Senin, 10 September 2012

Boleh Kami Numpang Shalat Di Sini…?!


sholatTerkadang untuk menyampaikan sebuah kebenaran tidak perlu ceramah dan retorika. Tutur kata yang santun & perilaku mengesankan dapat membuat seseorang simpati lalu jatuh hati.

Ubaid adalah seorang pegawai. Belasan tahun sudah ia bekerja di sebuah bank swasta. Orangnya jujur, rajin dan taat beribadah. Agama baginya bukan hanya di masjid dan dinikmati sendiri. Namun agama menurutnya adalah dakwah, berbagi dengan sesama sehingga nilai dan sinarnya dapat dirasakan oleh orang lain.

Ubaid beruntung karena mendapatkan fasilitas KPR dari kantornya. Dua minggu sudah ia mencari-cari rumah yang sesuai dengan plafond kantor dan sesuai pula dengan keinginannya. Allah Swt menunjukkan rumah yang sesuai untuknya di sebuah bilangan di Ciputat – Tangerang, Cirendeu tepatnya.

Ubaid menceritakan kepada istrinya rumah yang baru saja dilihat. Sore itu Ubaid berjanji untuk mengajak istrinya untuk melihatnya sekaligus meminta persetujuan atas rumah yang dimaksud.

Setengah enam sore, Ubaid & istri berangkat dari rumah menuju Cirendeu. Baru separuh jalan, terdengarlah kumandang adzan Maghrib. Mendengarnya, Ubaid berujar kepada istrinya , “Shalat Maghrib kita numpang saja ya di rumah yang mau kita lihat..!” Istrinya pun mengiyakan usul Ubaid.

Ubaid & istri sampai di rumah itu. Pemilik rumah menyambut mereka dengan seulas senyum. Mereka dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Dalam pembicaraan yg mereka lakukan, Ubaid & istri mengetahui bahwa ibu pemilik rumah adalah seorang janda usia 50 tahun lebih beranak dua.

“Berapa bu rumah ini mau dijual?” tanya istri Ubaid kepada pemilik rumah. “Saya mau lepas dengan harga 300 juta” sahut pemilik rumah. “Gak boleh kurang?” tandas istri Ubaid. “Itu juga sudah murah… Kemarin ada yang tawar 260 juta saya gak kasih” jawab pemilik rumah. Mendengarnya Ubaid & istri menjadi paham harga yang diinginkan pemilik rumah, namun plafond dari kantor untuk Ubaid hanya Rp 250 juta. Ubaid & istri saling berpandangan. Budget mereka tidak sesuai dengan harga rumah yg diinginkan.

***

Ubaid melirik jam di pergelangan tangannya. Masya Allah…! Waktu Isya sebentar lagi tiba, padahal Ubaid & istri belum shalat Maghrib… Ubaid lalu berkata kepada pemilik rumah, “Ibu, boleh kami numpang shalat di sini?” Mendengar kalimat itu rona wajah pemilik rumah berubah drastis. Tampak kebingungan & sedikit tegang. Ubaid merasakan hal itu, ia pun meralat kalimatnya, “Kalo gak boleh shalat di sini, masjid yang terdekat dimana ya…?” Kalimat ini pun menambah kekikukan bagi pemilik rumah, dan ia pun menyergah “Masjid jauh dari sini!!!” Ubaid pun menjadi bingung atas sikap & jawaban dari pemilik rumah. Dalam hati ia menduga kalau-kalau pemilik rumah bukan seorang muslimah. Namun Ubaid & istrinya harus segera shalat Maghrib, ia pun berujar, “Kalo gak boleh shalat di dalam rumah, bolehkah kami shalat di teras?” Merasa terdesak, pemilik rumah akhirnya mengizinkan. Maka jadilah Ubaid & istrinya shalat Maghrib di teras rumah. Tanpa alas apapun sebagai sejadah mereka.

***

Usai shalat, Ubaid dan istri melanjutkan pembicaraan dengan pemilik rumah. Tidak berlangsung lama, mereka pun berpamitan. Sayang malam itu tidak ada angka yang disetujui oleh mereka, baik oleh Ubaid dan istri ataupun dari pemilik rumah. Masing-masing bertahan dengan harga dan uang yang mereka mau.

“Malam itu akhirnya gak ada angka yang pas buat kita, beliau maunya 300 juta, padahal saya hanya boleh ngambil KPR maksimal Rp250 juta” demikian Ubaid bercerita kepada saya. “Namun pak, aneh sungguh aneh luar biasa…. keesokan paginya, ibu pemilik rumah menelpon ke hp saya!” Ubaid melanjutkan ceritanya. Kalimat terakhir yang ia ucapkan membuat saya bertanya ada apa gerangan.

Ubaid bercerita bahwa pemilik rumah itu bertanya lewat pembicaraan telpon pagi-pagi sekali, “Pak Ubaid, saya nelpon cuma mau tanya, apakah setiap rumah yang hendak bapak beli harus disembahyangin dulu…?!” Saat Ubaid sampaikan kalimat itu, dahi saya berkernyit dan membuat saya berujar, “Maksudnya apa?” “Itu dia pak…, saya pun menanyakan hal yang sama kepada ibu itu?!” sahut Ubaid. Lalu Ubaid menceritakan bahwa ibu pemilik rumah itu menanyakan kepadanya apakah setiap rumah yang mau dibeli harus dishalatin dulu? “Saya bilang sama ibu tadi bahwa saat itu kami berdua belum shalat Maghrib padahal waktu Isya sudah hamper masuk… jadi apa yang kami lakukan adalah sebuah kewajiban bukannya untuk menentukan rumah itu cocok atau tidak…!” Ubaid menjelaskan kalimat yang ia sampaikan kepada ibu pemilik rumah. “Tapi pak…, ibu itu berkata bahwa entah kenapa usai saya & istri pulang ia merasa cocok dan menjadi tenang hatinya, makanya pagi itu beliau menelpon ke hp saya” Ubaid menambahkan.

Lebih panjang Ubaid bercerita kepada saya bahwa ibu itu mengaku sudah hampir 30 tahun tidak pernah shalat sejak ia ditinggal oleh suaminya dan harus membesarkan kedua anaknya. Hidupnya panik dan sulit. Ia harus bekerja dan mencari nafkah. Duit dan duit yang ada dalam kepalanya, dia lupa sama sekali untuk menyembah Allah.

“Sekarang, ibu itu tidak kurang 3 kali dalam seminggu pasti menelpon atau berkunjung ke rumah. Dia mau belajar menjadi muslimah lagi katanya” Ubaid menjelaskan kepada saya. “Rumah itu sudah kami beli darinya. Harganya pun amat menakjubkan. ..! Jauh dari dugaan kami semula… Kami membelinya dengan harga Rp 220 juta saja!!!” tambah Ubaid. Saya takjub mendengarnya. “Lebih hebatnya lagi…, sampai sekarang rumah itu baru separuh kami bayar. Bukan karena keinginan kami, tapi keinginan ibu itu!!!” tegas Ubaid. Saya langsung bertanya keheranan , “Kok bisa begitu…?” “Dia bilang bayar saja sisanya kalau saya sudah merasa puas belajar ibadah kepada pak Ubaid dan keluarga…! ” Ubaid menutup kalimatnya sambil tersenyum.

***

Subhanallah. … kisah itu begitu berarti bagi saya yang mendengarnya. Terkadang bila ibadah sudah mewujud dalam akhlak seseorang, maka simpati dari sesama akan terbit dan menyinari kehidupan yang kita jalani. Ternyata, semuanya menjadi makin indah dengan ibadah!!!

Leave a Reply

 
 

Blog Archive

Daftar Blog Saya

Blogger news