Jumat, 06 Juli 2012

Islam dan Jalan Pedang


Belakangan ini, media banyak mewartakan protes para pemuka Muslim di dunia, atas pernyataan Paus Benediktus XVI bahwa Nabi Muhammad SAW menyebarkan Islam dengan kekerasan. Ini merupakan gambaran stigmatik sebagian tokoh Barat tentang Islam. Gambaran stigmatik serupa pernah menyeruak ke permukaan dalam kasus poster Nabi Muhammad SAW. Tentu saja harus ada upaya pelurusan terhadap kekeliruan-keleliruan ini. Benarkah Islam disebarkan dengan pedang?

Tanpa pedang

Islam disebarkan dengan dakwah, bukan dengan pedang. Perhatikan argumentasi historis berikut.

Pertama, ketika berada di Makkah untuk memulai dakwahnya, Nabi tidak disertai senjata dan harta. Kendati demikian, banyak pemuka Makkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa’ad ibn Waqqas, Zubair, Talhah, Umar bin Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam. Berkaitan dengan ini, Ustadz Al Aqqad, dalam buku ‘Abqariyyah Muhammad, mengatakan bahwa banyak orang Makkah masuk Islam bukan karena tunduk kepada senjata (fai: umat islam hanya sedikit).

Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan yang sangat berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang masuk Islam dan mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke Madinah. Mungkinkah Islam tersebar di Madinah dengan senjata?

Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Thomas Arnold, dalam Al Da’wah ila Al Islam, menyebutkan bahwa mereka masuk Islam setelah melihat kepahlawanan Salahuddin sebagai cerminan ajaran Islam.

Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu memporak-porandakan Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, beserta peradaban yang dimiliki Islam. Mereka menghancurkan masjid-masjid, membakar kitab-kitab, membunuh para ulama, dan serentetan perbuatan sadis lainnya. Tahun 1258 merupakan lonceng kematian bagi khilafah Abbasiyah. Akan tetapi, sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol sendiri yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang memeluk Islam.

Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam adalah masa damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara orang-orang Quraisy dan Muslimin yang berlangsung selama dua tahun. Para sejarawan pun mengatakan bahwa orang yang masuk Islam pada masa itu lebih banyak dibanding masa sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa damai bukan masa peperangan.

Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dan peperangan yang terjadi antara Muslimin dan Persia serta Romawi (fai: Perhatikan: AS dan Inggris menyerang Afghanistan dan Irak). Ketika peperangan antara mereka berkecamuk dan orang-orang Islam memperoleh kemenangan kemudian peperangan berhenti, pada saat itu para dai menjelaskan bangunan, dasar, dan filsafah Islam. Dakwah Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-Islam –terutama mereka yang tertindas oleh penguasa– masuk Islam. Fage Roland Oliver, dalam bukunya A Short History of Africa, menjelaskan bahwa Islam tersebar di Afrika justru ketika daulah-daulah Islam di sana telah runtuh. Islam tersebar di sana melalui peradaban, pemikiran, dan dakwah Islamiyah.

Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika lewat orang-orang dari Hadramaut yang tidak didukung oleh harta dan penguasa, dan atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia yang berwatakkan Islam dalam kefakiran.

Kedelapan, peneliti dunia Islam Jerman, Ilse Lictenstadter, dalam Islam and the Modern Age, mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada Persia dan Romawi bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan jizyah (pembayaran pajak).

Motivasi perang

Kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan dengan dakwah, lalu kenapa terjadi peperangan? Di antara motivasi peperangan dalam sejarah Islam adalah:

Pertama, mempertahankan jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah, sebelum hijrah orang-orang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal umat Islam memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy.`Ammar, Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat perlakuan keras itu. Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan umat Islam meminta izin kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga mengizinkan karena belum ada perintah dari Allah SWT. Namun, ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke Madinah dan kafir Quraisy bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam, maka Allah SWT akhirnya –karena demi membela diri — mengizinkan mereka berperang (QS Al Hajj [22]:37). Namun izin itu dikeluarkan dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah SWT, bukan demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak berlebihan (QS Al-Baqarah [2]:190).

Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di atas adalah penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak begitu jauh dari jazirah Arab dan kota yang pernah menjadi tujuan hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak pernah memerangi kota itu karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila penyebaran Islam dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah menghancurkan kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki angkatan laut yang cukup kuat.

Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak memeluk Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah Nabi memperoleh tantangan keras dari kafir Quraisy Makkah. Mereka menempuh jalan apa saja untuk menghalanginya (QS al-Fath [48]:25). Banyak penduduk Makkah dan Arab lainnya bermaksud memeluk Islam, tetapi mereka takut terhadap ancaman itu. Allah lalu mengizinkan Rasul-Nya beserta pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan cara berperang.

Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan Persia dan Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan kabilah-kabilah Arab di bawah bendera Islam ternyata dianggap ancaman oleh penguasa Persia dan Romawi –dua adikuasa saat itu. Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang dengan umat Islam (fai: dan umat Islam hanya mempertahankan diri dari serangan musuh).

Tahun 629 M Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang ke perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya dibunuh atas perintah penguasa Romawi. Pada tahun 627 M Farwah bin Umar Al Judzami, gubernur Romawi di Amman, memeluk Islam. Untuk itu, ia mengutus Mas’ud bin Sa’ad Al Judzami menghadap Nabi untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita itu sampai ke telinga 49 orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk keluar dari Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan akhirnya disalib. Atas alasan itu dan demi melindungi umat Islam dari serangan-serangan Romawi dan Persia berikutnya, Nabi kemudian mengumumkan perang (membela diri).

Berdasarkan uraian tersebut, tidak ada satu ayat pun atau satu kejadian pun dalam sejarah permulaan Islam yang mengisyaratkan bahwa Islam disebarkan dengan peperangan (senjata). Peperangan yang terjadi hanyalah karena terpaksa untuk membela diri, melindungi dakwah dan kebebasan beragama, serta melindungi umat Islam dari serangan Romawi dan Persia.

Ikhtisar

- Pernyataan Islam disebarkan dengan pedang adalah stigma yang dibuat Barat terhadap Islam.

- Sejarah menunjukkan bahwa Islam selalu disebarkan lewat jalan dakwah, pemikiran, dan kesantunan.

- Keterlibatan umat Islam dalam perang, selalu didorong oleh motivasi hanya membela diri di jalan Allah SWT.

Leave a Reply

 
 

Blog Archive

Daftar Blog Saya

Blogger news