Kamis, 15 September 2011

Stratigrafi

PETROLOGI BATUPASIR

dan

TEKTONIK SEDIMENTASI

Pengertian Batupasir

Batupasir adalah salah satu jenis material atau batuan sedimen klastik yang secara dominan tersusun atas material yang berukuran pasir (1/16 – 2 mm; Pettijohn, 1987). Menurut Picard, 1971 dalam Sam Boggs, 1992, dikatakan batupasir, bila batuan tersebut sedikitnya mengandung 75 % material berukuran pasir sedangkan sisanya berupa material berukuran lempung atau lanau atau campuran keduanya.

Pengenalan terhadap sifat fisik batupasir akan mempermudah dalam menginterpretasi bagaimana tektonik sedimentasinya. Sifat fisik utama dalam batupasir adalah komposisi mineral, tekstur dan struktur. Komposisi mineral dalam batupasir berpengaruh terhadap penamaan batupasir yang selanjutnya digunakan untuk menginterpretasi provenance dan tektonik sedimentasinya. Komposisi yang menyusun batupasir cukup bervariasi, namun hanya mineral-mineral tertentu saja yang umum dan banyak dijumpai pada batupasir yaitu mineral kuarsa, feldspar dan fragmen batuan. Kelimpahannya dalam batupasir akan tergantung pada ketiga faktor utama, yaitu satu pada faktor ketersediaan suatu mineral dalam batuan asalnya, yang kedua pada ketahanan mineral terhadap proses mekanik, dan yang ketiga pada ketahanan mineral terhadap proses kimia.

Komposisi batupasir menurut Dickinson & Suczek, 1979 dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan asal sedimentasi, proses-proses sedimentasi yang berlangsung secara alami dalam cekungan pengendapan dan proses-proses yang berlangsung dari provenance menuju basin. Hubungan provenance dan basin ditentukan oleh plate tektonic yang akan mengontrol penyebaran tipe batupasir yang berbeda.

Petrologi Batupasir dan Tektonik Sedimentasi

Hubungan antara komponen batupasir dengan provenance dan tektonik sedimentasi dapat dilihat pada diagram triangular yang dibuat oleh Dickinson & Suczek, 1979. Dickinson & Suczek membagi provenance batupasir kedalam tiga kelompok utama, yaitu continental block, magmatic arc, dan recycled orogen. Setiap provenance dibagi menjadi subprovenance yang dibedakan berdasarkan asal detritus yang dihasilkan serta cekungan tempat detritus diendapkan. Ketiga provenance itu adalah :

  1. Continental Block

Lingkungan ini menghasilkan detritus yang berasal dari daerah non orogenic atau dari craton yang stabil dan dari daerah yang mengalami pengangkatan secara lokal, umumnya basement yang tersesarkan. Continental block ini dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu craton interior dan uplifted basement yang masing-masing mencirikan batupasir yang berbeda-beda.

Secara umum batupasir yang dihasilkan pada continental block ini adalah jenis batupasir kuarsa (quartz arenit). Adanya fragmen batuan pada daerah ini dapat mencerminkan bahwa basement batuan bukan saja dari granit/gneiss tetapi mungkin juga dari batuan metamorf.

  1. Craton interior

Batupasir pada daerah ini berasal dari shield yang terekspos dan hasil siklus ulang (recycled) dari pergantian plateform yang terakumulasi ke plateform itu sendiri disepanjang batas kontinental yang terangkat pada shelf atau slope. Material craton yang stabil berasal dari basement gneiss/granite yang tersingkap (mineral kuarsa dan potasium feldspar cukup melimpah dibandingkan fledspar plagioklas). Karena relief pada craton relatif landai sehingga proses sedimentasi (transportasi dan abrasi) ditempat itu menuju cekungan pengendapan berlangsung relatif lama, sehingga memungkinkan terjadinya seleksi komposisi butiran.

Pada kondisi ini hanya material yang resisten yang banyak hadir pada tempat pengendapan terakhir, misalnya kuarsa. Akibat abrasi yang relatif lama dihasilkan kuarsa dengan butiran yang memiliki sortasi baik, ukuran butir relatif seragam, rounded, serta kandungan lempung sedikit. Sementara itu feldspar dijumpai lebih sedikit dibandingkan kuarsa. Dengan kata lain batupasir pada daerah ini memiliki tingkat maturity dari mature supermature.

  1. Uplift basement

Pada daerah ini batupasir yang dihasilkan berasal dari kontinental basement rock yang tersesarkan, terangkat, tererosi dan terakumulasi dekat cekungan. Dimana proses transportasi ditempat itu tidak intensif. Karena adanya pengakatan basement dihasilkan relief yang cukup tinggi sehingga proses transportasi dan abrasi berlangsung lebih cepat dari cratonic interior, maka proses pemilahan kurang berlangsung dengan baik, oleh sebab itu feldspar dan kuarsa dapat dijumpai dalam jumlah yang sama dan bercampur dengan fragmen batuan dengan butiran tidak membulat baik, sortasi jelek, dijumpai matrik dari pelapukan feldspar. Batupasir pada daerah ini mempunyai tingkat maturity dari submature – mature.




Continental block provenance

  1. Magmatic Arc

Daerah ini berasosiasi dengan zona tumbukan. Detritus yang dihasilkan berasal dari arc orogen yang terserosi membentuk tipe batupasir volkanik yang kaya lithik dan menghasilkan banyak detritus feldspar/kuarsa yang berasal dari plutonik. Di beberapa tempat detritus-detritus dari magmatic arc ini bercampur pada daerah forearc basin dengan debris dari komplek subduksi.

Penyebaran sedimen dari magmatic arc

  1. Recycled Orogen

Batuan sumber merupakan daratan yang terangkat akibat pensesaran dan perlipatan lapisan sedimen/metasedimen yang telah mengalami siklus ulang. Daerah ini berasosiasi dengan zona lempeng konvergen yang mengasilkan tektonik aktif yaitu collision dan subduction. Recycled orogen dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu subduction compleks, collision orogen, dan foreland uplift.

  1. Subduction compleks

Subduction compleks tersusun dari ophiolit yang terubah dan material oceanic lainnya membentuk struktur yang tinggi sepanjang trench-slope break, chert melimpah bersama-sama dengan butiran kuarsa dan feldspar. Struktur yang tinggi ini muncul sebagai sumber sediment arc yang menghasilkan batuan bervariasi dari greenschist, chert, argilit, graywacke, dan beberapa batugamping. Sedimen yang berasal dari sturktur yang tinggi ini kemudian terangkut menuju forearc basin atau ke dalam palung yang nantinya akan tergabung ke dalam komplek subduksi. Batupasir yang mungkin dihasilkan adalah jenis subarkose.

  1. Collision orogen

Orogen ini terbentuk akibat tumbukan kerak benua dengan kerak benua yang dicirikan oleh fragmen batuan sedimen dan metasedimen. Batupasir yang terbentuk tersusun dari batuan intermediet, perbandingan kuarsa dengan feldspar cukup tinggi, lithik fragmen dari sedimen dan metasedimen melimpah. Beberapa jenis batupasir kuarsa menunjukkan debris craton yang mengalami siklus ulang. Batupasir dengan kandungan feldspar tinggi kemungkinan berasal dari terranes batuan beku yang terangkat (terranes uplift). Batupasir dengan kandungan chert yang tinggi mungkin berasal dari melange terranes.

Recycled orogen provenance

  1. Foreland uplift

Foreland faultthrust belt membentuk highland dimana sedimen langsung berbatasan dengan foreland basin. Pasir yang ada dicirikan oleh asosiasi kuarsa, chert, fragmen batuan sedimen yang diendapkan di foreland basin. Beberapa batupasir di foreland basin mengandung butiran detritus karbonat yang cukup tinggi hasil dari dolostone atau batugamping yang tersingkap.

Contoh Kasus

Salah satu contoh kasus yang akan dibahas mengenai komposisi batupasir dan hubungannya dengan provenance dan tektonic setting adalah Batupasir Nias. Batupasir Nias menunjukkan indikasi asal hasil siklus ulang tektonik daratan dari asal busur magmatik. Secara petrologi maupun tektonik, geologi Pulau Nias dapat menerangkan kondisi geologi daerah subduksi. Di Pulau Nias sendiri zona subduksi adalah berupa prisma akresi yang tersingkap diatas permukaan laut dan berlokasi pada posisi outer arc ridge (trench slope break) dari sistem arc sunda. Singkapan di Nias menampakan perselang-selingan slab-slab dan endapan slope basin. Urutan startigrafi satuan ini unik, lapisan diatas lebih tua daripada lapisan dibawahnya. Fenomena ini terjadi secara normal oleh tektonik subduksi, bukan karena lipatan membalik atau overturned. Selain itu, tersingkap pula satuan batuan khas melange, sehingga dengan melihat Nias bed bias terlihat bentuk prisma akresi secara lengkap.

Pulau Nias dari waktu ke waktu mengalami pengangkatan. Hal ini terjadi karena adanya desakan lempeng samudera. Slab prisma akresi yang terbentuk berada dibawah slap yang sudah terbentuk sebelumnya, sehingga diperoleh urutan stratigrafi yang semakin muda ke arah bawah. Selama pengangkatan, terjadi pergeseran antar slab membentuk slope baru. Jaraknya semakin jauh dari garis penunjaman dan semakin besar ukurannya.

Di sebelah barat sumatera, bukti-bukti zona subduksi itu terlihat di Nias. Secara stratigrafi, batuan di pulau ini dipisahkan menjadi dua satuan. Pertama endapan lereng trench (trench slope) yang tersusun oleh batupasir yang berasal dari siklus ulang tektonik daratan. Kedua endapan trench (melange tektonic atau batupasir melange) yang disusun oleh blok-blok tektonik yang bercampur dan terjebakdalam matriks dalam ukuran halus yang tergerus.




Cross section yang menunjukkan hubungan trench dengan arc pada Sunda Trench sepanjang Pulau Nias hingga Sumatra

Penjelasan

  • Batupasir pada endapan lereng trench mempunyai sortasi menegah sampai baik, menunjukan poroitas yang tinggi. Butiran kuarsa dan feldspar umumnya subangular sampai subrounded. Semen berupa spary kalsit, dengan kelimpahan semen silika dan phyllosilicate sedikit. Komposisi terdiri dari butiran karbonat dan fargmen cangkang, sponge spikule dan radiolaria yang berlaku sebagai miscellaneous. Butiran quartoze adalah komponen yang utama pada batupasir slope. Kuarsa polikristalin menyusun kira-kira 6,5 % dari total butiran quartoze. Fragmen sedimen melimpah sedangkan fragmen metamorf umumnya sedikit. Potasium feldpsar dominan pada batupasir ini.
  • Batupasir melange (kompleks oyo) mempunyai sortasi yang jelek, dengan jumlah butiran ( >0,03 mm) rata-rata 91,5 % dan matriks semen rata-rata 8,5 %. Butiran kuarsa dan feldspar berbentuk angular sampai subangular, tetapi ada sejumlah kuarsa berbentuk subrounded sampai rounded. Fragmen litiknya subangular sampai subrounded. Matriksnya berupa bahan rombakan yang terkristalisasi. Antara matriks dan butiran seringkali sulit dibedakan karena tidak ada perbedaan yang mencolok dalam ukuran butiran dan karena butiran litik yang terdeformasi. Batupasir melange mempunyai semen berupa intergrowth antara serisit dan klorit. Semen silika kadang-kadang hadir tetapi semen karbonat tidak ada sama sekali.

Formasi dan Setting Tektoniknya.

  1. 1. Apa yang disebut dengan formasi ?
  2. 2. Bagaimana formasi ditentukan ?
  3. 3. Bagaimana kaitannya dengan locality type ?
  4. 4. Cari informasi mengenai nama formasi yang berbeda tapi identik dalam umur/karakter/…… !!
  5. 5. Bagaimana parameter yang dipakai, yang membedakan namanya ?
  6. 6. Mengapa batas formasi dan batas umur dibedakan ?
  7. 7. Mengapa nama formasi yang berbeda namun sama dalam hal karakter dapat dihubungkan berdasarkan setting tektoniknya ?

Yang disebut dengan Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Sedangkan dalam buku berjudul : Principles Of Sedimentology And Stratigraphy (Sam Boggs, 1987), formasi didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat dikenali/diidentifikasi melalui karakter dan posisi stratigrafinya, lazimnya, tapi tidak selalu, tubuh batuannya berbentuk tabular, dan dapat dipetakan pada permukaan bumi dan dapat dilacak keberadaannya di permukaan. Formasi dapat terdiri atas satu tipe batuan, perulangan dari dua atau lebih tipe batuan, atau berupa percampuran beberapa jenis batuan yang sangat heterogen.

Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil ialah : Kelompok, formasi dan anggota.

Beberapa penjelasan mengenai penentuan formasi :

  • Formasi harus memiliki keseragaman atau ciri-ciri litologi yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau lebih
  • Formasi dapat tersingkap dipermukaan, berkelanjutan ke bawah permukaan atau seluruhnya di bawah permukaan
  • Formasi haruslah mempunyai nilai stratigrafi yang meliputi daerah cukup luas dan lazimnya dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000
  • Tebal suatu formasi berkisar antara kurang dari satu meter sampai beberapa ribu meter : oleh karena itu ketebalan bukanlah suatu syarat pembatasan formasi

Suatu lokasi tipe merupakan letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya satuan stratigrafi. Type locality ini berhubungan erat dalam penentuan nama formasi, artinya letak geografis atau nama daerah dimana singkapan (batuan) ditemukan dapat menjadi dasar utama dalam penamaan formasi yang dapat dibedakan dengan keterdapatan singkapan (batuan) lain pada lokasi yang lain. Misalnya : Formasi Nanggulan yang berumur Eosen, mempunyai type locality dan sebaran geografis di desa Kalisongo dekat Nanggulan, sekitar 20 km sebelah barat Jogjakarta. Maksudnya bahwa singkapan (batuan) yang mewakili formasi Nanggulan secara spesifik dapat kita temukan di desa Kalisongo.

Untuk contoh, dapat diambil dari beberapa formasi yang terdapat di Cekungan Sumatra Utara dan dibandingkan dengan formasi yang terdapat di Jawa Timur Utara (lihat tabel korelasi stratigrafi Cekungan Sumatra Utara-Jawa Timur Utara). Misalnya Formasi Baong yang terdapat di Cekungan Sumatra Utara, formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulempung yang diendapkan dibawahnya, dari tabel dapat dilihat bahwa formasi ini berumur Miosen Tengah-Atas. Padanan dari formasi ini adalah Formasi Ngrayong pada Jawa Timur Utara yang juga tersusun oleh batupasir dan batulempung, formasi ini juga mempunyai umur Miosen Tengah-Atas. Kedua formasi ini memiliki susunan litologi dan umur batuan yang identik, tetapi berbeda dalam penamaan. Perbedaan nama kedua formasi ini hanya didasarkan pada lokasi dimana formasi tersebut ditemukan, atau dengan kata lain hanya dibedakan berdasarkan tempat dan tipe cekungan.

Hubungan dengan setting tektonik

Kesamaan dalam umur dan karakter batuan pada kedua formasi ini dapat dihubungkan dengan setting tektonik yang bekerja pada kedua cekungan tersebut. Secara Regional Indonesia, merupakan zona penunjaman antara lempeng kontinen Eurasia dengan lempeng Samudera Hindia, sehingga secara tektonik kedua cekungan ini merupakan back arc basin, sedangkan berdasarkan teori geosinklin maka kedua cekungan ini merupakan miogeosinklin yang merupakan zona yang dekat dengan craton dan bebas aktivitas vulkanik. Krumblein & Sloss (1963) menyatakan bahwa miogeosinklin adalah daerah tidak aktif dan tidak terdapat gunung api. Indikasi lain yang mendukung bahwa kedua cekungan ini merupakan miogeosinklin adalah terdapatnya batupasir yang bagus sebagai reservoar, karena mengalami preservasi yang baik

Barlian Yulianto dan Laksmi Sriwahyuni dalam makalahnya (Proceedings Diskusi Ilmiah VII, Lemigas, 1995) mengatakan bahwa Cekungan Sumatra Utara dan Jawa Timur Utara dapat dikelompokkan ke dalam sistem cekungan busur-belakang Sumatera – Jawa, yang dibatasi sebelah barat atau selatannya oleh busur magmatik berumur Kuarter dan paparan Sunda di sebelah Utara.

Batas formasi dan batas umur dibedakan karena batas umur ditentukan oleh keterdapatan fosil pada batuan, sehingga dapat saja pada satu formasi terdapat 2 macam fosil atau lebih yang berbeda sehingga harus dibedakan batasnya, untuk peraturan batas ini nantinya berhubungan dengan geokronologi. Selain itu penentuan batas umur juga ditentukan dengan cara menghitung waktu peluruhan dari unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan.

One Response so far.

  1. Unknown says:

    sangat membantu mas kalau boleh minta lampiran daftar pustakanya

Leave a Reply

 
 

Daftar Blog Saya

Blogger news