Oleh : Imam Al Ghozali
Seseorang itu hendaklah tidak benci kepada mati karena tidak ada orang yang enggan bertemu dengan sahabatnya. Nabi Muhammad saw bersabda: “Siapa yang ingin bertemu Allah, Allah ingin bertemu dengannya.” Memang ada juga orang yang ikhlas cintanya kepada Allah merasa gentar apabila mengingat kedatangan mati sebelum ia bersedia untuk pulang ke akhirat. Tetapi jika ia betul-betul ikhlas, ia akan bertambah rajin berusaha untuk membuat persediaan itu.
Seseorang itu mestilah bersedia mengorbankan kehendaknya untukmengikuti kehendak Allah. Ia coba segala upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan benci kepada apa saja yang menjauhkan dirinya dari Allah. Dosa yang dilakukan oleh seseorang itu tidaklah menandakan ia tidak mencintai Allah sama sekali, tetapi itu menunjukkan bahwa ia tidak mencintai Allah sepenuh jiwa dan raga. Fudhail bin Iyadh berkata kepada seseorang: “Jika seseorang bertanya kepadamu apakah kamu cinta kepada Allah, hendaklah kamu diam. Jika kamu berkata: ‘Saya tidak cinta kepadaNya’, maka kamu kafir. Tetapi jika kamu berkata: ‘Saya cinta’, maka perbuatan kamu berlawanan dengan kata-katamu.”
Ingat kepada Allah senantiasa ada dalam hati seseorang, tanpa ditekan atau diusahakan benar. Ini karena apa yang kita cintai itu senantiasa kita ingat.
Sekiranya cinta itu sempurna, ia tidak akan lupa yang dicintainya itu. Ada juga kemungkinan bahwa senantiasa cinta kepada Allah itu tidak mengambil tempat yang utama dalam hati seseorang, maka cinta kepada mencintai Allah itu mungkin mengambil tempat juga. Cinta itu satu perkara dan cinta kepada cinta itu adalah perkara yang lain pula.
Seseorang itu cinta kepada Al-Quran, yaitu Kalam Allah dan cinta kepada Nabi Muhammad yaitu Rasul Allah. Jika cintanya benar-benar kuat, ia akan cinta kepada semua manusia karena mereka semuanya hamba Allah. Bahkan cintanya meliputi semua makhluk, karena orang yang cinta kepada seseorang itu tentulah kasih juga kepada apapun yang dilakukan oleh kekasihnya itu termasuklah tulisan atau karangannya.
Seseorang itu suka duduk sendirian untuk maksud beribadat. Ia suka malam itu lekas datang agar ia dapat berbicara dengan sahabatnya tanpa gangguan. Jika ia suka berbincang-bincang di siang hari dan tidur di malamnya maka itu menunjukkan cintanya tidak sempurna. Allah berfirman kepada Nabi Daud: “Janganlah terlalu dekat dengan manusia karena ada dua jenis manusia tersingkir dari majlisKu: yaitu mereka yang benar2 mencari ganjaran dan menjadi malas apabila mereka mendapat ganjaran itu; dan mereka yang mementingkan diri mereka sendiri lalu melupakan Aku. Tanda tidak ridhonya Aku ialah Aku biarkan mereka begitu.”
Pada hakikatnya, jika cinta kepada Allah itu benar-benar mengambil tempat seluruhnya di dalam hati seseorang itu, maka cinta kepada yang lain itu tidak akan dapat mengambil tempat langsung di dalam hati itu. Diceritakan bahwa seorang dari Bani Israel mempunyai kebiasaan sembahyang di malam hari. Tetapi apabila melihat burung bernyanyi di pohon dengan merdu sekali, dia pun sembahyang di bawah pohon itu supaya dapat menikmati nyanyian burung itu. Allah menyuruh Nabi Daud berjumpa dengan dia dan berkata: “Engkau telah mencampurkan cinta kepada nyanyian burung dengan cinta kepadaKu. Martabat engkau di kalangan auliya Allah telah diturunkan.”
Sebaliknya ada pula orang yang terlalu cinta kepada Allah. Di suatu hari ia sedang melakukan ibadatnya kepada Allah, rumahnya terbakar. Ia tidak nampak atau menyadari akan kejadian itu.
Seseorang beribadat dengan perasaan senang. Seorang wali Allah berkata: “Dalam tiga puluh tahun yang pertama aku melakukan sembahyang malam dengan susah payah sekali. Dalam tiga puluh tahun yang kedua sembahyang itu menjadi enak dan nikmat.” Apabila cinta kepada Allah itu sempurna, maka tidak ada kenikmatan yang sebanding dengan kenikmatan ibadat
Seseorang itu cinta kepada orang yang taat kepada Allah dan benci kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka kepada Allah. Al-Quran menyatakan: “Mereka itu berkasih sayang terhadap orang mukmin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir.”
Nabi bertanya kepada Allah, “Wahai Tuhan, siapakah kekasihMu?” Terdengarlah jawaban, “siapa yang berpegang teguh kepadaKu seperti bayi dengan ibunya, mengambil perlindungan dengan mengingatKu seperti burung mencari perlindungan di sarangnya, dan yang marah melihat dosa seperti singa yang marah yang tidak takut kepada apa dan siapa pun.”
***
Referensi : Kimia’u Sa’adah (Kimia Kebahagian)