Problem erosi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Bagaimana tidak?. Lihat saja kondisi sedimentasi di sungai Citandui yang mencapai 5 juta m2 kubik. Rekor tertinggi dibanding sungai-sungai lainnya namun juga masih dengan kisaran angka yang tinggi. Jadi, jangan berharap untuk melihat kebeningan sungai ataupun pantai, apalagi di kawasan pulau Jawa.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencenmaran Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, Subandono Diposantono, sebagaimana ditulis Media Indonesia. Akibat sedimentasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi di pantai-pantai. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan dan Jawa menjadi dangkal.
Sungai Citandui, Jawa Barat memecahkan rekor dengan sedimentasi pertahun yang terbawa aliran sungai ini mencapai 5 juta m2 kubik. Sementara, sungai Cikonde mencapai 770 ribu meter kubik yang diendapkan di Segara Anakan. Sedimentasi sungai Barito mencapai mencapai 733 ribu m2 kubik yang diendapkan di pelabuhan pelabuhan Banjarmasin, Kalimantan. Sedang sungai Mahakam, Kalimantan sedimentasinya mencapai 2,2 juta m2 kubik.
Tinnginya sedimentasi ini mengakibatkan upaya pengerukan di pantai-pantai, terutama yang berfungsi untuk pelabuhan jadi membutuhkan dana besar. Contohnya, pengerukan di pelabuhan Tanjung Perak , Surabaya sampai sepanjang 25.000 meter, pelabuhan Belawan, Medan mencapai 13.500 meter, Palembang 28.000 meter, Banjarmasin 15.000 meter, Samarinda 20.000 meter, Pontianak 11.250 meter, Jambi 17.000 meter, Sampit 27.000 meter dan pelabuhan Pulai Pisa 19.000 meter. Akibat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai di Indonesia ini disamping juga adanya erosi, tak kurang dari 124 pantai di Indonesia akhirnya mengalami kerusakan.
Pantai di Aceh, contohnya tak kurang dari 34 pantainya mengalami kerusakan. Selain karena sedimentasi, juga karena adanya pemukiman, pariwisata dan pembukaan tambak. Di Jawa Barat, pantai yang mengalami erosi mencapai 28 pantai. Sedang DKI Jakarta, tak kurang 8 pantai yang mengalami erosi. Memang, erosi pantai tak semata-mata karena sedimentasi. Namun, sedimentasi sungai mempunyai pengaruh besar terhadap erosi pantai. Keadaan ini sebenarnya amat memprihatinkan. Sayang, pemerintah kita kurang peduli terhadap peristiwa ini. Pemda DKI saja sanggup untuk merenovasi Patung “Selamat datang” di bundaran HI dalam rangka menyambut HUT DKI bulan ini dengan biaya tak kurang dari 14 miliar. Namun, sayang tak ada dana untuk mejernihkan sungai Ciliwung yang coklat kelam ataupun kanal-kanal lainnya di pinggiran Jakarta yang tak lagi cokelat, tapi telah hitam kelam , bahkan. Mungkin bau tak sedap Ciliwung tak sempat terhirup para pejabat, hingga kurang dirasa perlu untuk membuatnya jernih kembali.
Banjir di Cirebon Akibat Sedimentasi Sungai Cisanggarung
SUMBER, (PRLM).- Sering terjadinya banjir di wilayah Kabupaten Cirebon bagian timur selama ini, dipastikan akibat dari endapan lumpur yang cukup tinggi di alur Sungai Cisanggarung yang melintasi daerah tersebut. Namun, hingga saat ini pemerintah melalui dinas terkait belum melaksanakan pengerukan di sungai yag berhulu di Kabupaten Kuningan tersebut.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengelolaan Sumber Daya Air (PU-PSDA) Kab. Cirebon, Achsanudin Adhi, salah satu penyebab bencana banjir di sejumlah kecamatan yang ada di wilayah bagian timur Kab. Cirebon itu yang sering terjadi yaitu karena sudah tingginya sedimentasi di Sungai Cisanggarung maupun anak-anak dari sungai tersebut. Untuk melakukan normalisasi (pengerukan-red) secara total agar tidak terjadi banjir, tentunya diperlukan anggaran yang sangat besar.
"Akibat pengendapan lumpur yang setiap tahunnya mencapai 50 cm, sungai tidak mampu menahan debit air yang meningkat pada saat musim hujan sehingga air pun gampang meluap dan bisa menjebol tanggul sungai," kata Adhi, Senin (22/3).
Diakui Adhi, banjir yag terjadi belum lama ini mengakibatkan tanggul sungai di yang melintasi Desa Cilengkrang, Kecamatan Pasaleman, jebol memanjang hampir sepanjang 500 meter. Sementara di Desa Tawangsari, Kecamatan Losari, tanggul yang jebol jauh lebih parah, yakni mencapai hampir 3 km.
PU PSDA Kab. Cirebon sebetulnya telah melakukan koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS-CC) untuk memperbaiki infrastruktur irigasi yang rusak tersebut, namun, karena bukan kewenangannya, dan membutuhkan anggaran yang sangat besar hingga belum terealisasi.
Disebutkan, saat ini hampir 60 persen sarana irigasi di Kabupaten Cirebon kondisinya sudah rusak. Dengan adanya anggaran yang hanya Rp 12 miliar, Adhi mengaku kesulitan untuk melakukan rehabilitasi, pemeliharaan maupun melakukan penanggulangan darurat pada sekitar 60 KM saluran irigasi yang ada di Kab. Cirebon. (A-146/das)