Pada zaman entah kapan, inilah kisah seorang pemuda Bani Israil penjual keranjang. Seperti tukang kelontong dari Tasikmalaya, ia keluar-masuk kampung menjajakan dagangan. Tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang dayang, tidak jauh dari istana. Perempuan itu terkesiap. Tapi hanya sesaat: bergegas balik ke istana.
“Aku lihat pemuda tampan, Tuan Putri,” katanya terengah-engah. “Rasanya belum pernah aku melihat orang setampan dia.”
“Panggil dia kemari,” kata yang dilapori.
Pemuda itu pun mengikuti sang dayang. Dan setelah melewati pintu pertama, kedua, dan ketiga, barulah dia berjumpa dengan sang putri.
“Silakan, kalau ada yang mau beli keranjang ini. Murah, kok,” kata pedagang keliling itu, sedikit grogi. Maklum, Tuan Putri baru saja memerintahkan pintu-pintu yang barusan ia lewati dikunci, dan ia kehilangan omongan.
“Aku mengundangmu bukan untuk membeli daganganmu,” kata Putri, seraya melempar senyum.
“Lho, untuk apa?”
“Aku tertarik akan ketampananmu. Maukah kamu…?”
“Putri,” kata si pedagang, yang mulai menangkap gelagat. “Takutlah kepada Allah. Janganlah berbuat sesuatu yang dimurkai-Nya.”
“Kalau tidak mau, aku akan berteriak bahwa kau akan memperkosaku.”
Namun pemuda itu tidak peduli. Bahkan terus berupaya mengingatkan putri raja itu. Sebaliknya sang putri tidak menggubris: hasratnya sudah mencapai puncak. Merasa kata-katanya tidak dihiraukan, sang pemuda minta izin berwudu. Sang putri memanggil pelayan untuk menyediakan air. Selesai wudu, pemuda itu berdoa:
“Ya, Allah. Aku diajak bermaksiat. Aku lebih suka jatuh dari loteng ini daripada berbuat dosa kepada-Mu.”
Lalu ia membaca basmalah. Dan, oops, dari ketinggian, pemuda itu terjun bebas. Tapi mahakuasa Allah, yang lebih cepat mengirimkan malaikat-Nya untuk menyelamatkan sang pemuda.
“Ya, Allah. Jika Engkau kehendaki, berilah aku rezeki yang cukup sehingga aku tidak berjualan keranjang lagi,” begitu doanya sekarang.
Arkian, Allah mengirim belalang emas. Maka dengan suka cita pemuda itu memasukkannya ke dalam sakunya, sampai penuh.
“Ya, Allah. Jika Engkau memberiku rezeki di dunia, maka berkahilah rezeki ini.”
“Yang Allah berikan kepadamu,” begitu tiba-tiba terdengar suara, entah dari mana, “hanya seperempat dari pahala kesabaranmu bertahan dari gejolak nafsumu, sampai-sampai kau rela menjatuhkan diri dari loteng.”
“Ya, Allah,” katanya lagi, “aku tidak menginginkan sesuatu yang akan mengurangi pahalaku di akhirat nanti.”
Selesai dengan doa itu, tiba-tiba belalang emas di sakunya lenyap. Tapi pemuda itu tidak menyesal. Dia segera pulang, sementara dagangannya tertinggal di istana.
Setan, yang detik per detik mengikuti peristiwa itu, ditanya malaikat: “Mengapa kamu tidak mampu menyesatkan tukang keranjang itu?”
“Susah, Bung,” jawabnya. “Orang itu berani mengorbankan dirinya untuk keridhaan Tuhannya.”
***
Dari Sahabat