Kamis, 22 September 2011

DATUM GEODETIK

Datum Geodetik
DATUM GEODETIK

Datum geodetik adalah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi. Parameter-parameter ini selanjutnya digunakan untuk pendefinisian koordinat, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka bumi. Setiap negara menggunakan suatu sistem Datum Geodetik yang masing-masing ditetapkan menjadi dasar acuan pemetaan nasionalnya.

Banyak peta atau data geodesi yang dipunyai/dimiliki oleh satu negara dengan negara lainnya menggunakan datum yang berbeda, bahkan dalam satu negara pun yang terdiri dari pulau-pula, zaman dulu sebelum adanya tehnologi satelit yang pengukuran sudut-sudut antara titik-titik di bumi dalam suatu jaringan triangulasi atau jaringan sudut segitiga masih menggunakan model pengukuran secara optik yang jangkauan pengukurannya maksimum 60 km, tiap wilayah atau pulau menggunakan datum yang berbeda. Misalnya di negara kita sendiri di jaman pemerintah kolonial belanda, Untuk keperluan survey geodesi yang lebih luas, ada Datum Genuk di semarang Jawa Tengah, ada Datum Gunung Raya di Kalimantan Barat, ada Datum Serindung di Kalimantan Timur, ada Datum Monconglowe di Sulawesi Selatan, ada juga Datum di Maluku dan Datum di Papua. Dengan adanya datum yang terpisah-pisah atau berbeda-beda sebagai referensi, hal ini membuat sistem geografis menjadi terpisah/berbeda pula sehingga akan menyulitkan kita dalam membangun sistem informasi geografis dalam satu sistem atau terintegratif. (Sumber : http://www.slideshare.net/lailiaidi/sistem-proyeksi-peta-3144291).
Apalagi bila suatu negara-negara yang berbatasan wilayahnya dengan Datum Geodetik yang berbeda, dan masing-masing negara tersebut menggunakan dan mempertahankan Datum Geodetiknya dalam penentuan batas-batas antar negara, hal ini akan berakibat adanya perbedaan panjangan mencapai ratusan meter pada satu titik pengamatan yang sama. Sehingga diperlukan datum bersama dalam menentukan titik titik batas wilayah negara. Untuk menyamakan Datum Geodesi perlu suatu model transformasi berdasarkan transformasi koordinat bumi. Prinsip transformasi datum adalah pengamatan pada titik-titik yang sama atau disebut titik sekutu. Titik sekutu ini memiliki koordinat-koordinat dalam berbagai datum. Dari koordinat-koordinat ini dapat diketahui hubungan matematis antara datum yang bersangkutan. Selanjutnya titik titik yang lain dapat ditransformasikan. ( Sumber : "http://id.wikipedia.org/wiki/Datum_geodetik")

Sejarah Pemetaan di Indonesia dalam Menggunakan Datum Geodetik.

1. Sejak tahun 1870 (oleh Pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1870) sampai dengan tahun 1974, Datum Geodetik yang digunakan adalah Ellipsoid Bessel 1851 (a = 6.377.563 m, f = 1/299,3) dengan sisitem koordinat relatif dan posisi Ellipsoid bermacam-macam. Untuk Jawa, Nusa Tenggara dan Sumatera dipakai titik di gunung Genuk di sekitar Semarang sebagai titik awal sistem. Yang dinamakan Datum Genuk. Di Kalimantan ada 2 datum, yaitu Datum Gunung Raya di Kalimantan Barat dan Datum Serindung di Kalimantan Timur ( keduanya terpisah ), untuk Sulawesi dipakai Datum Monconglowe di Sulawesi Selatan, selain tiu juga ada beberapa datum di Maluku dan datum di Papua.

2. Dalam program pemetaan Dasar Nasional yang dimulai pada masa Repelita I ( 1960-1974 ) yang bertepatan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) pada tahun 1969, dan dimulainya progam penyatuan sistem referensi. Tujuan utamnya untuk membangun sistem informasi geografis yang integratif di Indonesia. Pada masa ini teknologi pun telah berkembang dengan munculnya penentuan posisi dengan satelit, yang pada waktu itu dinamakan sistem Satelit Doppler dari US Navy Navigation Satelite system ( NNSS ) sistim triangulasi yang dignakan pada masa sebelumnya telah ditinggalkan. Dengan teknologi ini, seluruh datum Indonesia yang terpisah telah disatukan dalam satu sistem, walupun pada waktu itu kita masih mengadopsi sistem relatif terhadap satu titik di muka bumi yang dipakai sebagai acuan.Kemudian Bakosurtanal memutuskan untuk memilih satu titik triangulasi di Padang sebagai titik awal sistem dan dinamakan Datum Padang. Selanjutnya Datu Padang ini dinamakan dengan nama baku yang terkait dengan tahun penetapannya yaitu Datum Indonesia 1974 ( Indonesia Datum, 1974 atau ID-74 ). Dalam datum tunggal ini Indonesia mengganti Ellipsoid Bessel 1841 dengan ellipsoid yan diadopsi secara internasional pada waktu itu, yaitu GRS 1967 ( Geodetic Reference System 1967 ). Denga nilai a = 6.378.160 m dan f = 1/298.25.

3. Ketika setelah berkembangnya GPS ( Global Positionng System ). Pada masa ini penentuan posisi yang lebih akurat dicapai setiap saat dan tepat. Agar peta-peta Indonesia tetap bisa digunakan, maka perlu mengubah datum yang digunakan dari ID-74 ke datum yang sesuai denga sistem GPS. Datum baru ini dinamakan Datum Geodesi Nasional Indonesia 1995 ( DGNI 1995 ) dengan Ellipsoid acuan WGS 1984 ( a = 6.378.137 m dan kegepengan f = 1/295.34 ) yang juga digunakan secara internasional serta sistem koordinat geosentrik. Datum ini mengadopsi sistem datum geodetik absolut dengan mengatur pusat Ellipsoid Referensi berimpit dengan pusat massa bumi dan tidak digunakan lagi Datum Padang ( yang merupakan datum relatif ) seperti pada masa sebelumnya. ( Sumber : http://www.slideshare.net/lailiaidi/sistem-proyeksi-peta-3144291 , Sistem Proyeksi Peta oleh : Arief Cahyadi ).











Category: teknik

Sejarah Kerangka Geodetik Nasional
Filed under: geodesi, teknik by titikcerah — 11 Comments
November 2, 2010
Kegiatan perpetaan di Indonesia telah dimulai sejak zaman pra-kemerdekaan hingga akhir tahun 90. kegiatan perpetaan ini meliputi pembuatan jaring kerangka geodetik nasional menggunakan jaring utama triangulasi. Jaring triangulasi dibentuk di setiap pulau-pulau utama Indonesia. Selain itu, kegiatan perpetaan lainnya adlah pembuatan peta dasar topografi nasional yang dilakukan oleh BAKOSURTANAL pada tahun 1980.
Pada mulanya kegiatan penentuan posisi, pembuatan titik kerangka geodetik dan perpetaan dilakukan oleh badan Topografi Belanda (Netherland Service of the Netherland East Indies). Pengurusan perpetaan dikoordinasikan oleh badang milik Belanda dikarenakan negara Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda. Selang masih dalam masa penjajahan, terjadilah Perang Dunia II dampaknya pun ikut berimbas kedalam kondisi perpolitikan di Indonesia. Sebagai dampak, bergantilah badan kepengurasaan perpetaan di Indonesia, yaitu Badan Topografi Tentara Indonesia (Topographical Service of the Army of the republic of Indonesia).
Pada tahun 1960, setelah kemerdakaan Indonesia berlangsung, Presiden Republik Indonesia embentuk Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, BAKOSURTANAL. BAKOSURTANAL bertugas menjadi badan utama dalam kegiatan survey sumber daya alam dan perpetaan batas negara. Selain itu, BAKOSRUTANAL juga bertanggungjawab dalam pembuatan peta dasar rupa bumi nasional termasuk rupa bumi di bawah laut, pembuatan jaring kontrol geodetik , survey pulau-pulau terluar batas negara , dan pengkoordinasian survei hidrografi dan nautical charting.
Kerangka Dasar Horizontal
Pemetaan di Indonesia telah dimulai sejak 100 tahun yang lalu.Pulau Jawa dimana merupakan pulau terpadat penduduknya diutamakan dalam pembuatan jaring triangulasi. Pembuatan jaring triangulasi di pulau Jawa dimulai dari tahun 1862 dan selesai pada tahun 1880. Dalam jaring triangulasi diperlukan titik reprsentasi triangulasi (initial point) yang kemudian akan dijadikan patokan dalam komputasi data triangulasi. Di pulau Jawa, intial point diletakkan pada titik triangulasi P.520 yang terletak di Gunung Genuk, Jawa Tengah.
Dilakukan pengamatan Lintang Astronomik dan Azimuth Astronomik dari titik tersebut ke suatu acuan yang hasilnya didefinisikan sebagai Lintang Geodetik dan Azimuth Geodetik. Bujur Geodetik itu sendiri didefinisikan dari Bujur astronomis pada titik triangulasi P.126 di Jakarta. Penentuan bujur astronomis ditarik berdasarkan acuan yang telah ada, yaitu dengan referensi bujur astronomis titik P.126.
Bujur astronomis titik P.520 ditentukan dengan cara perhitungan triangulasi (tiangulation computation) dari bujur astronomis titik P.126 .
Koordinat geodetik titik P.520, Gunung Genuk, Jawa Tengah adalah ;
Lintang : 6˚ 26’ 53.4” S
Bujur : 110˚ 55’ 02.05” BT
Setelah itu jaring triangulasi diperpanjang ke Sumatera. Sampai pada tahun 1931 terbentuk 3 sistem geodetik di Sumatera, yaitu ; Sumatera Barat Sistem, Sumatera Timur Sistem dan Sumatera Selatan Sistem yang dihitung berdasarkan kerangka Bessel. Setiap sistem tersebut memiliki orientasi dan basis masing-masing maka dari itu diputuskan pada tahun 1931 dilakukan perhitungan triangulasi kedua, tidak hanya untuk Pulau Sumatera, tetapi juga Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Untuk itu ditentukan beberapa stasiun Laplace dan diukur beberapa garis dasar (Schepers & Schulte, 1931). Koordinatnya dihitung dalam Sistem Genuk tetapi perhitungan tersebut belum sepenuhny selesai karena terbentur dengan adanya Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II berakhir, pengukuran dilanjutkan kembali, pada tahun 1960 pengukuran triangulasi diperpanjang ke Flores di Pulau Nusa Tenggara (Soenarjo, 1962).


Pembuatan kerangka geodetik di Sumatera diperluas ke pulau-pulau sekitarnya. jaring utama triangulasi di Pulau Bangka dimulai pada tahun 1917. Jaring traingulasi disambungkan oleh titik triangulasi di Riau dan Lingga ke Sistem Malayan pada akhir tahun 1938 (Schepers, 1939).
Sekitar 30 tahun setelah itu, 1970, Kalimantan Barat mulai dipetakan. Jaring Triangulasi yang dibentukan menggunakan kerangka Bessel 1841. Gunung Serindung dipilih sebagai intial point berada di Utara Singkawang (Hadi, 1975). Sebagai dampak Perang Dunia ke-2 banyak titik triangulasi rusak. Penentuan titik koordinat yang dibentuk dari kerangka geodetik semakin sulit yang berakibat kepada sulitnya pemetaan Pulau Sumatera . Untuk keperluan itu maka ditentukanlah titik kontrol horizontral dengan teknik penggunaan satelit Doppler. Muncullah
kebijakan dari BAKOSURTANAL yaitu menerapkan Datum GRS-67 sebagai parameter dari Indonesia National Spheroid (INS) dan Stasiun Doppler di Padang sebagai initial point dari Sistem Geodetik baru yang dinamakan Sistem Padang yang selanjutnya dikenal dengan nama Datum Indonesia 1974, ID-1974 (Rais, 1979).
Pada datum Indonesia 1974 (ID-1974), initial point adalah Stasiun Doppler di Padang. Koordinat stasiun tersebut adalah ;
Lintang : 0˚ 56; 38.414” S
Bujur : 100˚ 22’ 08.804” BT
Tinggi : 3190 m diatas INS
Titik pusat INS ditranlasikan (digeser) dari pusat Sistem Doppler NWL-9D dengan nilai pergeseran tertentu. Pergeseran nilai tersebut dihasilkan dari pendefinisian INS dan nilai tangensial Elipsoid Sistem Doppler NWL-9D ke intial point. Nilai pergeserannya adalah ;
X = + 2.691 m
Y = – 14.757 m
Z = + 0.224 m
Sutisna (1982) menghitung triangulasi dari Sumatera dan Jawa dalam datum ID-1974 dengan GEM-8 sebagai geiode referensinya.
Dalam periode 1974 – 1982 telah terbentuk 378 Doppler station di seluruh kepulauan Indonesia. !5 stasiun di Sumatera, 87 stasiun di Kalimantan, 133 stasiun di Sulawesi, 9 stasiun di Nusa Tenggara dan 134 stasiun di Irian Jaya. Jumlah stasiun doppler di pulau Jawa baru selesai pada awal tahun 1984.
Kerangka Dasar Vertikal
Penentuan jaring ketinggian presisi di pulau Jawa dimulai pada tahun 1925. Panjang area pengukuran mencapai 4500 km yang berada di seluruh Jawa Barat dan jawa Tengah dengan total jumlah titik yaitu 2038 titik tinggi. jaring ini terikat ke Datum Ketinggian Muka Laut di tanjung Priok, Jakarta yang penentuannya diasarkan kepada pengamatan pasut (pasang-surut) selama tahun 1926
Selain jaring kerangka tersebut, masih terdapat beberapa jaring kerangka vertikal yang bersifat lokal lainnya. Tidak ada penyatuan di setiap kerangkanya, beberapa mengacu pada tinggi muka laut tahunan (mean yearly sea level), beberapa mengacu pada rata-rata ketinggian maksimum atau minimum saat pasang (mean high or mean low tides), bahkan ada yang mengacu pada ketinggian maksimum dan ketinggian minimum saat pasang (highest high tide or lowest low tide) dengan berbagai macam akurasinya.


Sama halnya dengan kerangka dasar horizontal, kerangka ketinggian pun terkena dampak Perang Dunia II, hilangnya Benchmarks dalam jumlah besar. Hilangnya Bechmarks mengakibatkan hilangnya orientasi posisi suatu tempat, baik ke arah horizontal maupun vertikal. Relasi antara satu lokal sistem dengan lokal sistem lainnya pun tidak diketahui sehingga pada tahun 1980, BAKOSURTANAL memulai pengukuran ulang ketinggian presisi (precise levelling) Jaring kerangka Vertikal di Pulau Jawa yang kemudian selesai pada tahun 1985. Penentuan jaring kerangka vertikal di Sumatera pun dilakukan. Perencanaan pengukuran jaring ketinggian di pulau ini ditunjukkan di Figure 3




Jenis datum geodetik menurut luas areanya :
• Datum lokal adalah datum geodesi yang paling sesuai dengan bentuk geoid pada daerah yang tidak terlalu luas. Contoh datum lokal di Indonesia antara lain : datum Genoek, datum Monconglowe, DI 74 (Datum Indonesia 1974), dan DGN 95 (Datum Geodetik Indonesia 1995).
• Datum regional adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang bentuknya paling sesuai dengan bentuk permukaan geoid untuk area yang relatif lebih luas dari datum lokal. Datum regional biasanya digunakan bersama oleh negara yang berdekatan hingga negara yang terletak dalam satu benua. Contoh datum regional antara lain : datum indian dan datum NAD (North-American Datum) 1983 yang merupakan datum untuk negara-negara yang terletak di benua Amerika bagian utara, Eurepean Datum 1989 digunakan oleh negara negara yang terletak di benua eropa, dan Australian Geodetic Datum 1998 digunakan oleh negara negara yang terletak di benua australia.
• Datum global adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang sesuai dengan bentuk geoid seluruh permukaaan bumi. Karena masalah penggunaan datum yang berbeda pada negara yang berdekatan maupun karena perkembangan teknologi penentuan posisi yang mengalami kemajuan pesat, maka penggunaan datum mengarah pada datum global. Datum datum global yang pertama adalah WGS 60, WGS66, WGS 72, awal tahun 1984 dimulai penggunaan datum WGS 84, dan ITRF.

Leave a Reply

 
 

Daftar Blog Saya

Blogger news