). Dan oleh karena itu, mineral-mineral sulfida memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Khususnya karena unsur utamanya umumnya adalah logam. Pada industri logam, mineral-mineral sulfides tersebut akan diproses untuk memisahkan unsur logam dari sulfurnya.

Beberapa penciri kelas mineral ini adalah memiliki kilap logam karena unsur utamanya umumnya logam, berat jenis yang tinggi dan memiliki tingkat atau nilai kekerasan yang rendah. Hal tersebut berkaitan dengan unsur pembentuknya yang bersifat logam.

Beberapa contoh mineral sulfides yang terkenal adalah pyrite (FeS3), Chalcocite (Cu2S), Galena (PbS), sphalerite (ZnS) dan proustite (Ag3AsS3). Dan termasuk juga didalamnya selenides, tellurides, arsenides, antimonides, bismuthinides dan juga sulfosalt.

4.3 Mineral Oksida dan Hidroksida

Mineral oksida dan hidroksida ini merupakan mineral yang terbentuk dari kombinasi unsur tertentu dengan gugus anion oksida (O) dan gugus hidroksil hidroksida (OH atau H).

Mineral oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung antara oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrome, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling umum adalah “es” (H2O), korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).

Seperti mineral oksida, mineral hidroksida terbentuk akibat pencampuran atau persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan hidroksida (OH). Reaksi pembentukannya dapat juga terkait dengan pengikatan dengan air. Sama seperti oksida, pada mineral hidroksida, unsur utamanya pada umumnya adalah unsur-unsur logam. Beberapa contoh mineral hidroksida adalah goethit (FeOOH) dan limonite (Fe2O3.H2O).



4.4 Mineral Carbonat (CO3)

Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut “karbonat”, umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium karbonat”, CaCO3 dikenal sebagai mineral “kalsit”. Mineral ini merupakan susunan utama yang membentuk batuan sedimen.

Carbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. Carbonat juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua (caves), stalaktit, dan stalagmite. Dalam kelas carbonat ini juga termasuk nitrat (NO3) dan juga Borat (BO3).

Carbonat, nitrat dan borat memiliki kombinasi antara logam atau semilogam dengan anion yang kompleks dari senyawa-senyawa tersebut (CO3, NO3, dan BO3).

Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam kelas carbonat ini adalah dolomite (CaMg(CO3)2, calcite (CaCO3), dan magnesite (MgCO3). Dan contoh mineral nitrat dan borat adalah niter (NaNO3) dan borak (Na2B4O5(OH)4.8H2O).

4.5 Mineral Sulfat (SO4)

Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO42-). Mineral sulfat adalah kombinasi logam dengan anion sufat tersebut. Pembentukan mineral sulfat biasanya terjadi pada daerah evaporitik (penguapan) yang tinggi kadar airnya, kemudian perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfat dan halida berinteraksi.

Pada kelas sulfat termasuk juga mineral-mineral molibdat, kromat, dan tungstat. Dan sama seperti sulfat, mineral-mineral tersebut juga terbentuk dari kombinasi logam dengan anion-anionnya masing-masing.

Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam kelas ini adalah anhydrite (calcium sulfate), Celestine (strontium sulfate), barite (barium sulfate), dan gypsum (hydrated calcium sulfate). Juga termasuk didalamnya mineral chromate, molybdate, selenate, sulfite, tellurate serta mineral tungstate.

4.6 Mineral Silicate (Si, O)

Silicat merupakan 25% dari mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang dikenali. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan (metamorf). Silikat pembentuk batuan yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.

1. Quartz (SiO2)
2. Feldspar Alkali (KAlSi3O8)
3. Feldspar Plagioklas ((Ca,Na)AlSi3O8)
4. Mica Muscovit (K2Al4(Si6Al2O20)(OH,F)2)
5. Mica Biotit (K2(Mg,Fe)6Si3O10(OH)2)
6. Amphibol Horblende ((Na,Ca)2(Mg,Fe,Al)3(Si,Al)8O22(OH))
7. Piroksin ((Mg,Fe,Ca,Na)(Mg,Fe,Al)Si2O6)
8. Olivin ((Mg,Fe)2SiO4)

Nomor 1 sampai 4 adalah mineral non-ferromagnesium dan 5 hingga 8 adalah mineral ferromagnesium.

BAB V

KETERDAPATAN MINERAL DALAM BATUAN

Batuan yang ada dibumi ini adalah kumpulan dari mineral-mineral. Mineral-mineral tersebut pada proses pembentukannya yang bermacam-macam secara proses geologi tentunya tidak terbentuk sendiri. Mineral-mineral tersebut terbentuk bersama dengan mineral-mineral lainnya yang berasal dari satu sumber yang sama. Oleh karena itu, hanya sedikit jumlah mineral yang mempunyai atau terbentuk dari satu unsur kimia saja. Mineral-mineral pada umumnya mempunyai ikatan kimia antara unsur utamanya dengan unsur-unsur pembentuk lainnya, kecuali kelas native element. Unsur-unsur pembentuk mineral yang berikatan dengan unsur utama mineral umumnya juga menentukan kelas mineral tersebut. Seperti unsur sulfat, phosfat, carbonat dan silikat.

Keterdapatan mineral pada batuan sangat beragam, karena proses pembentukannya yang juga berbeda-beda. Namun pada dasarnya, seluruh mineral dan juga batuan yang terbentuk berasal dari magma. Dsan akhirnya setelah mengalami proses-proses geologi lainnya, maka terbentuk mineral dan batuan tersebut hingga menjadi berbeda-beda.

Selain pengertian mineral sebagai pembentuk batuan, mineral juga adalah sebagai pembagi atau pembeda batuan. Sehingga batuan terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan komposisi mineral pembentuknya. Selain itu, faktor yang juga menyebabkan pembedaan batuan tersebut adalah komposisi kimia, tekstur dan proses yang menyebabkan mineral itu terbentuk. Hal-hal tersebut juga masih berkaitan dengan mineral-mineral pembentuk batuan.

Berdasarkan alasan tersebut, maka secara garis besar batuan yang ada di alam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Batuan Sedimen

Batuan beku adalah batuan yang erat sekali proses pembentukannya dengan proses pengendapan material sedimen klastik dan non klastik yang terdiri dari material organik dan akibat proses kimiawi (evaporasi), yang diikuti oleh kompaksi dari partikel material sediment tersebut serta sementasi yang berlangsung pada bersamaan dengan terjadinya proses diagenesa dan material sedimen.

2. Batuan Beku

Batuan baku adalah batuan yang terbentuk akibat proses pendinginan dari magma, yang terjadi melalui dua macam cara yakni yang pertama melalu cara plutonik yaitu sebagai akibat proses menerobosnya magma ( intrusi magmatik) naik ke atas menuju permukaan bumi melalui rekahan-rekahan dan batuan terbentuk secara mengkristal dengan perlahan seiring dengan menurunnya temperatur dari magma, dan yang kedua melalui cara vulkanik yaitu melalui letusan gunung api dimana magma mencapai permukaan sebagai lava atau fragmen-fragmen yang dimuntuahkan gunung api.

3. Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah merupakan batuan ubahan atau malihan, yakni batuan yang mengalami perubahan menjadi batuan metamorf akibat mengalami perubahan tekanan dan temperatur yang tinggi. ( temperatur dan tekanan yang terjadi lebih tinggi dari temperature dan pressure di permukaan bumi). Perubahan temperatur dan tekanan yang tinggi inilah yang menyebabkan terubahnya mineral-mineral asli penyusun batuan menjadi mineral-mineral yang lain.

Dari analisa kimia batuan telah membuktikan bahwa hanya beberapa unsur saja yang bertanggung jawab dalam pembentukan kerak bumi. Empat orang ahli mengadakan analisa kimia sebanyak 5.159 analisa batuan, yaitu oleh Washington, Nigli, Clarke dan Daly. Dengan unsur-unsur yang ada dalam kerak bumi.

Tabel 5.1 Persentase Unsur di Alam

No


Nama Unsur Kimia


Persentase di Alam

1


Silicon (Si)


27%

2


Oksigen (O)


24%

3


Alumunium (Al)


8%

4


Ferrum / Besi (Fe)


5%

5


Calsium (Ca)


3,5%

6


Natrium (Na)


2,5%

7


Kalium (K)


2,5%

8


Magnesium (Mg)


2,5%

Ternyata jumlahnya baru mencapai 98%, sedangkan sisanya terdiri dari unsur yang jarang terdapat atau ditemukan. Sehingga berdasarkan jumlah keterdapatannya dalam batuan, mineral dibedakan menjadi tiga bagian.

1. Mineral primer 3. Mineral tambahan
2. Mineral sekunder

5.1 Mineral Primer

Mineral primer adalah mineral yang keterdapatannya paling banyak dalam batuan. Mineral ini umumnya terdapat lebih dari 10%, dimana mineral ini mempengaruhi penamaan dalam batuan. Mineral-mineral primer atau utama ini hampr semua anggotanya adalah dari kelas mineral silicate, khususnya yang termasuk dalam Bowen Series.

Mineral primer ini pembentukannya pada umumnya terkait dengan proses magmatis. Yaitu berasal dari magma primer yang bersifat ultra basa, yang kemudian mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-mineral.

Mineral-mineral ini umumnya terdapat pada batuan beku, yaitu batuan dari hasil proses magmatis. Contoh mineral primer adalah kuarsa, orthoklas, plagioklas, foid, feldspar, biotit, hornblende, piroksen, dan olivin.

Gambar 5.1 Bowen Series

5.2 Mineral Sekunder

Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk dari mineral utama yang mengalami proses pelapukan pada batuan. Batuan, baik beku, sediment maupun metamorf yang tersingkap diatas permukaan, bersentuhan dengan atmosfir, hidrosfir dan biosfir akan mengalami proses pelapukan. Batuan akan terubah secara fisik maupun kimiawi, di alam, kedua proses ini sulit dibedakan, karena berlangsung secara bersamaan. Namun secara teoritis kedua proses ini dibedakan. Proses pelapukan inilah salah satu proses yang mengubah permukaan bumi setiap saat meskipun perubahannya tidak tampak dengan segera karena prosesnya yang berlangsung dengan sangat lambat.

Pelapukan mekanik atau pelapukan secara fisik adalah pelapukan yang hanya berlangsung secara fisik saja, secara mekanik dan tidak disertai perubahan kimia. Sehingga yang berubah hanya bentuk fisiknya saja, sedangkan komposisi kimianya tetap. Seperti yang semula mempunyai bentuk dan volume besar, kemudian hancur menjadi bentuk yang kecil-kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan fisik ini adalah rekahan, pertumbuhan kristal, tekanan es, pengaruh suhu serta pengaruh makhluk hidup.

Pelapukan kimia adalah proses pelapukan yang terjadi pada batuan dan menyebabkan berubahnya sifat atau komposisi kimia suatu batuan. Pada umumnya pelapukan ini terjadi karena batuan atau mineral secara kimiawi dengan zat-zat atau senyawa yang ada di alam. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pelapukan kimia ini adalah hidrolisa, oksidasi, dan pencucian.

Beberapa contoh mineral sekunder ini adalah hematite, kalium feldspar, orthoklas dan mineral lempung.

5.3 Mineral tambahan

Mineral tambahan atau sering disebut juga mineral aksesori ini adalah mineral yang persentasenya sangat sedikit dalam batuan, namun selalu ditemukan. Mineral ini jumlahnya kurang dari 10% dari seluruh komposisi batuan. Dan karena keterdapatannya sangat sedikit, menjadikan mineral-mineral tambahan ini memiliki nilai yang ekonomis yang tinggi. Pada umumnya mineral tambahan ini digunakan untuk perhiasan seperti rutil. Namun ada juga yang digunakan dalam industri dan memiliki nilai yang sangat tinggi seperti zircon. Contoh lainnya dari mineral tambahan ini adalah turmalin.

DAFTAR PUSTAKA

Asisten, Team. 2003. “Penuntun Praktikum Kristalografi dan Mineralogi”.

Institut Teknologi Medan

Firdaus. 2008. ”Mineral : Penggolongan Mineral”. http:/firdaus.unhalu.ac.id

Diperoleh Tanggal 6 Januari 2010

Fuerer, Sang. 2009 ”Pembentukan Endapan Mineral”.

http://sangfuehrer.blogspot.com

Diperoleh Tanggal 6 Januari 2010

Mondadori, Arlondo. 1977. ”Simons & Schuster’s Guide to Rocks and

Minerals”. Milan : Simons & Schuster’s Inc.

Noor, D. 2008. ”Pengantar Geologi”. Bogor : Universitas Pakuan

Salisbury, Edwar Dana. 1921. ”A Textbook of Mineralogy”. New York : John

Wiley & Sons.

Hak Cipta : Aditya LS PANGEA
:Freinky iga wananta PANGEA
[ Read More ]

KRISTALOGRAFI


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang Bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah dan proses pembentukannya. Dalam Geologi, kita akan mempelajari semua hal tentang seluk-beluk Bumi ini secara keseluruhan. Dari mulai gunung-gunung dengan tinggi ribuan meter, hingga palung-palung didasar samudra. Dan untuk mengetahui semua itu, tentunya kita harus mempelajari apa-apa sajakah materi pembentuk Bumi ini.

Materi dasar pembentuk Bumi ini adalah batuan, dimana batuan sendiri adalah kumpulan dari mineral, dan mineral terbentuk dari kristal-kristal. Jadi intinya, untuk dapat mempelajari ilmu Geologi, kita harus menguasai ilmu tentang kristal. Ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk, gambar-gambar dari kristal disebut Kristalografi.

Dalam studi Geologi, kita tentunya harus terlebih dahulu menguasai tentang kristal sebelum mempelajari tingkat selanjutnya dalam ilmu Geologi. Karena itu kristal adalah syarat untuk dapat mempelajari Geologi.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Dalam studi Geologi, tentu kita harus mempelajari tentang kristal dan semua yang berhubungan dengan kristal itu sendiri. Hal ini jelas harus dilakukan karena kristal adalah dasar dari ilmu Geologi itu sendiri. Kristal adalah dasar dari mineral, mineral adalah pembentuk batuan, dan Bumi ini terdiri dari batuan-batuan. Jadi, dalam studi kristal yang dilakukan pada awal studi Geologi ini dimaksudkan agar kita dapat menguasai hal-hal tentang kristal sebagai bekal untuk mempelajari tingkat yang lebih lanjut dalam ilmu Geologi.

1.2.2 Tujuan

Dalam kegiatan mempelajari dan praktikum Kristalografi, kita dituntut untuk dapat :

  1. mengenal dan menguasai bentuk-bentuk kristal
  2. mendiskripsikan kandungan unsur simetri dari tiap bentuk kristal dan mengklasifikasikannya berdasarkan hukum-hukum geometri
  3. menguasai “indices” dan dapat menghitung sudut antar bidang kristal
  4. dapat menentukan dan menjelaskan simbol-simbol yang ada pada kristal
  5. membuat proyeksi streografis dari masing-masing kelas kristal
  6. dapat mengenal mineral berdasarkan bentuk kristal idealnya

1.3 Landasan Teori

Bumi yang kita pijak ini adalah bagian dari alam semesta yang begitu luas. Sistem tata surya kita hanya satu dari milyaran bintang yang ada dijagat raya ini. Bisa kita bayangkan betapa kecilnya Bumi ini bila dibandingkan dengan alam.

Berbagai bahan pembentuk Bumi terbentuk oleh proses alam yang panjang sejak terbentuknya Bumi. Jangka waktu pembentukkan tersebut dapat kita ketahui dalam ilmu Geologi dengan mengamati batuan-batuan yang ada di Bumi. Batuan adalah kumpulan satu atau lebih mineral (terutama mineral golongan silika / pada Bowen’s series).

Yang dimaksud dengan Mineral sendiri adalah bahan anorganik, terbentuk secara alamiah, seragam dengan komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya dan mempunyai kristal kerakteristik yang tercermin dalam bentuk fisiknya. Jadi, untuk mengamati proses Geologi dan sebagai unit terkecil dalam Geologi adalah dengan mempelajari kristal.

Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan untuk mempelajari perkembangan dan pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya. Dahulu, Kristalografi merupakan bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya., maka pada akhir abad XIX, Kristalografi dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.

1.3.1 Pengertian Kristal

Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

¨ tidak termasuk didalamnya cair dan gas

¨ tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika

¨ terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri :

¨ jumlah bidang suatu kristal selalu tetap

¨ macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

¨ sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.

1.3.2 Proses Pembentukan Kristal

Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :

¨ Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

¨ Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperature.

¨ Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

1.3.3 Sistem Kristalografi

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.

Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.

Tabel 1.1 Tujuh Sistem Kristal

No

Sistem Kristal

Axial Ratio

Sudut Kristalografi

1

Isometrik

a = b = c

α = β = γ = 90˚

2

Tetragonal

a = b ≠ c

α = β = γ = 90˚

3

Hexagonal

a = b = d ≠ c

α = β = 90˚ ; γ = 120˚

4

Trigonal

a = b = d ≠ c

α = β = 90˚ ; γ = 120˚

5

Orthorhombik

a ≠ b ≠ c

α = β = γ = 90˚

6

Monoklin

a ≠ b ≠ c

α = β = 90˚ ≠ γ

7

Triklin

a ≠ b ≠ c

α ≠ β ≠ γ ≠ 90˚

1.3.3 Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.

Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal. Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

1.3.4 Proyeksi Orthogonal

Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.

Pada praktikum kristalografi yang dilakukan di laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Medan. Penggambaran kristal menggunakan proyeksi penggambaran orthogonal ini.

Tabel 1.2 Penggambaran Tujuh Sistem Kristal

No

Sistem Kristal

Perbandingan Sumbu

Sudut Antar Sumbu

1

Isometrik

a : b : c = 1 : 3 : 3

a+^bˉ = 30˚

2

Tetragonal

a : b : c = 1 : 3 : 6

a+^bˉ = 30˚

3

Hexagonal

a : b : c = 1 : 3 : 6

a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚

4

Trigonal

a : b : c = 1 : 3 : 6

a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚

5

Orthorhombik

a : b : c = sembarang

a+^bˉ = 30˚

6

Monoklin

a : b : c = sembarang

a+^bˉ = 45˚

7

Triklin

a : b : c = sembarang

a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚

1.4 Aplikasi Kristalografi Pada Bidang Geologi

Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Karena untuk mempelajari ilmu Geologi, kite tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri terbentuk dari susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian mineral yang dibentuk kristal-kristal.

Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-bahan dasar pembentuk Bumi ini, dari yang ada disekitar kita hingga jauh didasar Bumi. Ilmu kristalografi juga dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

BAB II

TATA CARA PENDESKRIPSIAN

2.1 Jumlah Unsur Simetri

Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.

Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut:

¨ Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu utamanya.

¨ Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan pada sumbu utama.

¨ Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri yang ada pada kristal.

¨ Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.

¨ Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang ada.

2.2 Herman-Mauguin

Dalam pembagian Sistem kristal, ada 2 simbolisasi yang sering digunakan. Yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi yang dikenal secara umum (simbol Internasional).

Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.

Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap Sistem Kristal.

1. Sistem Isometrik

¨ Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4.

¨ Bagian 2 : Menerangkan Sumbu tambahan pada arah 111, apakah bernilai

3 atau 3.

¨ Bagian 3 : Menerangkan sumbu tambahan bernilai 2 atau tidak bernilai

yang memiliki arah 110 atau arah lainnya yang terletak tepat

diantara dua buah sumbu utama.

2. Sistem Tetragonal

¨ Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin mungkin bernilai 4 atau

4.

¨ Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.

¨ Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu tambahan yang terletak tepat

diantara dua sumbu utama lateral.

3. Sistem Hexagonal dan Trigonal

¨ Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6 atau 3.

¨ Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.

¨ Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang terletak

tepat diantara dua sumbu utama horizontal, berarah 1010.

4. Sistem Orthorhombik

Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai sumbu-sumbu utama dimulai dari sumbu a, b, dan kemudian c.

5. Sistem Monoklin

Pada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.

6. Sistem Triklin

Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal.

Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri) dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan “m” saja.

Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin dalam pendeskripsian kristal :

¨ 6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.

¨ 6 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak lurus terhadapnya.

¨ m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.

2.3 Schoenflish

Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-masing akan berbeda pada setiap kristal.

Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan system-sistem yang lainnya sama cara penentuan simbolnya.

1. Sistem Isometrik

Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2 bagian, yaitu :

Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4.

¨ Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder)

¨ Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder)

Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri.

¨ Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal. Maka diberi notasi huruf h.

¨ Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka diberi notasi huruf h.

¨ Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka diberi notasi huruf v.

¨ Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal. Maka diberi notasi huruf d.

2. Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan

Triklin

Pada sistem-sistem ini, simbolisasi Schoenflish yang dilakukan terdiri dari 3 bagian, yaitu :

Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu tambahan, ada 2

kemungkinan :

¨ Kalau bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)

¨ Kalau tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C (Cyklich)

Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. penulisan dilakukan dengan

menuliskan nilai angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D atau C

(dari bagian 1) dan ditulis agak kebawah.

Bagian 3 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri. Penulisan dilakukan dengan

menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf dari bagian 1.

¨ Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal. Maka dinotasikan dengan huruf h.

¨ Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka dinotasikan dengan huruf h.

¨ Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka dinotasikan dengan huruf v.

¨ Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja. Maka dinotasikan dengan huruf d.

Tabel 2.1 Contoh Simbolisasi Schoenflish

No

Kelas Simetri

Notasi (Simbolisasi)

1

Hexotahedral

Oh

2

Ditetragonal Bipyramidal

D4h

3

Hexagonal Pyramidal

D6h

4

Trigonal Pyramidal

C3v

5

Rhombik Pyramidal

C2v

6

Rhombik Dipyramidal

C2h

7

Rhombik Disphenoidal

C2

8

Domatic

Cv

9

Pinacoidal

C

10

Pedial

C

4.2 Indeks Miller-Weiss

Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting, karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.

Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.

Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.

BAB III

SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI

3.1 Sistem Isometrik


Gambar 3.1 Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut ancer regular, atau bahkan sering dikenal sebagai ancer kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, system Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, copper, pyrope, platinum, halite dan spinel.

4.2 Sistem Tetragonal

Gambar 3.2 Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, ancer ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, ancer Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada ancer ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Tetragonal ini adalah zircon, beryl, apatite, erionite dan nepheline.

4.2 Sistem Hexagonal


Gambar 3.3 Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, ancer Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Hexagonal ini adalah calcite, alunite, dolomite, siderite, dan smithsonite.

4.2 Sistem Trigonal


Gambar 3.4 Sistem Trigonal

Beberapa ahli memasukkan ancer ini kedalam system Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada ancer Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, ancer Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Trigonal ini adalah quartz, brulite, bentonite, gratonite, dan tourmaline.

4.2 Sistem Orthorhombik


Gambar 3.5 Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga ancer Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, ancer Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada ancer ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada ancer ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Orthorhombik ini adalah brite, celestite, aragonite, cerussite, dan witherite.

4.2 Sistem Monoklin


Gambar 3.6 Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, ancer Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada ancer ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, kernite, malachite, colemanite dan ferberite.

4.2 Sistem Triklin


Gambar 3.7 Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, ancer Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = βγ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, ancer Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada ancer ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah turquoise, kyanite, albite, microklin dan anorthite.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.2 Kesimpulan

Dengan mempelajari dan melakukan praktikum tentang Kristalografi yang menjadi bagian dari praktikum Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan menguasai ilmu tentang kristal dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah merupakan salah satu dasar yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu tentang mineral yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya. Jika tidak menguasai dan mengenal tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami Mineralogi, dan mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu adalah inti dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi menjadi syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum Petrologi yang akan dipelajari selanjutnya.

Selama melakukan praktikum Kristalografi, praktikan diharapkan mampu mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi serta menggambar sketsa dari masing-masing ancer kristal yang ada, yaitu, Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin serta Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu untuk mengetahui defenisi dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya, dan juga mengetahui ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu simetri, sudut simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus mengetahui aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.

Dalam praktikum Kristalografi yang dilakukan dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi pada jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Medan. Digunakan proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan sesuai dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian dilakukan dengan langkah-langkah menentukan jumlah ancer-unsur simetri, kelas simetri, simbolisasi Herman-Mauguin, simbolisasi Schoenflish, indeks Miller-Weiss serta menentukan nama bentuk kristal dan contoh-contoh mineralnya.

Setelah mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, diharapkan untuk kedepannya dalam mempelajari Mineralogi akan dapat lebih mudah dengan memiliki dasar-dasar yang telah didapat pada Kristalografi.

4.2 Saran

Selama mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, telah banyak yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal ilmu tentang kristal itu sendiri pada khususnya serta tentang aplikasi dan manfaatnya dalam bidang Geologi dan juga dikehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan praktikum Kristalografi, dapat kita sadari bersama ada beberapa kekurangan yang cukup menghambat berjalannya proses praktikum. Salah satu yang paling dapat dirasakan adalah kurangnya jumlah sampel (contoh) kristal yang ada dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi. Maka diharapkan agar kedepannya kekurangan tersebut dapat ditutupi sehingga proses praktikum yang dilakukan dapat berjalan ancer. Dan satu hal lagi yang juga perlu diperhatikan adalah waktu praktikum yang kadang tidak tepat pada waktunya. Diharapkan agar untuk kedepannya kita dapat sama-sama untuk menjaga hal tersebut agar tidak terulang atau paling tidak dikurangi. Dengan begitu diharapkan praktikum yang dilakukan dapat lebih baik lagi.

Namun pada dasarnya, diluar kekurangan-kekurangan yang ada. Praktikum yang dilakukan sudah cukup baik. Dan tentu saja kita semua berharap agar dapat terus lebih baik lagi dimasa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Asisten, Team. 2003. “Penuntun Praktikum Kristalografi dan Mineralogi”.

UPN veteran Yogyakarta

Firdaus. 2008. ”Kristalografi”. http:/firdaus.unhalu.ac.id Diperoleh Tanggal 29

November 2009

Mondadori, Arlondo. 1977. ”Simons & Schuster’s Guide to Rocks and

Minerals”. Milan : Simons & Schuster’s Inc.

Noor, D. 2008. ”Pengantar Geologi”. Bogor : Universitas Pakuan

Prawira Budi, Triton. 2009. “Mengenal Sains : Sejarah Bumi dan Bencana

Alam.” Yogyakarta : Tugu Publisher

Salisbury, Edwar Dana. 1921. ”A Textbook of Mineralogy”. New York : John

Wiley & Sons.

Wijayanto, Andika. 2009. “Kristalografi”.

http:/andikawijayanto.blogspot.com

Diperoleh Tanggal 29 November 2009

Hak Cipta : Aditya L.S PANGEA
: Freinky iga wananta PANGEA
[ Read More ]
 
 

Daftar Blog Saya

Blogger news