“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS. 21:30)
Ayat ini merupakan ayat popular. Kerap dikutip orang saat menyatakan betapa pentingnya eksistensi air. Tidak satu pun makhluk hidup di dunia ini yang tidak butuh air. Bahkan komponen terbesar dalam tubuh manusia dan banyak makhluk lainnya adalah air.
Air merupakan nikmat yang tiada ternilai. Proses sebuah air hingga bisa dinikmati oleh manusia sering digambarkan oleh Allah Swt dalam ayatNya dengan skema yang tidak main-main. Negeri kering nan tandus, kemudian Allah Swt kumpulkan debit air dalam sebuah wadah terbang-bergerak bernama awan. Lalu awan tersebut ditiup dan digiring menuju negeri yang Dia Swt kehendaki. Maka atas izinNya hujan pun turun membawa ribuan ton debit air. Membasahi bumi… lalu setelah itu manusia menggunakannya untuk minum, mencuci, mandi, masak dan lain-lain. Duh andai saja manusia menyadari proses ini, pasti mereka wajib bersyukur.
“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. 56 : 68-70)
***
Seorang raja bernama Harun Ar Rasyid sedang dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah gurun pasir menunggangi unta. Bersamanya ada sebuah lelaki bijak sang penasehat raja bernama Ibnu As Samak. Perjalanan panjang di siang yang panas. Terik matahari membuat dehidrasi dan sang khalifah pun kehausan. Pada satu tempat yang teduh, Harun ar Rasyid menepi. Disuruhnya As Samak untuk menggelar tikar dan membawa minuman untuknya.
Ibnu Samak menggelar tikar untuk sang raja dan menuangkan segelas air untuknya. Saat gelas sudah terisi oleh air, lalu Ibnu As Samak berujar, “Khalifah…, dalam kondisi panas dan tenggorokan kehausan seperti ini, andaikata bila kau tidak dapatkan air untuk minum kecuali dengan harus mengeluarkan separuh kekayaanmu, sudikah engkau membayar dan mengeluarkannya? !” Hari terik dan panas mencekat kerongkongan, tanpa pikir panjang khalifah ar Rasyid menjawab, “Saya bersedia membayarnya seharga itu asal tidak mati kehausan!”
Maka usai mendengarnya, Ibnus Samak memberikan segelas air itu dan khalifah pun tidak lagi kehausan.
Ibnu Samak lalu duduk di sisi khalifah Harun. Sejurus kemudian Ibnu Samak melontarkan pertanyaan lagi, “Khalifah, andai air segelas yang kau minum tadi tidak keluar dari lambungmu selama beberapa hari tentulah amat sakit rasanya. Perut jadi gak keruan dan semua urusan jadi berantakan karenanya. Andai kata bila kau berobat demi mengeluarkan air itu dan harus menghabiskan separuh kekayaanmu lagi, akankah kau sudi membayarnya? ” Mendengar itu, sang khalifah merenungi kondisi yang disebut oleh Ibnus Samak. Seolah mengamini maka khalifah menjawab, “Saya akan membayarnya meski dengan separuh harta saya!”
Mendengar jawaban dari sang khalifah, maka Ibnus Samak sang penasehat raja yang bijak kemudian berkomentar, “O…., kalau begitu seluruh harta yang tuan khalifah miliki itu rupanya hanya senilai segelas air saja!”
***
Saudaraku…,
Saat puasa di Bulan Ramadhan, di sana selama beberapa hari Anda akan merasakan betapa segelas air akan menjadi tiada ternilai harganya. Setelah menahan haus dan lapar sehari penuh. Saat waktu maghrib menjelang, maka segelas air putih pun akan menjadi sesuatu yang bermakna. Saat air membasahi tenggorokan yang kering dan kehausan, maka Anda pun akan bersyukur kepada Allah Swt dengan suara lantang dengan lantunan doa:
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa alaa rizqika afthartu birahmatika yaa Arhamar Rahimin.”
Di bulan ramadhan segala nikmat menjadi indah terasa, demikian juga nikmat seteguk air. Alangkah bagusnya bila ini terus berlangsung sepanjang masa.
Puji syukur untukMu ya Rabb!