Bangunan biologi seperti karang-karang, tumpukan cangkang dan karpet mikroba diciptakan di dalam tempat yang tidak ada transportasi material. Sama halnya, pengendapan mineral evaporit di dalam danau, laguna dan di sepanjang garis pantai yang tidak melibatkan semua pergerakan zat particulate (substansi yang terdiri dari partikel-partikel). Namun bagaimanapun, hampir semua endapan sedimen lainnya diciptakan oleh transportasi material.
Pergerakan material kemungkinan murni disebabkan oleh gravitasi, tapi yang lebih umum adalah karena hasil dari aliran air, udara, es atau campuran padat (dense mixtures) sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi menghasilkan berkembangnya struktur sedimen, beberapa struktur sedimen berkaitan dengan pembentukan bentuk lapisan (bedform) dalam aliran sedangkan yang lain adalah erosi. Struktur sedimen ini terawetkan dalam batuan dan menyediakan rekaman proses yang terjadi pada waktu pengendapannya. Jika proses fisik terjadinya struktur ini di dalam lingkungan modern dapat diketahui, dan jika batuan sedimen diinterpretasikan berdasarkan kesamaan prosesnya, maka mungkin untuk mengetahui lingkungan pengendapannya.
Di dalam bab ini, dibahas proses fisika utama yang terdapat di dalam lingkungan pengendapan. Sifat alami endapan dihasilkan dari proses-proses ini dan akan diperkenalkan struktur sedimen utama yang terbentuk oleh interaksi media aliran dan detritus. Banyak fitur-fiitur ini terdapat pada lingkungan sedimen yang berbeda-beda dan harus dipikirkan di konteks lingkungan mana fitur-fitur ini terbentuk..
4.1 Media Transportasi
GRAVITASI
Kasus paling sederhana mengenai transportasi sedimen yang tidak signifikan melibatkan media di sekitarnya adalah jatuhan partikel dari tebing atau lereng akibat gravitasi. Jatuhan batuan (rock falls) menghasilkan gundukan sedimen di dasar lereng, biasanya secara umum terdiri dari debris kasar yang kemudian tidak mengalami proses sedimentasi kembali (rework).
Akumulasi ini terlihat sebagai scree (akumulasi debris batuan di dasar tebing, bukit, atau lereng gunung, sering membentuk timbunan) di sepanjang sisi-sisi lembah di daerah pegunungan. Akumulasi ini membentuk kerucut talus (talus cone) dengan suatu permukaan pada sudut diam (angle of rest) kerikil, sudut maksimum dimana material akan tetap stabil dan klastik tidak akan jatuh menuruni lereng. Sudut ini bervariasi dengan bentuk dan distribusi ukuran butir, tetapi biasanya antara 30 dan 35 derajat dari bidang horizontal. Endapan scree berada di daerah pegunungan (6.6.1) dan terkadang di sepanjang pantai: endapan ini jarang terawetkan di dalam rekaman stratigrafi.
AIR
Transportasi partikel di dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi yang paling signifikan. Air mengalir di permukaan lahan di dalam channel dan sebagai aliran permukaan (overland flow). Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan kilometer sebelum terendapkan sebagai sedimen. Mekanisme air yang menggerakkan material ini akan dibahas di bawah.
UDARA
Setelah air, udara adalah media transportasi terpenting. Angin berhembus di atas lahan mengangkat debu dan pasir kemudian membawanya sampai jarak yang jauh. Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari udara. Seperti yang akan kita lihat di bagian 4.2.6, perbedaan densitas antara media dan klastik berpengaruh terhadap keefektifan media dalam menggerakkan sedimen.
ES
Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang panjang es bergerak melintasi permukaan lahan, meskipun sangat lambat. Es adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan sejumlah besar debris klastik. Pergerakan detritus oleh es penting pada daerah di dalam dan di sekitar tudung es kutub dan daerah pegunungan dengan gletser semipermanen atau permanen (7.2, 7.3). Volume material yang digerakkan es sangat besar ketika meluasnya es (glaciation).
SEDIMEN PADAT (DENSE SEDIMENT) DAN CAMPURAN AIR (WATER MIXTURES)
Ketika ada sedimen berkonsentrasi tinggi di dalam air, campurannya akan membentuk aliran debris (4.6.1), yang dapat kita pikirkan seperti campuran larutan air dengan material yang tidak dapat terlarut (slurry) yang kekentalannya serupa dengan beton basah. Campuran padat ini digerakkan oleh gravitasi di permukaan lahan maupun di bawah air, perilakunya berbeda bila dibandingkan dengan sedimen yang tersebar di dalam tubuh air. Campuran yang lebih encer juga mungkin digerakkan oleh gravitasi di dalam air sebagai arus turbidit (4.6.2). Mekanisme aliran yang digerakkan gravitasi ini adalah mekanisme penting dalam mentransportasikan material kasar hingga ke samudra dalam.
4.2 Perilaku Fluida dan Partikel di dalam Fluida
Perkenalan singkat mengenai dinamika fluida, perilaku gerakan fluida, dibahas di bab ini untuk memberikan dasar-dasar pemahaman fisika untuk membahas transportasi sedimen dan pembentukan struktur sedimen di bagian selanjutnya. Untuk penjelasan yang lebih menyeluruh mengenai dinamika fluida tersedia di dalam Leeder (1982), J.R.L. Allen (1985, 1994) dan P.A. Allen (1997).
4.2.1 Aliran Laminar dan Turbulen
Gerakan fluida dapat terbagi ke dalam dua cara yang berbeda. Dalam aliran laminar, semua molekul-molekul di dalam fluida bergerak saling sejajar terhadap yang lain dalam arah transportasi. Dalam fluida yang heterogen hampir tidak ada terjadinya pencampuran selama aliran laminar. Dalam aliran turbulen, molekul-molekul di dalam fluida bergerak pada semua arah tapi dengan jaring pergerakan dalam arah transportasi. Fluida heterogen sepenuhnya tercampur dalam aliran turbulen.
Perbedaan antara gerakan laminar dan turbulen pertama kali didokumentasikan oleh O. Reynold diakhir abad ke-19. Dia melaksanakan percobaan pada aliran yang melalui tabung, dan tercatat bahwa plot tingkat aliran terhadap tekanan menurun antara saluran masuk dan saluran keluar, tidak menghasilkan grafik garis lurus. Besarnya tekanan yang hilang pada tingkat aliran tinggi dapat dihubungkan dengan naiknya gesekan antara partikel dalam aliran turbulen. Percobaan dengan benang (thread) yang dicelupkan di dalam tabung menunjukkan bahwa garis aliran sejajar pada tingkat aliran rendah, tapi pada kecepatan yang lebih tinggi benang berantakan karena fluida tercampur akibat gerakan turbulen (Gambar 4.1).
Parameter aliran ini disebut angka Reynold (Re). Nilai (tanpa dimensi atau satuan) yang menunjukkan aliran laminar atau turbulen. Angka Reynold diperoleh dari hubungan faktor-faktor sebagai berikut: kecepatan aliran (u), rasio densitas fluida dan viskositas fluida (v, viskositas kinematik fluida) dan ‘karakter panjang atau jarak’ (l, diameter pipa atau kedalaman aliran di dalam channel terbuka). Persamaan angka Reynold tersebut didefinisikan sebagai berikut :
Re = ul / v
Aliran fluida di dalam pipa dan channel ditemukan laminar ketika angka Reynoldnya rendah (kurang dari 500) dan turbulen pada nilai yang lebih tinggi (lebih besar dari 2000). Dengan meningkatnya kecepatan, aliran akan menjadi turbulen dan di dalam fluida terdapat peralihan dari laminar menuju turbulen. Fluida dengan viskositas kinematik yang rendah, seperti udara, mengalir turbulen pada kecepatan rendah, jadi semua aliran angin alamiah yang dapat membawa partikel dalam suspensi adalah aliran turbulen. Air hanya mengalir laminar pada kecepatan yang rendah atau kedalaman air yang sangat dangkal, jadi aliran turbulen sangat umum pada proses transportasi dan pengendapan sedimen di air (aqueous). Aliran laminasi terjadi pada beberapa aliran debris, pergerakan es dan aliran lava, dan semua yang memiliki viskositas kinematik yang lebih besar dari air.
.
Gambar 4.1 Aliran fluida turbulen dan laminar
Hampir semua aliran di dalam air dan udara yang membawa volume sedimen dalam jumlah yang signifikan adalah aliran turbulen. Perilaku partikel di dalam aliran ini akan dibahas sekarang.
4.2.2 Transportasi Partikel di dalam Fluida
Partikel semua ukuran digerakkan di dalam fluida oleh salah satu dari tiga mekanisme (Gambar 4.2). Pertama, partikel dapat bergerak menggelinding (rolling) di dasar aliran udara atau air tanpa kehilangan kontak dengan permukaan dasar. Kedua, partikel dapat bergerak dalam serangkaian lompatan, secara periode meninggalkan permukaan dasar dan terbawa dengan jarak yang pendek di dalam tubuh fluida sebelum kembali ke dasar lagi; ini dikenal sebagai saltasi (saltation). Terakhir, turbulensi di dalam aliran dapat menghasilkan gerakan yang cukup untuk menjaga partikel bergerak terus di dalam fluida; dikenal sebagai suspensi (suspension).
Ada sejumlah faktor yang mengontrol gerakan partikel di dalam fluida turbulen. Pertama, karena kecepatan aliran meningkat, energi kinetik di dalam fluida menjadi lebih besar sehingga mengangkat partikel dari permukaan dasar dan menggerakkan secara saltasi. Kedua, turbulensi yang meningkat juga menyediakan gaya yang cukup kuat untuk menjaga partikel tetap tersuspensi. Ketiga, partikel dengan massa yang lebih besar memerlukan energi lebih untuk terangkat dan tersaltasi dan menjaga partikel agar tetap tersuspensi. Terakhir, partikel dengan luas permukaan relatif lebih besar dari massanya (contoh, mineral berbentuk lempengan / ‘platy’ seperti mika) memiliki kecepatan pengendapan yang lebih rendah (perlu waktu lebih lama untuk tenggelam) dan dapat tetap (permanen atau sementara) tersuspensi dengan lebih mudah.
Gambar 4.2 Mekanisme transportasi partikel di dalam aliran: rolling dan saltasi (bedload); dan suspensi (suspended).
Pada kecepatan arus rendah hanya partikel halus (lempung) dan partikel berdensitas rendah yang tetap tersuspensi, dengan partikel berukuran pasir bergerak rolling dan beberapa tersaltasi. Pada tingkat aliran yang lebih tinggi semua lanau dan beberapa pasir dapat tetap tersuspensi, dengan butiran (granules) dan kerakal halus (fine pebble) tersaltasi dan material lebih kasar bergerak rolling.
Proses-proses ini secara esensial serupa baik di udara maupun di air, tapi di udara diperlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk menggerakkan partikel tertentu karena densitas dan viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan air (Tabel 4.1). Konsekuensi dari viskositas udara yang rendah adalah butiran yang tersaltasi mendaratkan efek bantalan (cushioning effect) medium fluida yang relatif sedikit, dan butir-butir mempunyai momentum yang cukup untuk menumbuk butir-butir ke dalam aliran yang mengalir bebas. Efek ini tidak begitu nyata di dalam air karena gesekan antara butir yang bergerak dan fluida energinya telah habis sebelum mendarat. Zat particulate (substansi yang terdiri dari partikel-partikel yang terpisah) yang terbawa oleh aliran biasanya diistilahkan bedload (partikel yang rolling dan tersaltasi) dan suspended load (material dalam suspensi), juga terkadang disebut sebagai washload (Gambar 4.2).
Tabel 4.1 Densitas dan viskositas media transportasi fluida
4.2.3 Partikel yang Masuk ke dalam Aliran
Tidak dengan seketika terlihat jelas mengapa partikel yang berada di dasar aliran (contoh, di dasar sungai) lakukan selain dari bergerak terseret (frictional drag). Gerakan terseret antara air yang mengalir dan objek di dalam aliran adalah mekanisme utama bagi material kasar tertransportasikan sebagai komponen rolling bedload. Beberapa partikel bergerak ke atas dari dasar aliran dan sementara waktu memasuki aliran sebelum terendapkan kembali ketika aliran menurun. Ini adalah partikel saltasi. Aliran tidak mampu mempertahankan butir-butir ini dalam suspensi karena butir ini jatuh ke bawah lagi, jadi apa yang pertama kali membuat butir-butir ini bergerak naik? Jawabannya terdapat pada efek Bernoulli, fenomena yang memperkenankan burung-burung dan pesawat terbang dapat terbang dan kapal pesiar dapat berlayar ‘dekat dengan angin’.
Efek Bernoulli sangat baik dijelaskan dengan membahas aliran fluida (udara, air atau semua media fluida) di dalam tabung yang salah satu sisinya menyempit (Gambar 4.3). Luas penampang melintang tabung di satu sisi lebih besar dari sisi lain, tapi untuk mempertahankan transportasi fluida agar tetap konstan di sepanjang tabung, jumlah yang sama harus mengalir di satu sisi dan keluar di sisi lain dengan periode waktu tertentu. Untuk memperoleh jumlah yang sama dari fluida, harus bergerak pada kecepatan yang lebih tinggi ketika melewati sisi yang sempit. Efek ini lazim dikenal orang yang memencet ujung selang air taman: air yang menyembur akan semakin cepat ketika ujung selang air sebagian ditutup.
Gambar 4.3 Efek Bernoulli diilustrasikan
oleh fluida yang melintasi tabung menyempit.
Hal selanjutnya yang dipertimbangkan adalah menjaga massa dan energi di sepanjang tabung. Variabel-variabel yang dilibatkan dapat dilihat dalam persamaan Bernoulli:
Energi total = ρgh + (ρu2 / 2) + P
dimana ρ adalah densitas fluida, u adalah kecepatan, g adalah percepatan gravitasi, h perbedaan ketinggian dan P adalah tekanan. Tiga istilah dalam persamaan ini adalah energi potensial (ρgh), energi kinetik (ρu2 / 2) dan energi tekanan (P). Persamaan ini dianggap tidak kehilangan energi karena efek gesekan, jadi dalam kenyataan hubungannya adalah sebagai berikut:
ρgh + (ρu2 / 2) + P + Eloss = konstanta
Energi potensial adalah konstanta karena tidak ada perbedaan ketinggian di antara tempat dimana fluida bergerak masuk dan keluar. Energi kinetik berubah-ubah sebagaimana kecepatan aliran meningkat atau menurun. Jika energi total dalam sistem terjaga, pasti ada beberapa perubahan dalam hal terakhir, energi tekanan. Energi tekanan dapat diartikan sebagai energi yang tersimpan ketika fluida terkompresi: fluida yang terkompresi (seperti dalam tromol gas terkompresi) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terkompresi.
Kembali ke aliran di dalam sisi tabung yang runcing, untuk keseimbangan persamaan Bernoulli, energi tekanan harus direduksi untuk mengkompensasikan kenaikan energi kinetik akibat penyempitan aliran di ujung akhir tabung. Artinya bahwa ada reduksi tekanan pada sisi akhir tabung yang menyempit.
Pindahkan ide ini ke aliran di dalam channel, klastik di dasar channel akan mereduksi penampang melintang aliran di atasnya. Kecepatan di atas klastik akan lebih besar daripada ke hulu dan ke hilirnya dan untuk menyeimbangkan persamaan Bernoulli harus ada reduksi tekanan di atas klastik. Reduksi tekanan ini menyediakan gaya angkat (lift force) temporer yang menggerakkan klastik di dasar aliran (Middleton & Southard 1978). Selanjutnya klastik sementara waktu naik ke dalam fluida yang bergerak sebelum jatuh ke dasar channel akibat gravitasi dalam sebuah peristiwa saltasi (Gambar 4.4).
4.2.4 Ukuran Butir dan Kecepatan Aliran
Kecepatan fluida dimana partikel akan naik ke dalam aliran dapat disebut sebagai kecepatan kritis. Jika gaya yang bekerja pada partikel di dalam aliran telah dibahas maka hubungan sederhana antara kecepatan kritis dan massa partikel dapat diperkirakan. Gaya seret (drag force) yang diperlukan untuk menggerakkan partikel di sepanjang aliran akan meningkat seiring massa, karena akan memerlukan gaya angkat untuk membawa partikel naik ke dalam aliran. Pada kecepatan sedang (moderate) butir pasir dapat tersaltasi, butiran bergerak rolling dan kerakal tetap tidak bergerak, tapi jika kecepatan meningkat gaya yang bekerja pada partikel-partikel ini bertambah dan pasir lebih halus mungkin tersuspensi, butiran tersaltasi, dan kerakal bergerak rolling. Hubungan linear sederhana seperti ini juga bekerja untuk material lebih kasar, tapi ketika ukuran butir halus terlibat maka akan semakin komplek.
Gambar 4.4 Gaya yang bekerja pada suatu butir di dalam aliran. (menurut Middleton & Southard 1978; Collinson & Thompson 1982).
Diagram Hjulström (Gambar 4.5) menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran air dan ukuran butir (Hjulström 1939). Ada dua garis utama pada grafik. Garis yang lebih rendah menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan partikel yang siap akan bergerak. Ini menunjukkan bahwa kerakal akan berhenti di sekitar 20-30 cm/s, butir pasir sedang pada 2-3 cm/s, dan partikel lempung ketika kecepatan aliran adalah secara efektif nol. Oleh karena itu ukuran butir partikel di dalam aliran dapat digunakan sebagai petunjuk kecepatan pada waktu pengendapan sedimen jika terendapkan sebagai partikel-partikel terisolasi. Garis kurva bagian atas menunjukkan kecepatan aliran yang diperlukan untuk mengerakkan partikel dari kondisi diam. Pada setengah bagian kanan grafik, garis ini sejajar dengan garis yang pertama tapi untuk ukuran butir tertentu diperlukan kecepatan yang lebih besar untuk memulai pergerakan daripada untuk menjaga partikel tetap bergerak. Pada sisi kiri diagram terdapat garis divergen yang tajam: secara intuisi, partikel lanau yang lebih kecil dan lempung memerlukan kecepatan yang lebih besar untuk menggerakkannya daripada pasir. Hal ini dapat dijelaskan melalui sifat mineral lempung yang akan mendominasi fraksi halus dalam sedimen. Mineral lempung bersifat kohesif (2.5.5) dan sekali terendapkan akan cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk naik ke dalam aliran daripada butir-butir pasir. Catat bahwa ada dua macam untuk material kohesif. Lumpur ‘tak terkonsolidasi’ (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi tetap merekat, material plastis. Lumpur ‘terkonsolidasi’ (consolidated mud) telah lebih banyak mengeluarkan air darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid). Dalam prakteknya, banyak endapan material lumpuran berada antara dua macam ini.
Gambar 4.5 Diagram Hjulström, menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan transportasi butir-butir lepas. Ketika butir telah terendapkan, diperlukan energi yang lebih tinggi untuk mulai menggerakkannya daripada menjaganya tetap bergerak ketika telah bergerak. Sifat kohesif partikel lempung mengartikan bahwa sedimen berbutir halus memerlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk mengerosi kembali sedimen ini ketika sedimen ini terendapkan, khususnya ketika terkompaksi. (dari Earth, edisi kedua oleh Frank Press dan Raymond Siever. 1974, 1978, dan 1986 oleh W.H. Freeman and Company).
Perilaku partikel halus dalam aliran, sebagaimana yang ditunjukkan oleh diagram Hjulström, memiliki konsekuensi penting untuk pengendapan dalam lingkungan pengendapan alami. Lempung dapat tererosi dalam semua kondisi kecuali air yang menggenang, tapi lumpur dapat terakumulasi dalam semua setting dimana aliran berhenti mengalir dengan waktu yang cukup untuk partikel lempung terendapkan: aliran yang kembali mengalir tidak akan menaikkan kembali endapan lempung kecuali kecepatannya relatif tinggi. Perselingan pengendapan lumpur dan pasir terlihat dalam lingkungan dimana alirannya sebentar-sebentar (intermittent), seperti setting tidal (11.2.4).
4.2.5 Variasi Ukuran Klastik : Graded Bedding
Jika kecepatan berubah selama suatu periode aliran, ukuran klastik yang terendapkan akan mencerminkan perubahan dalam kekuatan aliran. Aliran yang menurun dari 20 cm/s ke 1 cm/s akan diawali pengendapan pasir kasar tapi akan secara progresif mengendapkan pasir sedang dan halus akibat turunnya kecepatan. Lapisan pasir yang terbentuk dari penurunan aliran ini akan menunjukkan reduksi dalam ukuran butir dari kasar di dasarnya hingga halus di bagian atasnya. Pola perubahan ukuran klastik dalam suatu lapisan tunggal ini disebut sebagai gradasi normal (normal grading). Sebaliknya, peningkatan dalam kecepatan aliran seiring waktu mungkin menghasilkan peningkatan ukuran butir ke arah atas pada suatu lapisan, dikenal sebagai gradasi terbalik (reverse grading). Normal grading lebih umum karena banyak aliran alami yang dimulai dengan sentakan yang kuat diikuti oleh penurunan secara gradual kecepatan alirannya. Aliran yang secara gradual bertambah kecepatannya seiring waktu yang menghasilkan reverse grading jumlah frekuensinya sedikit. Material yang diendapkan dari air statis juga menampakkan gradasi, perhitungan hubungan antara ukuran butir dan kecepatan pengendapan dijelaskan dengan hukum Stoke. Partikel yang lebih besar memiliki kecepatan terminal yang besar dan terendapkan lebih cepat dari butir-butir yang lebih kecil (lihat Leeder 1982).
Gradasi dapat terjadi di variasi setting lingkungan yang bermacam-macam: normal grading adalah karakteristik penting dari banyak endapan arus turbidit (4.6.2) tapi mungkin juga hasil dari badai di paparan kontinen (14.3), limpah banjir di lingkungan fluvial (9.3) dan setting delta top (12.1.1).
Sangat berguna menggambarkan perbedaan antara gradasi yang ada di dalam suatu lapisan tunggal dan gradasi yang terdapat pada sejumlah lapisan. Suatu pola beberapa lapisan yang dimulai dengan ukuran klastik kasar di lapisan terendah dan material lebih halus di lapisan yang tertinggi disebut sebagai menghalus ke atas (fining-upward). Pola yang sebaliknya dengan lapisan terkasar di atas adalah rangkaian mengasar ke atas (corsening-upward) (Gambar 4.6). Catat bahwa mungkin ada keadaan dimana lapisan individual yang bergradasi normal tapi di dalam lapisan rangkaian coarsening-upward. Pengenalan dan interpretasi pola coarsening-upward dan fining-upward adalah penting dalam menganalisis lingkungan sedimen.
4.2.6 Densitas Fluida dan Ukuran Partikel
Gaya yang bekerja pada partikel adalah fungsi dari viskositas dan densitas media fluida seperti halnya massa partikel. Fluida berviskositas lebih tinggi menggunakan gaya seret dan angkat yang lebih besar untuk kecepatan aliran tertentu. Dua fluida yang terpenting di permukaan bumi adalah air dan udara. Aliran air dapat mentransportasikan klastik sebesar bongkah pada kecepatan yang terekam dalam sungai, tapi bahkan pada badai dengan kekuatan angin yang sangat tinggi, partikel mineral dan batuan terbesar yang terbawa kemungkinan besar berukuran sekitar satu milimeter. Pembatasan ukuran partikel yang terbawa angin adalah satu kriteria yang mungkin digunakan untuk membedakan material yang diendapkan oleh air dari yang ditransportasikan dan diendapkan oleh angin (8.2). Fluida berviskositas lebih tinggi seperti es dan aliran debris (4.6.1) dapat mentransportasikan bongkah berukuran beberapa meter hingga puluhan meter panjangnya. Klastik besar mungkin terbawa di bagian teratas dari aliran laminar.
Gambar 4.6 Gradasi normal dan terbalik dalam lapisan tunggal; pola menghalus ke atas dan mengasar ke atas dalam rangkaian lapisan.
4.3 Aliran, Sedimen dan Bentuk Lapisan (Bedform)
Bedform adalah fitur morfologi yang terbentuk oleh interaksi antara aliran dan sedimen pada suatu lapisan. Riak air (ripples) di pasir dalam aliran arus dan bukit pasir (sand dunes) di dalam gurun adalah contoh bedform, yang pertama dihasilkan dari aliran di dalam air, dan yang kedua dari aliran udara. Untuk menjelaskan bagaimana bedform ini terbentuk dan mengapa tipe bedform berbeda diperlukan ringkasan dinamika fluida.
Kehadiran gaya gesekan di dalam aliran telah dicatat ketika membahas persamaan Bernoulli (4.2.3). Gesekan terbesar pada tepi-tepi aliran-sebagai contoh, di dasar aliran di dalam channel dimana pusaran perputaran (eddies) aliran turbulen berinteraksi dengan batas yang padat (solid). Sejumlah lapisan di dalam fluida dapat dikenali (Gambar 4.7). Pada batas terdapat lapisan serapan (adsorbed layer) dimana partikel fluida terikat (attached) ke permukaan padat (solid surface); ketebalannya hanya beberapa molekul. Selanjutnya terdapat lapisan batas (boundary layer), zona yang menunjukkan gradien kecepatan aliran dari nol di adsorbed layer sampai kecepatan aliran rata-rata di dalam aliran bebas (free stream), bagian aliran tidak terpengaruh oleh efek batas (boundary effects). Di dalam boundary layer terdapat viscous sub-layer, daerah yang biasanya berupa fraksi dengan ketebalan satu milimeter dimana gaya rekat (viscous forces) penting pada kecepatan rendah.
Hubungan antara ketebalan viscous sub-layer dan ukuran butir di atas aliran menggambarkan sifat arus. Jika semua partikel berada di dalam viscous sub-layer maka permukaan hidroliknya lembut (smooth). Jika ada partikel yang terbangun ke atas (tingginya) melewati lapisan ini maka permukaan alirannya kasar (rough). Di dalam aliran air (aqueous) yang melebihi kecepatan kritis yang diperlukan untuk menggerakkan sedimen, permukaan aliran selalu kasar jika diameter butir melebihi 0,6 mm. Kepentingan dari ini akan terlihat ketika hubungan antara ukuran butir dan tipe bedform didiskusikan di bawah.
Gambar 4.7 Lapisan-lapisan di dalam suatu aliran dan kekasaran permukaan aliran: suatu lapisan tipis adsorbed layer dimana tidak ada pergerakan fluida, viscous sub-layer dan boundary layer di dalam aliran.
Bedform di dalam aliran baik di udara maupaun di air dibahas bersama di sisa bagian ini. Terdapat banyak kesamaan bentuk dan proses antara perilaku pasir di dalam aliran air dan di dalam arus angin, tapi ada juga beberapa fitur yang unik untuk aeolian bedform. Proses pengendapan dan struktur sedimen aeolian bedform dibahas lebih lanjut di bab 8.
4.3.1 Arus Riak (Current Ripples)
Ketika kecepatan aliran kritis untuk mengerakkan butir-butir pasir telah tercapai maka mulailah terjadi saltasi. Jika aliran melewati suatu lapisan pasir diamati terlihat bahwa butir-butir mulai tersusun dalam kelompok (clusters). Kelompok-kelompok ini tingginya hanya beberapa butir, tapi ketika telah terbentuk kelompok ini menciptakan tingkat-tingkat (steps) yang mempengaruhi aliran di dalam boundary layer. Aliran dapat divisualisasikan sebagai garis-aliran (streamline) di dalam fluida, garis imajiner yang menunjukkan arah aliran (Gambar 4.8). Streamline berada sejajar dengan dasar yang rata atau sisi-sisi pipa silindris, tapi jika terdapat ketidakteraturan (irregularity), seperti penanggaan (steps) di dasar karena akumulasi butir-butir, streamline berkumpul dan tingkat transportasi meningkat. Di bagian teratas dari steps, streamline terpisah dari permukaan dasar dan daerah pemisahan lapisan batas (boundary layer separation) terbentuk di antara titik pemisahan aliran (flow separation point) dan titik pengikatan aliran (flow attachment point) di hilirnya (Gambar 4.8). Di bawah streamline ini terdapat daerah yang disebut gelembung pemisahan (separation bubble) atau zona pemisahan (separation zone). Perluasan aliran di atas steps menghasilkan peningkatan tekanan (efek Bernoulli, 4,2,3) dan tingkat transportasi sedimen tereduksi, menghasilkan pengendapan di atas sisi bawah angin (lee side) dari steps.
Current ripples (Gambar 4.9 & 4.10) adalah bedform kecil yang terbentuk oleh efek boundary layer separation di atas lapisan pasir. Kelompok kecil butir-butir dengan cepat membentuk puncak (crest) dari ripples dan pemisahan terjadi dekat titik ini (Allen 1968). Butir-butir pasir bergerak rolling dan tersaltasi ke puncak di sisi hulu atau stoos side dari ripples. Longsoran butir-butir ke arah hilir atau lee side dari ripples ketika butir-butir yang terakumulasi menjadi tidak stabil di puncak. Di dalam separation bubble ada pusaran lemah ( suatu roller vortex: Gambar 4.8). Butir-butir yang longsor di atas lee slope cenderung untuk berhenti pada sudut yang dekat dengan sudut lereng kritis maksimum, untuk pasir sekitar 30°. Pada flow attachment point ada peningkatan tekanan (stress) di atas lapisan yang menghasilkan erosi dan pembentukan gerusan (scour) kecil, lembah atau palung (trough) dari ripples.
Gambar 4.8 Aliran di atas suatu bedform:
streamline imajiner di dalam aliran menggambarkan
pemisahan aliran tepi bedform dan attachment
point dimana streamline bertemu permukaan bedform
dimana ada peningkatan turbulensi dan erosi.
Suatu pusaran pemisahan mungkin terbentuk di lee
dari bedform dan menghasilkan aliran counter-current
(reverse) minor.
Gambar 4.9 Current ripples dilihat dari atas,
dengan puncak-puncak yang lurus, sinus dan terisolasi.
CURRENT RIPPLES DAN LAMINASI SILANG SIUR (CROSS LAMINATION)
Migrasi ripples ke arah hilir selama pasir ditambahkan ke puncak dan menjadi semakin besar di atas lee slope. Hal ini menggerakkan puncak dan dari sini titik pemisahan (separation point) ke arah hilir. Efek dari ini untuk menggerakkan attachement point dan lembah ke arah hilir juga. Gerusan di dalam lembah dan di dasar stoss side menyuplai pasir yang menggerakkan lereng landai stoss side selanjutnya dan juga semua deretan lembah dan puncak dari ripples maju ke arah hilir. Pasir yang longsor di atas lee slope selama migrasi ini membentuk rangkaian lapisan-lapisan di sudut lereng. Lapisan ini tipis, lapisan berlereng (inclined layers) dari pasir disebut cross laminae; lapisan ini membentuk struktur sedimen yang disebut sebagai cross lamination (Gambar 4.11).
Ketika dilihat dari atas, current ripples menunjukkan variasi bentuk (Gambar 4.9). Memiliki bentuk puncak yang lurus sampai sinus (straight or sinous ripples) yang relatif berlanjut atau membentuk pola kurva yang tidak tersambung (unconnected arcuate) yang disebut linguoid ripples. Pusaran arus dan ketidakteraturannya tampaknya bertanggung jawab terhadap linguoid ripples yang lebih komplek. Puncak straight & linguoid ripples memberikan pola yang berbeda dari cross lamination dalam tiga dimensi. Straight ripples yang sempurna akan menghasilkan cross laminae dengan kemiringan (dipping) ke arah yang sama dan berada dalam bidang yang sama: ini adalah planar cross lamination. Sinous & linguoid ripples memiliki permukaan lee slope yang kurva, menghasilkan lamina dengan dip pada suatu sudut terhadap aliran ke arah hilir. Selama linguoid ripples bermigrasi curved cross laminae sebagian besar terbentuk dalam daerah rendah berbentuk-lembah (trough-shaped) di antara bentuk ripples yang berdekatan, menghasilkan trough cross lamination (Gambar 4.11).
Gambar 4.10 Current ripples terbentuk dalam pasir di estuaria: medan pandang sekitar 1 m.
PENCIPTAAN DAN PENGAWETAN CROSS LAMINATION
Current ripples bermigrasi oleh perpindahan pasir dari stoss side dan pengendapan di atas lee slope. Jika ada sejumlah pasir yang tersedia, ripples akan bermigrasi di atas permukaan sebagai bentuk ripples sederhana, dengan erosi di dalam lembah menyeimbangi penambahan puncak. Bentuk starved ripples ini terawetkan jika tertutupi oleh lumpur. Di dalam suatu keadaan dimana ada penambahan pasir dan arus membawa dan mengendapkan partikel pasir, jumlah pasir yang diendapkan di atas lee slope akan lebih besar daripada yang dipindahkan dari stoss side. Akan ada penambahan pasir ke ripples dan akan tumbuh tinggi selama ripples bermigrasi. Hal terpenting, kedalaman gerusan di lembah tereduksi, menyisakan cross laminae yang tercipta oleh migrasi ripples yang lebih awal yang terawetkan. Dengan cara ini lapisan pasir cross lamination dihasilkan (Gambar 4.11).
Ketika tingkat penambahan pasirnya tinggi maka tidak akan ada perpindahan pasir dari stoss side dan tiap ripples akan memindahkan stoss side ke atas dan membentuk ripples ke arah depan. Ini disebut climbing ripples (Allen 1972) (Gambar 4.12). Ketika penambahan sedimen dari arus melampaui pergerakan bagian depan ripples, pengendapan akan terjadi di atas stoss side seperti halnya di atas lee side. Selanjutnya climbing ripples adalah petunjuk sedimentasi cepat, selama pembentukannya tergantung pada penambahan pasir ke dalam aliran, dengan tingkat yang sama atau lebih besar dari tingkat migrasi ripples ke arah hilir.
PEMBATAS PADA PEMBENTUKAN CURRENT RIPPLES
Pembentukan current ripples memerlukan kecepatan aliran sedang (moderate) di atas lapisan yang lembut secara hidrolik (lihat di atas). Current ripples hanya terbentuk dalam pasir yang dominan berukuran butir kurang dari 0,7 mm (tingkat pasir kasar) karena kekasaran lapisan diciptakan oleh pasir lebih kasar yang menghalangi skala-kecil boundary layer separation yang diperlukan untuk pembentukan ripples. Karena pembentukan ripples dikontrol oleh proses di dalam boundary layer dan tidak ada batasan kedalaman air dan current ripples mungkin terbentuk dalam air yang kedalamannya berkisar beberapa centimeter hingga kilometer. Hal ini sangat berbeda dengan subaqueous bedform yang lain (subaqueous dunes, sand waves, wave ripples) yang tergantung pada kedalaman air.
Gambar 4.11 Migrasi ripple berpuncak lurus dan dune bedform membentuk planar cross lamination dan planar cross bedding. Sinous atau isolated (or lunate) ripple dan dune bedform menghasilkan tough cross lamination dan trough cross bedding. (Menurut Tucker 1991).
Gambar 4.12 Climbing ripple cross lamination dihasilkan oleh pengendapan cepat dari aliran yang membawa sejumlah tinggi pasir. (Menurut Collinsn & Thompson 1982).
Current ripples bervariasi ketinggiannya dari 5 sampai 30 mm dan panjang gelombangnya (puncak ke puncak atau lembah ke lembah) berkisar 50 hingga 400 mm (Allen 1968). Panjang gelombang ripples kira-kira 1000 kali ukuran butir, meskipun hubungan ini tergantung pada variasinya. Penting untuk mencatat batas bagian atas dimensi current ripples dan menegaskan bahwa ripples tidak ‘tumbuh’ menjadi bedform yang lebih besar.
4.3.2 Bukit-Bukit (Dunes)
Lapisan-lapisan pasir di dalam lingkungan sungai, estuaria, pantai dan laut juga memiliki bedform yang jelas lebih besar daripada ripples. Bedform besar ini disebut dunes, meskipun istilah lain seperti, ‘megaripples’, ‘sand waves’ (lihat di bawah) dan ‘bars’ juga digunakan (lihat Leeder 1982; Collinson & Thompson 1982; J.R.L. Allen 1994; P.A. Allen 1997). Bukti bahwa bedform yang lebih besar ini bukan sekedar ripples besar berasal dari pengukuran tinggi dan panjang gelombang semua bedform (Gambar 4.13). Data yang jatuh ke dalam kelompok-kelompok yang tidak tumpang tindih, menunjukkan bahwa bedform ini terbentuk dari proses yang berbeda yang bukan bagian dari rangkaian kesatuan. Morfologi subaqueous dunes serupa dengan ripples: memiliki stoss side yang diawali dengan puncak dan longsoran pasir menuruni lee slope menuju lembah. Pemisahan aliran sekali lagi merupakan hal penting, dengan pusaran arus (roller vortex) yang berkembang di atas lee slope dan penggerusan terjadi pada titik pengikatan kembali (reattachment point) di dalam lembah. Selain itu, kesamaan dengan ripples tidak terlalu tampak, terdapat banyak variasi bentuk dan proses dalam subaqueous dunes.
DUNES DAN CROSS BEDDING
Migrasi subaqueous dunes menghasilkan konstruksi rangkaian lapisan berlereng (sloping layer) yang terbentuk oleh longsoran di atas lee slope, yang disebut sebagai cross beds. Pada kecepatan aliran rendah pusaran arus terbentuk lemah dan ada sedikit penggerusan pada reattachment point. Cross beds terbentuk hanya pada sudut diam (angle of rest) pasir, dan ketika terbangun ke arah luar menuju lembah, kontak dasarnya menyudut (angular). Bedform yang terbentuk pada kecepatan ini biasanya memiliki puncak bersinusitas rendah, jadi bentuk tiga dimensi struktur ini serupa dengan planar cross lamination. Ini adalah planar cross bedding, dan permukaan di dasar cross beds berbentuk datar dan dekat horizontal karena ketiadaan penggerusan di dalam lembah. Cross beds yang dibatasi oleh permukaan horizontal terkadang disebut sebagai tabular cross bedding (Gambar 4.11 & 4.14). Cross beds mungkin membentuk sudut tajam pada dasar lereng longsoran atau mungkin asimtot (tangential) terhadap horizontal (Gambar 4.15 & 4.16). Pada kecepatan aliran yang tinggi pusaran arusnya adalah fitur kuat yang menciptakan arus balik (counter-currents) pada dasar muka gelincir (slip face) yang mungkin cukup kuat untuk menghasilkan ripples (counter-flow ripples) yang memindahkan ujung (toe) dari lee slope dengan jarak yang dekat (Gambar 4.15).
BATASAN PADA PEMBENTUKAN DUNES
Dunes memiliki panjang gelombang yang berkisar dari 60 cm hingga ratusan meter dan tingginya dari 5 cm hingga lebih dari 10 m (Leeder 1982). Dunes yang terkecil lebih besar dari ripples yang terbesar. Dunes terbentuk dalam pasir halus hingga sangat kasar dan kerikil tapi tidak ditemukan dalam pasir sangat halus. Ada hubungan antara ketebalan boundary layer dan panjang gelombang dan tinggi dunes; di dalam aliran air di sungai, dll, boundary layer adalah kira-kira kedalaman aliran. Dengan meningkatnya kedalaman aliran dimensi ini biasanya akan menjadi lebih besar tapi sulit untuk menentukan hubungan ukuran-kedalaman dengan jelas (Alen 1970a). Sebagai konsekuensi kebergantungan kedalaman ini, subaqueous dunes umumnya ditemukan di dalam channel sungai, delta, estuaria, dan paparan dengan arus tidal yang kuat (lihat bab 9, 11, 12 dan 14).
Gambar 4.13 Grafik panjang gelombang dan ketinggian subaqueous ripple dan subaqueous dune bedform. (Menurut Collinson & Thompson 1982).
Efek lanjut aliran yang lebih kuat adalah penciptaan tanda lubang gerusan pada reattachment point. Longsoran lee slope maju menuju lembah gerusan ini, jadi dasar cross beds ditandai oleh permukaan erosi yang bergelombang. Puncak subaqueous dunes yang terbentuk dibawah kondisi ini akan sangat sinus atau akan pecah menjadi rangkaian bentuk linguoid dunes. Lembah cross bedding yang terbentuk oleh migrasi sinous subaqueous dunes biasanya memiliki kontak dasar yang asimtot dan batas bawah yang bergelombang.
Gambar 4.14 Planar cross bedding di dalam lapisan batupasir laut dangkal berumur Eosen, cekungan Bighorn, Wyoming, USA. Skala dalam inci (1 inch = 2,54 cm)
SAND WAVES
Survei paparan laut kontinen telah mengungkapkan kehadiran bedform linier besar dalam daerah pasiran lantai laut. Fitur ini memiliki panjang gelombang puluhan hingga ratusan meter dan mungkin melebihi 10 m tingginya. Puncaknya lurus sampai sinus sedang dan lembahnya tidak memiliki lubang gerusan yang terbentuk baik. Kehadiran subaqueous dunes di belakang beberapa sand waves ini menunjukkan bahwa mungkin keduanya berbeda, tapi ada begitu banyak tumpang tindih antara ukuran dan bentuk sand waves dan subaqueous dunes yang tidak mudah memisahkan keduanya. Sand wave ini biasanya memiliki tinggi 1 – 8 m dengan panjang gelombang 50 -300 m dan terdapat pada paparan dan estuaria yang dipengaruhi tidal. Karakteristik bedform yang terbentuk dalam lingkungan yang dipengaruhi tidal didiskusikan dalam bab 11.
Gambar 4.15 Tangential toe di dasar suatu set cross beds.
Counter-current ripples di ujung (toe) subaqueous dune
bedform yang terbentuk oleh aliran terlokalisir dalam
separation ‘bubble’.
Gambar 4.16 Cross bedding di dalam lapisan batupasir laut dangkal berumur Kapur, cekungan Morondava, bagian barat adagaskar.
BENTUK LAPISAN YANG TUMPANG TINDIH (SUPERIMPOSED BEDFORMS)
Gambar 4.17 menunjukkan ripples dan subaqueous dunes berdampingan dalam estuaria sungai. Ripples terbentuk dalam arus di atas stoss side dari dunes dan di dalam lembah, dimana komplek pusaran dapat memberikan kenaikan ke komplek pola ripples. Dalam kasus bedform di dalam lingkungan tidal, superimposed bedform mungkin suatu konsekuensi perubahan kekuatan aliran dan kedalaman aliran.
4.3.3 Cross Stratification, Cross Bedding dan Cross Lamination
Bermanfaat sekali meringkas istilah-istilah yang digunakan dalam konteks untuk menjamin konsistensi terminologi (Collinson & Thompson 1982). Cross stratification adalah semua lapisan dalam sedimen dan batuan sedimen yang berorientasi dengan sudut tertentu terhadap horizontal pengendapan. Strata berlereng (inclined strata) sangat umum terbentuk di dalam pasir dan kerikil oleh migrasi bedform. Ketika bedform bermigrasi, pasir diendapkan di atas lee slope dengan sudut sampai 30° dari horizontal, membentuk lapisan tipis pada sudut ini yang mungkin terawetkan jika ada jaring akumulasi. Jika bedform adalah ripples maka akan menghasilkan struktur yang disebut sebagai cross lamination. Ripples dibatasi ketinggian puncaknya sampai sekitar 3 cm, jadi lapisan cross lamination tidak melampaui ketebalan ini. Migrasi bedform yang lebih besar seperti dunes dan sand waves membentuk cross bedding yang ketebalannya mungkin mencapai puluhan centimeter hingga puluhan meter. Cross stratification adalah istilah yang lebih umum dan digunakan untuk stratifikasi berlereng yang dihasilkan oleh proses selain dari migrasi bedform-contoh, permukaan berlereng (inclined surface) yang terbentuk di atas tepi bagian dalam (inner bank) sungai oleh migrasi point bar (9.2.2). Istilah lain yang telah digunakan adalah ‘current bedding’, ‘festoon bedding’ dan ‘false bedding’, tapi sekarang ini tidak dipakai. Suatu unit tunggal material cross bedded disebut sebagai set, dan tumpukan set yang sama disebut sebagai co-set (Gambar 4.18).
Gambar 4.17 Ripple bedforms di sisi hulu dune bedform yang tersingkap di dalam suatu estuaria (Barmouth , Wales).
4.3.4 Plane Bedding dan Planar Lamination
Plane bedding adalah struktur tersederhana dari semua struktur sedimen. Ini adalah lapisan sederhana pasir yang terendapkan dari aliran untuk menghasilkan planar lamination. Suatu diagram stabilitas bedform (Gambar 4.19) memiliki dua daerah dimana plane beds bersifat stabil. Lower-stage plane beds terbentuk di dalam pasir ukuran butir kasar dan lebih dari itu (lebih dari 0,7 mm) ketika kecepatan kritis tercapai dan butir-butir mulai bergerak sepanjang permukaan lapisan. Ripples tidak terbentuk pada ukuran butir kasar karena permukaan lapisannya kasar (4.3) dan menghalangi terjadinya pemisahan aliran. Horizontal planar lamination yang dihasilkan di bawah kondisi keadaan ini cenderung kurang baik terbentuknya.
Gambar 4.18 Set dan co-set cross stratification. (Menurut Collinson & Thompson 1982).
Pada kecepatan aliran yang tinggi upper-stage plane beds terjadi dalam semua ukuran butir pasir menghasilkan planar lamination yang terbentuk baik dengan lamina yang biasanya dengan ketebalan 5-20 ukuran butir (Gambar 4.20). Permukaan lapisan juga ditandai punggungan (ridge) memanjang dengan tinggi beberapa diameter butir, terpisahkan oleh alur parit (furrow) yang berorientasi sejajar dengan arah aliran (Allen 1964a). Fitur ini disebut sebagai primary current lineation (sering disingkat pcl) dan ini adalah karakteristik upper-stage plane bedding. Primary current lineation terbentuk di atas lapisan sebagai hasil karakteristik aliran di dalam viscous sub-layer (4.3), pembentukan ‘ledakan’ (bursts) dan ‘sapuan’ (sweeps). Ketika aliran turbulen di atas permukaan yang lembut diperiksa secara detail terlihat bahwa ada ‘lintasan’ (streaking) yang sejajar dengan arah aliran. Aliran yang terdiri dari daerah dimana fluida ‘meledak’ (bursting) dari viscous sub-layer menuju boundary layer utama dan zona sejajar ‘sapuan’ (sweeps) fluida turun ke viscous sub-layer. Efek ini dengan cepat berakhir tapi pada batas lapisan efek ini menciptakan punggungan dan alur parit yang terlihat sebagai primary current lineation. Efek ini berkurang ketika permukaan lapisan kasar dan oleh karena itu tidak terbentuk baik dalam pasir lebih kasar.
Gambar 4.19 Diagram stabilitas bedform
menunjukkan bidang stabilitas dari
bedform yang berbeda-beda yang
terbentuk di dalam sedimen dengan
ukuran butir yang berbeda dan pada
kecepatan aliran yang berbeda.
(Menurut Harms et al. 1975;
Walker 1992b).
Gambar 4.20 Endapan batu pasir berlaminasi sejajar (parallel lamination) di dalam suatu lingkungan limpah banjir (overbank) (Kapur, Alexander Island, Antartica).
4.3.5 Aliran Cepat (Superctitical)
Aliran mungkin dapat tenang (tranquil), dengan permukaan air yang lembut, atau cepat (rapid), dengan permukaan yang tidak rata puncak dan lembah gelombangnya di dalam beberapa keadaan. Keadaan aliran ini dapat dinyatakan dalam parameter, angka Froude, yang berhubungan dengan kecepatan air yang dapat meneruskan atau mentransmisikan suatu gelombang melewati air. Dalam bentuk yang paling sederhana angka Froude dapat dianggap sebagai perbandingan kecepatan aliran dengan kecepatan gelombang di dalam aliran (Leeder 1982). Ketika nilainya kurang dari satu, suatu gelombang (terbentuk, contohnya, oleh kerakal yang terjatuh ke dalam air oleh angin di permukaan: 4.4) dapat menyebar ke hulu karena berjalan lebih cepat dari aliran. Ini adalah keadaan sub-critical flow atau tenang. Angka Froude yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa aliran terlalu cepat bagi gelombang untuk menyebar ke hulu dan alirannya cepat atau supercritical. Sebuah analogi dapat di buat antara aliran subcritical dan supercritical di dalam air dan pergerakan subsonic dan supersonic melewati air: maksud yang terakhir adalah gelombang suara yang berbeda bentuknya dengan gelombang air, tapi baik keduanya ada ambang permulaan (threshold) pergerakan lebih lambat dari gelombang dan pergerakan yang lebih cepat dari gelombang sehingga dapat menyebar. Dalam air ambang permulaan (threshold) ini beasosiasi dengan perubahan pada permukaan aliran yang disebut lompatan hidrolik (hydraulic jump) yang mungkin terkadang terlihat dalam arus sebagai pemecahan gelombang yang jelas di antara daerah aliran cepat dan tenang.
Dalam keadaan dimana angka Froude kurang lebih satu, untuk aliran dalam air di atas lapisan pasir, gelombang tegak lurus mungkin secara temporer terbentuk pada permukaan air sebelum semakin meninggi (steepening) dan kadang pecah ke arah ke hulu. Pasir di atas lapisan membentuk punggungan yang disebut sebagai antidunes (atau in-phase wave) dan ketika gelombang pecah penambahan pasir tejadi di sisi hulu antidunes. Bila ini terawetkan, antidunes cross bedding akan terlihat sebagai cross stratification yang miring (dipping) ke arah hulu. Bagaimanapun, pengawetan yang demikian itu jarang sekali terlihat hanya karena ketika kecepatan aliran menurun sedimen mengalami rework menjadi upper-stage plane beds oleh subcritical flow. Keterdapatan antidunes cross stratification yang terdokumentasikan baik diketahui dari endapan pyroclastic surge (16.3.4) dimana aliran kecepatan yang tinggi disertai oleh tingkat sedimentasi yang sangat tinggi (Schminke et al. 1975).
4.3.6 Diagram Stabilitas Bedform dan Rezim Aliran (Flow Regimes)
Hubungan antara ukuran butir sedimen dan kecepatan aliran diringkas dalam Gambar 4.19. Diagram stabilitas bedform ini menunjukkan kemungkinan besar bedform yang terbentuk pada ukuran butir dan kecepatan tertentu dan telah dikonstruksikan dari data percobaan (dimodifikasi dari Harm et al. 1975 dan Walker 1992b). Harus dicatat bahwa batas-batas antara bidang tidak jelas dan ada banyak tumpang tindih dimana salah satu atau kedua bentuk dua bedform yang mungkin stabil. Catat juga bahwa skalanya logaritma di kedua sumbunya. Tambahan untuk dasar stabilitas bedform, dua rezim aliran yang umum dikenali: lower flow regime dimana ripples, sand waves, dunes dan lower plane beds stabil; dan upper flow regime dimana plane beds dan antidunes terbentuk. Aliran dalam lower flow regime selalu subcritical dan perubahan ke aliran supercritical berada di dalam bidang antidunes.
4.4 Gelombang (Waves)
Waves dihasilkan dalam tubuh air oleh angin yang bekerja pada permukaan atau oleh input energi dari gempabumi, longsoran (landslide) atau fenomena yang serupa. Semua tubuh air, dari kolam hingga samudra, adalah subjek pembentukan gelombang yang dihasilkan oleh angin pada permukaan. Tinggi dan energi gelombang ditentukan oleh kekuatan angin dan fetch (permukaan air yang dilewati ketika gelombang dihasilkan dari hembusan angin. Waves yang dihasilkan dalam samudra terbuka dapat berjalan baik diluar daerah dimana waves terbentuk. Bentuk gelombang sederhana melibatkan pergerakan osilasi (oscillatory) permukaan air; tidak ada jaring pergerakan air horizontal. Bentuk gelombang bergerak melewati permukaan air dengan perilaku yang terlihat ketika kerakal dijatuhkan ke dalam air yang tenang. Ketika gelombang memasuki air yang sangat dangkal amplitudonya meningkat dan gelombang pecah, menciptakan pergerakan horizontal gelombang yang terlihat di pantai danau dan laut.
Gambar 4.21 Pembentukan wave ripples dalam sedimen yang dihasilkan oleh pergerakan osilasi di dalam kolom air berkaitan dengan wave ripples di atas permukaan air. Catat bahwa tidak ada sama sekali pergerakan lateral air, atau sedimen.
4.4.1 Pembentukan Wave Ripples
Pergerakan osilasi permukaan puncak dari tubuh air dihasilkan oleh gelombang yang menghasilkan jalan sirkuler bagi molekul air dalam lapisan puncak (Gambar 4.21). Pergerakan sirkuler ini kumpulan serangkaian sel-sel sirkuler di dalam air di bawah. Dengan meningkatnya kedalaman gesekan internal mereduksi pergerakan dan efek gelombang permukaan berakhir. Kedalaman dimana gelombang permukaan mempengaruhi tubuh air disebut wave base (11.3), Di dalam laut dangkal, dasar tubuh air berinteraksi dengan gelombang. Gesekan menyebabkan pergerakan sirkuler pada permukaan menjadi terubah ke dalam bentuk eliptical yang dasarnya merata menjadi osilasi horizontal. Osilasi horizontal ini mungkin menghasilkan wave ripples dalam sedimen.
Gambar 4.22 Bentuk wave ripple:
rolling grain ripples dihasilkan
ketika pergerakan osilasi hanya
mampu menggerakkan butir-butir
di permukaan lapisan; dan
vortex ripples terbentuk oleh
gelombang berenergi lebih tinggi
yang berhubungan dengan ukuran
butir sedimen.
Pada energi rendah rolling grain ripples terbentuk (Gambar 4.22) (Bagnold 1946). Kecepatan puncak pergerakan butir adalah pada titik tengah (mid-point) tiap osilasi, menurun hingga nol pada tepi-tepi. Butir-butir tersapu menjauh dari tengah dimana lembah terbentuk ke tepi-tepi dimana puncak ripples terbangun. Rolling grain ripples adalah dicirikan oleh lembah yang luas dan puncak yang tajam. Pada energi yang lebih tinggi butir-butir dapat terjaga sementara waktu dalam suspensi selama setiap osilasi. Vortex ripples ini (Gambar 4.22) (Bagnold 1946) memiliki puncak yang lebih membundar tapi sebaliknya simetri. Dimana gelombang bergerak menuju laut dangkal pergerakan ke depan dan ke belakang menjadi tak seimbang dan wave ripples asimetris mungkin terbentuk.
4.4.2 Karakteristik Wave Ripples
Dalam penampang melintang wave ripples umumnya simetri. Lamina di dalam tiap ripples miring (dip) ke dua arah dan saling tumpang tindih. Karakteristik ini terlihat dalam cross lamination yang dihasilkan oleh akumulasi sedimen yang dipengaruhi oleh gelombang (Gambar 4.23). Di lihat dari atas wave ripples memiliki puncak yang panjang , lurus hingga agak sinus yang mungkin robek atau terbagi dua cabang (bifurcate) (Gambar 4.24). Karakteristik ini mungkin terlihat pada bidang lapisan. Wave ripples dapat terbentuk dalam semua sedimen non-kohesif dan secara prinsip terlihat dalam lanau kasar dan semua ukuran pasir. Jika energi gelombang cukup tinggi wave ripples dapat terbentuk dalam material bergradasi kerikil (gravel) termasuk endapan butiran (granule) dan kerakal (pebble). Ripples kerikil ini memiliki panjang gelombang beberapa meter dan ketinggiannya puluhan centimeter.
4.4.3 Membedakan Wave dan Current Ripples
Dalam interpretasi paleoenvironment, sungguh kritis untuk untuk mengetahui apakah ripples yang terawetkan pada permukaan lapisan atau cross lamination di dalam lapisan terbentuk oleh aksi gelombang atau aliran arus. Keduanya dapat dibedakan di lapangan berdasarkan bentuk masing-masing. Di lihat dari atas wave ripples memiliki karakteristik yang dideskripsikan di bagian 4.4.2 sedangkan current ripples umumnya sangat sinus dan pecah menjadi pendek-pendek, puncaknya berbentuk kurva. Ketika dilihat dari samping, wave ripples asimetris dengan cross laminae miring (dipping) ke dua arah di kedua sisi puncak. Bedanya, current ripples berbentuk asimetris dengan cross laminae hanya miring (dipping) ke satu arah, satu-satunya pengecualian climbing ripples yang memiliki kemiringan (dipping) lamina asimetris yang jelas.
Gambar 4.23 Wave ripple cross lamination
di dalam sedimen berbutir halus
(Karbon, County Clare, Ireland).
Gambar 4.24 Wave ripples di dalam pasir yang tersingkap di pantai. Dihasilkan oleh hembusan angin di atas air dangkal yang tenang
4.5 Struktur Sedimen dalam Campuran Pasir-Lumpur (Sand-Mud Mixtures)
Pasir dan lumpur mungkin terendapkan dalam lingkungan yang bervariasi aktivitas arus atau gelombangnya atau suplai sedimennya berkaitan dengan kekuatan arus atau tenaga gelombang. Contoh, setting tidal (11.2) menampilkan perubahan reguler dalam energi dalam bagian-bagian yang berbeda dari siklus tidal, memperkenankan pasir tertransportasikan dan terendapkan pada tahap yang sama dan lumpur terendapkan dari suspensi. Hal ini mungkin mengawali perselingan sederhana lapisan pasir dan lumpur, tapi jika ripples terbentuk dalam pasir karena arus atau aktivitas gelombang yang kemudian menyusun struktur sedimen (Gambar 4.25) mungkin hasilnya tergantung pada perbandingan lumpur dan pasir. Flaser bedding dicirikan oleh lumpur tipis yang terisolasi diantara cross laminae pasir. Lenticular bedding disusun oleh ripples pasir yang terisolasi yang keseluruhannya dikelilingi oleh lumpur. Bentuk menengah tersusun dari perbandingan pasir dan lumpur yang kira-kira jumlahnya sama disebut wavy bedding (Reineck & Singh 1973).
Gambar 4.25 Campuran-campuran pasir dan lumpur dalam perbandingan yang berbeda-beda yang menghasilkan bentuk yang berbeda-beda, lenticular dan wavy bedding. (Menurut Reineck dan Singh 1973).
4.6 Aliran Massa (Mass Flows)
Campuran detritus dan fluida yang bergerak di bawah kontrol gravitasi oleh beberapa mekanisme fisika yang berbeda yang mungkin bekerja secara individual atau kombinasi. Tipe-tipe aliran ini dikenal secara kolektif sebagai aliran massa atau aliran gravitasi (gravity flow) (Middleton & Hampton 1973). Semuanya memerlukan lereng yang menyediakan energi potensial untuk menggerakkannya, tapi ketika aliran telah dimulai maka mungkin berlanjut dengan pengaruh momentumnya.
4.6.1 Aliran Debris
Aliran ini padat, campuran kental (viscous) sedimen dan air yang mana volume dan massa sedimen yang ada melebihi airnya (Leeder 1982). Air mungkin menyusun kurang dari 10 % aliran. Aliran padat, campuran kental jenis ini biasanya memiliki angka Reynold yang sangat rendah jadi kemungkinan besar alirannya adalah laminar (4.2.1). Dalam ketiadaan turbulen, tidak ada dinamika pemilahan material ke dalam ukuran-ukuran yang berbeda yang terjadi selama aliran dan menghasilkan endapan yang terpilah sangat buruk. Beberapa pemilahan mungkin berkembang oleh pengendapan yang lambat dan ada kemungkinan gradasi terbalik yang lokal yang dihasilkan oleh shear (gerusan, gerak pindah yang cepat) pada batas lapisan. Material semua ukuran dari lempung hingga bongkah besar mungkin saja ada.
Aliran debris terjadi di daratan, umumnya di dalam lingkungan kering dimana suplai air jarang, dan di dalam lingkungan laut (submarine) dimana transportasi material menuruni lereng kontinen (continental slope). Ketika aliran debris telah dimulai, kemiringan lereng yang diperlukan untuk mengatasi gesekan hanya sekitar 1 °. Pengendapan terjadi ketika gesekan internal menjadi terlalu besar dan aliran ‘membeku’. Tidak harus adanya perubahan ketebalan endapan dalam arah proximal hingga distal dan distribusi ukuran butir mungkin sama di seluruh endapan. Endapan aliran debris di daratan biasanya matrix-supported conglomerates, meskipun clast-supported deposit juga terjadi jika klastik besar jumlahnya relatif tinggi di dalam campuran sedimen. Terpilah buruk dan menunjukkan kemas yang kacau-maksudnya, biasanya tidak ada orientasi tertentu pada klastik-kecuali di dalam zona shearing yang mungkin terbentuk di dasar aliran. Klastik besar yang terbawa oleh aliran mungkin tetap berada di bagian teratas dari unit aliran dan menonjol keluar dari lapisan ketika terendapkan. Hal ini memberikan bentuk permukaan teratas yang tidak beraturan pada endapan aliran debris.
Ketika aliran debris berjalan melewati air, kemungkinan sebagiannya bercampur dengan air dan di bagian teratas aliran mungkin menjadi cair (dilute). Oleh karena itu bagian teratas dari aliran subaqueous debris dicirikan oleh gradasi semakin ke atas menjadi terpilah baik, sedimen bergradasi yang mungkin memiliki karakteristik arus turbidit (4.6.2). Lingkungan pengendapan dimana aliran debris terjadi adalah terutama pada kipas aluvial (8.4.2) dan aliran arus ephemeral (mengalir sementara waktu) (8.3.1) di dalam lingkungan kontinen. Di dalam lingkungan laut aliran debris ini terjadi pada lereng kontinen (continental slope) (15.2.3) dan bagian yang dekat dataran cekungan serta sekitar gunung laut volkanik dan kepulauan volkanik (16.4.4).
4.6.2 Arus Turbidit (Turbidity Currents)
Arus turbidit adalah campuran sedimen dan air dengan kepadatan kurang dari aliran debris dan memiliki angka Reynold yang lebih tinggi. Arus turbidit adalah campuran sedimen dan air yang bergerak di bawah kontrol gravitasi berkaitan dengan perbedaan densitas dengan media yang kurang padat yaitu air laut atau air tawar. Hampir semua arus turbidit diawali dengan gerak menuruni lereng yang menyediakan energi potensial, tapi pergerakan pada permukaan horizontal melewati jarak yang panjang juga mungkin dengan ketentuan bahwa perbedaan densitas terpelihara. Arus turbidit mungkin kehilangan densitasnya oleh pengendapan sedimen jika aliran dipenuhi (overloaded) sedimen, benar begitu bagi semua kasus kecuali arus turbidit yang paling cair (Allen 1997). Batas aliran arus turbidit tercapai ketika perbedaan densitas tidak cukup lama memelihara momentum dan berkurang kecepatannya hingga nol pada titik akhir (point end) aliran. Pemilahan terjadi di dalam aliran turbulen, memisahkan material lebih kasar yang terendapkan terlebih dulu dari yang lebih halus yang dapat terjaga dalam suspensi turbulen untuk waktu yang lebih lama. Turbidit (turbidites), endapan arus turbidit (Gambar 4.26), oleh karena itu hampir semua biasanya bergradasi (Middleton 1966).
Gambar 4.26 Fitur-fitur arus turbidit.
Secara detail, karakteristik internal turbidit menunjukkan lebih dari sekedar gradasi sederhana: pola tekstur dan struktur sedimen dalam endapan ini pertama kali dicatat oleh Bouma (1962) setelah itu karakteristik internal ini dinamai Bouma sequence. Endapan turbidit ideal mengandung lima divisi (‘a – e’) di dalam skema Bouma (Gambar 4.27), meskipun hampir semua turbidit tidak mengandung semua lima divisi ini.
DIVISI BOUMA ‘a’ (Ta)
Bagian terendah terdiri dari pemilahan yang buruk, pasir tanpa struktur. Hal ini dihubungkan dengan pengendapan dengan menurunnya kecepatan aliran dimana zona yang dekat dengan dasar memiliki hiperkonsentrasi dan turbulen tereduksi. Terdapat sedikit pemilahan dalam lapisan dasar (basal) ini dan tidak ada struktur sedimen yang terbentuk.
DIVISI BOUMA ‘b’ (Tb)
Laminasi pasir adalah karakteristik lapisan ini: ukuran butir biasanya lebih halus daripada dalam lapisan ‘a’ dan materialnya terpilah lebih baik. Lamina sejajar dihasilkan oleh pemisahan butir-butir dalam transport rezim aliran atas (upper flow regime) (4.3.6).
DIVISI BOUMA ‘c’ (Tc)
Laminasi pasir sedang hingga pasir halus, terkadang dengan climbing ripples lamination, membentuk divisi tengah Bouma sequence. Ripples terbentuk dalam pasir berbutir halus hingga sedang pada kecepatan aliran sedang (moderate) (Gambar 4.19) dan mewakili pereduksian kecepatan aliran dibandingkan dengan divisi ‘b’ dengan plane bedding-nya. Climbing ripples terbentuk dimana tingkat sedimentasi sebanding terhadap tingkat migrasi ripples, kondisi yang umumnya tercapai dalam arus turbidit dimuati sedimen (sediment-laden).
DIVISI BOUMA ‘d’ (Td)
Pasir halus dan lanau dalam lapisan ini adalah hasil penyusutan aliran arus turbidit. Lamina horizontal mungkin terjadi berkaitan dengan pemisahan ukuran butir halus tapi laminasi umumnya kurang baik terbentuk daripada dalam lapisan ‘b’.
Gambar 4.27 Pola vertikal variasi ukuran butir dan struktur sedimen yang terbentuk di dalam turbidit bertipe butir sedang. Ini adalah Bouma sequence, terdiri dari lima divisi: a, b, c, d dan e. (Menurut Bouma 1962).
DIVISI BOUMA ‘e’ (Te)
Bagian teratas turbidit terdiri dari sedimen berbutir halus berukuran lanau dan lempung. Material ini terendapkan dari suspensi ketika arus turbidit berhenti mengalir. Bagian ini sering tidak dapat dibedakan dari sedimentasi ‘berlatarbelakang’ dari suspensi dalam tubuh air di sekelilingnya.
PERUBAHAN PROXIMAL HINGGA KE DISTAL DALAM ENDAPAN TURBIDIT
Ketika aliran arus turbidit melewati tubuh air, arus ini menjadi berkurang densitasnya karena pengendapan sedimen di dasarnya, hilangnya (dissipation) fluida padat dalam pusaran arus (vortices) pada kepala aliran (Gambar 4.26) dan masuknya beberapa fluida yang berasal dari sekelilingnya ke dalam aliran. Pereduksian densitas menyebabkan alian menurun kecepatannya, dan pada kecepatan yang lebih rendah kapasitas arus turbidit untuk membawa sedimen kasar dan padat tereduksi. Pada tipe ini hampir semua arus turbidit alirannya menyusut (Middleton & Hampton 1976), dengan meningkatnya jarak, endapan akan menjadi lebih halus karena material lebih kasar secara progresif terendapkan dari aliran (Lowe 1982; Stow 1994). Bagian yang lebih rendah Bouma Sequence hanya ada dalam bagian yang lebih proximal dari aliran. semakin ke arah distal divisi yang lebih rendah secara progresif semakin menghilang karena aliran hanya membawa sedimen yang lebih halus (Gambar 4.28) dan hanya bagian ‘c’ hingga ‘e’ atau mungkin saja hanya ‘d’ dan ‘e’ Bouma sequence yang terendapkan. Ketebalan satu endapan arus turbidit tunggal mungkin dari puluhan meter hingga beberapa milimeter.
Gambar 4.28 Perubahan dari proximal sampai distal di dalam endapan yang terbentuk oleh arus turbidit.
EROSI DI DALAM RANGKAIAN TURBIDIT
Struktur sedimen di atas dasar turbidit adalah hal umum. Aliran turbulen yang kuat menggerus hingga ke sedimen yang mendasarinya ketika aliran ini melintas di atasnya dan menghasilkan flute mark dan groove dan fitur erosi lainnya (4.8). Fitur ini petunjuk paleocurrent yang berguna di dalam endapan turbidit. Penggerusan mungkin cukup kuat untuk memindahkan keseluruhan bagian atas lapisan yang terendapkan sebelumnya, khususnya di bagian aliran yang lebih proximal dimana energi turbulennya merupakan yang tertinggi. Oleh karena itu kemungkinan ketiadaan divisi ‘d’ dan ‘e’ karena erosi ini. Sedimen yang tererosi mungkin tertransportasikan menjadi endapan yang menutupi sebagai klastik lumpur.
TURBIDIT BERKONSENTRASI TINGGI
Bouma sequence mencirikan beberapa turbidit, meskipun banyak endapan yang tidak pas atau sesuai dengan skema. Ini adalah lapisan pasir tak berstruktur yang agak terpilah buruk yang memiliki lapisan tipis lanau dan lumpur di bagian teratasnya. Dalam Bouma sequence, divisi ‘b’, ‘c’ dan terkadang ‘d’ hilang. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai endapan aliran turbidit yang mengandung jumlah sedimen yang lebih tinggi di dalam campuran (mixtures) daripada arus turbidit yang ‘normal’. Suatu divisi ditarik pada densitas 1,1 g/cm3 di antara turbidit berkonsentrasi rendah dan berkonsentrasi tinggi, meskipun ada gradasi di antara keduanya (Pickering et al.1989). Efek dari sedimen yang konsentrasinya lebih tinggi adalah bahwa turbulensinya kurang efektif pada pemisahan ukuran-ukuran butir. Hampir semua sedimen yang terbawa, terendapkan serentak sebagai campuran terpilah buruk, dengan hanya material tersuspensi yang lebih halus memisah pada puncak aliran (Lowe 1982).
KEJADIAN DAN KOMPOSISI TURBIDIT
Arus turbidit mungkin terdapat di dalam semua lingkungan dari danau di darat hingga samudra terdalam. Hampir semua arus turbidit umum terlihat dalam endapan danau dalam (deep lakes) (10.3.2) dan lingkungan laut dalam (deep marine) (15.2). Turbidit klastik terrigenous dengan tekstur lithic wackes (greywackes) adalah kemungkinan yang paling umum terlihat, tapi endapan turbidit mungkin memiliki kisaran yang luas dalam tekstur dan komposisi, termasuk turbidit karbonat di dalam cekungan yang diapit oleh paparan karbonat (carbonate shelves) (14.5). Proses turbidit juga penting dalam setting volkanik (16.4.3).
WAKTU DAN ARUS TURBIDIT
Arus turbidit adalah peristiwa aliran individual. Arus ini terjadi dengan periode waktu geologi yang sangat pendek, dengan hampir semua pengendapan terjadi dalam beberpa jam sampai beberapa hari. Faktanya, dalam konteks waktu geologi endapan turbidit berlangsung sejenak. Waktu yang diperlukan untuk lapisan tipis dari sedimen suspensi agar terendapkan di bagian teratas turbidit berlangsung lebih lama (bulanan hingga ratusan tahun).
4.6.3 Aliran Butir (Grain Flows)
Mekanisme transportasi massa dalam suatu longsoran material yang menuruni lereng curam adalah grain flow (Leeder 1982). Partikel-partikel terpisah di dalam media fluida oleh tubrukan yang berulang-ulang. Grain flow dengan segera cepat ‘membeku’ ketika energi kinetik partikel jatuh di bawah nilai kritis. Mekanisme ini yang paling efektif pada material terpilah baik yang jatuh akibat gravitasi, menuruni lereng curam seperti muka gelincir (slip face) dari aeolian dune atau subaqueous bedform. Grain flow bertipe gradasi terbalik (reverse graded). Grain flow mungkin terjadi pada sedimen yang lebih kasar dan berkombinasi dengan proses aliran massa yang lain di dalam setting subaqueous curam seperti foreset fan delta (12.3).
4.6.4 Liquefied Flowss
Ketika campuran sedimen dan air adalah subjek dari suatu getaran berenergi tinggi seperti goncangan seismik gempabumi, terjadilah likuifaksi (liquefaction). Dalam liquefied flow, semua endapan yang berbeda densitasnya di dalam lapisan campuran fluida-sedimen akan menghasilkan pergerakan ke atas dari material-material yang lebih ringan (Leeder 1982). Pipa vertikal tempat lolos atau keluarnya fluida membentuk ‘tiang-tiang’ (pillars) yang mengganggu pelapisan dalam sedimen hingga ‘remuk’ (dishes), dan sedimen mungkin bisa mencapai permukaan dan meletus sebagai gunungapi pasir (17.1.1).
4.7 Mudcracks
Sedimen kaya-lumpur bersifat kohesif (2.5.5) dan butir individunya cenderung melekat satu sama lain ketika sedimen mengering. Volume air berkurang dan kelompok mineral lempung bercerai berai, sehingga menyebabkan terbentuknya rekahan-rekahan di permukaan. Di bawah kondisi darat (subaerial) pola rekahan poligonal terbentuk ketika sedimen lumpuran mengering smpurna: ini adalah rekahan akibat pengeringan (desiccation cracks) (Gambar 4.29). Jarak (spacing) desiccation cracks tergantung pada ketebalan lapisan lumpur basah, dengan jarak yang lebih luas terjadi dalam endapan yang lebih tebal. Pada penampang melintang, desiccation cracks meruncing ke arah bawah dan tepi bagian atasnya dapat tergulung jika semua kelembaban dalam lumpur berhenti. Tepi-tepi desiccation cracks mudah digerakkan oleh arus yang datang kemudian dan mungkin terawetkan sebagai kepingan lumpur atau serpihan lumpur (mud-flakes) di dalam sedimen yang menutupi. Desiccation cracks sangat pasti terawetkan dalam batuan sedimen jika rekahan-rekahan tersebut terisi dengan lanau atau pasir yang terbawa air atau angin. Kehadiran desiccation cracks adalah petunjuk yang terpercaya bahwa singkapan tersebut adalah sedimen kondisi subaerial.
Synaeresis cracks adalah rekahan penyusutan dalam sedimen lempungan yang terbentuk di bawah air. Ketika lapisan lempung turun mengendap dan terkompaksi maka akan menyusut membentuk rekahan-rekahan tunggal di permukaan lumpur. Bedanya dengan desiccation cracks, synaeresis cracks tidak berbentuk poligonal tetapi sederhana, lurus atau sedikit kurva, rekahan meruncing. Rekahan susut subaqueous ini telah dibentuk melalui percobaan dan telah dilaporkan ditemukan dalam batuan sedimen, meskipun beberapa keterdapatan rekahan susut ini telah diinterpretasikan kembali sebagai desiccation cracks (Astin 1991). Baik desiccation cracks dan synaeresis cracks tidak terbentuk dari lanau atau pasir karena material kasar ini tidak kohesif.
Gambar 4.29 Dessication cracks yang terbentuk dalam endapan lumpur di dalam kolam kecil yang telah mengering.
4.8 Struktur Erosional Sedimen
Struktur sedimen yang dijelaskan dalam bagian terdahulu adalah terbentuk sebagai hasil transportasi dan pengendapan material. Aliran fluida di atas sedimen yang baru saja terendapkan dapat menghasilkan pemindahan sebagian atau lokal sedimen dari permukaan lapisan. Fitur-fitur yang membekas di atas permukaan lapisan disebut sebagai sole mark (tanda jejak) (Gambar 4.30). Fitur ini terawetkan dalam rekaman batuan ketika lapisan sedimen lain terendapkan di bagian teratasnya, meninggalkan fitur di atas bidang perlapisan. Sole mark mungkin dapat dibagi berdasarkan yang terbentuk sebagai hasil turbulensi di dalam air yang menyebabkan erosi (scour mark) dan jejak yang terbentuk oleh objek yang terbawa di dalam aliran air (tool mark). Fitur-fitur ini mungkin ditemukan dalam sejumlah lingkungan pengendapan tapi khususnya umum dalam rangkaian turbidit (4.6.2) dimana sole mark terawetkan sebagai cetakan di dasar dari turbidit yang menutupinya.
4.8.1 Scour Marks
Air turbulen yang mengalir di atas permukaan lapisan menghasilkan pusaran arus (eddies) lokal meskipun permukaan lapisan itu lembut dan datar. Pusaran arus turbulen ini mengerosi ke dalam lapisan dan menciptakan gerus erosional yang jelas yang disebut flute cast. Flute cast berbentuk asimetris pada penampang melintangnya, dengan satu tepi curam berhadapan dengan tepi yang lancip (Gambar 4.30). Dilihat dari atas flute cast lebih sempit di satu sisi dan di sisi lain melebar ke arah tepi yang lancip. Sisi curam dan sempit flute mark adalah tempat dimana pusaran arus mulai mengerosi lapisan dan kemudian melancip,tepi yang lebih lebar menandai lintasan pusaran ketika tersapu oleh arus. Oleh karena itu flute mark dapat digunakan sebagai petunjuk paleocurrent (5.4.1). Flute mark bervariasi ukurannya dari 5 hingga 50 cm panjangnya 1 hingga 20 cm lebarnya (Collinson & Thompson 1982). Dengan banyaknya sole mark, menjadi hal umum menemukan cetakan fitur yang terbentuk oleh pengisian depresi seperti halnya menemukan depresi itu sendiri (Gambar 4.31).
Suatu rintangan di atas permukaan lapisan seperti kerakal atau cangkang dapat menghasilkan pusaran arus yang menggerus lapisan (obstacle scour). Fitur linear di atas permukaan lapisan yang disebabkan oleh turbulensi adalah berbentuk punggungan (ridges) dan alur parit (furrows) yang memanjang jika pada skala milimeter atau gutter cast jika lembahnya memiliki lebar beberapa centimeter dan dalam, meluas hingga beberapa meter sepanjang permukaan lapisan.
4.8.2 Tool Marks
Suatu objek yang terbawa dalam aliran dan melewati lapisan dapat menciptakan tanda di atas permukaan lapisan. Grooves adalah tanda memanjang yang tajam yang tercipta oleh objek (tool) yang terseret sepanjang lapisan. Grooves adalah fitur yang tergambar tajam, berbeda dengan chevron yang terbentuk ketika sedimen masih sangat lunak. Objek yang tersaltasi (4.4.2) di dalam aliran mungkin menghasilkan tanda yang dikenal bervariasi sebagai prod, skip, atau bounce mark di titik dimana objek ini mendarat. Tanda-tanda ini sering terlihat dalam garis-garis di sepanjang bidang pelapisan. Bentuk dan ukuran tool marks ditentukan oleh bentuk objek yang menciptakannya dan fragmen berbentuk tak beraturan, seperti fosil, mungkin menghasilkan tanda yang khusus. Sifat alami tool sering tidak diketahui kecuali terawetkan pada akhir jalan, kadang terjadi.
Gambar 4.30 Sole marks di dasar aliran: gerusan-gerusan yang dihasilkan oleh pusaran aliran (flute marks) dan turbulensi di sekitar objek perintang (obstacle scours); dan tool marks yang terbentuk dari pergerakan objek di sepanjang permukaan lapisan (grooves) atau bersaltasi di atas permukaan (prod, skip, dan bounce marks).
Gambar 4.31 Flute marks di atas dasar lapisan
batupasir yang dihasilkan oleh gerusan ke dalam
lapisan batulumpur yang mendasarinya yang telah
terpindahkan,; mata pisau menunjukkan arah aliran.
4.8.3 Channel dan Slump Scars
Dapat ditarik perbedaan antara gerusan, yang berupa fitur skala kecil yang disebabkan oleh aliran turbulen di dalam aliran dan fitur yang lebih besar yaitu channel dan slump scar. Suatu channel mungkin dianggap sebagai depresi di atas lahan atau permukaan bawah laut yang keseluruhannya atau sebagiannya membatasi aliran. Channel adalah komponen fundamental lingkungan fluvial, delta, estuaria dan kipas bawah laut. Channel dalam semua setting ini jelas lebih besar dari gerusan yang terbentuk di atas permukaan lapisan yang di sebabkan oleh salah satu atau keduanya, yaitu confined flow (aliran yang dibatasi) (channelized) atau unconfined flow (contoh sheetfloods, overbank flow, turbidites).
Gambar 4.32 Slump scars yang dihasilkan oleh pergerakan massa material di atas permukaan yang gagal.
Slump scars (Gambar 4.32) terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan gravitasi dalam tumpukan sedimen. Ketika massa sedimen terendapkan di atas lereng maka massa ini akan mengalami beberapa peristiwa tidak stabil jika lerengnya curam. Jika massa sedimen ini menjadi subjek guncangan dari gempabumi atau penambahan muatan sedimen yang tiba-tiba di atas bagian tumpukan ini, kegagalan mungkin terjadi di permukaan di dalam tubuh sedimen ini. Hal ini mengawali pemerosotan (slumping) material. Permukaan yang ditinggalkan ketika material yang merosot ini bergerak adalah slump scar, yang terawetkan jika kemudian sedimentasi selanjutnya mengisi scar. Slump scar dapat dikenali dalam rekaman stratigrafi sebagai profil lembut dengan permukaan berbentuk sendok dalam tiga dimensi, dan bentangannya berkisar dari beberapa meter hingga ratusan meter. Slump scar umum dalam sikuen delta tapi mungkin juga terjadi di dalam semua material yang terendapkan di atas suatu lereng.
4.9 Struktur Sedimen dan Lingkungan Sedimen