GN. MERAPI (2891,3 m) Sumatera Barat
GN. MERAPI (2891,3 m)
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Gunung Merapi yang juga dikenal sebagai Merapi atau Berapi memiliki ketinggian 2891,3 m dari permukaan air laut.Di antara sekian banyak gunung yang ada di Sumatera Barat, Gunung Merapi merupakan objek wisata yang sering dikunjungi oleh pada wisatawan. Gunung Merapi sudah memiliki jalur tetap untuk para pendaki, sehingga memudahkan para pendaki untuk melakukan pendakian. Di gunung ini, terdapat bunga edelwis yang tumbuh bermekaran di sekitar lereng gunung, yang menambah indahnya pemandangan.
Gunung Merapi terletak didua kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Datar danKabupaten Agam. Keberadaan Gunung Merapi sangat kental karena mempunyai nilai historis bagi masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Menurut sejarahnya, nenek moyang orang Minangkabau berasal dari lereng Gunung Merapi, hal ini ditandai dengan terdapatnya Nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar. Nagari Pariangan merupakan cikal bakal dari lahirnya sistem pemerintahan masyarakat berbasis nagari di Sumatera Barat. Sebuah animo unik yang berkembang dimasyarakat, bahwa jika seseorang belum pernah mendaki Gunung Merapi maka orang tersebut belum ‘lengkap’ disebut sebagai orang Minangkabau.
Akses untuk mencapai Gunung Merapi cukup mudah, mengingat letaknya yang tidak jauh dari pusat kota Bukittinggi dan kota Padang Panjang. Dari Padang atau bandara Ketaping menuju Gunung Merapi, butuh waktu sekitar 1 ½ jam untuk sampai ke lokasi. Sedangkan jika bertolak dari kota Bukittinggi butuh waktu sekitar 30 menit. Transportasi untuk mencapai lokasi dapat ditempuh melalui jalur darat, bisa menggunakan angkutan umum atau travel. Ongkos transportasi berkisar antara Rp.15.000-Rp. 20.000 per orang.
Perjalanan diawali dari Pasar Koto Baru menuju menuju tower (pintu masuk kawasan). Jalan menuju tower adalah jalan aspal yang sebagiannya sudah rusak, sepanjang perjalanan pengunjung dapat melihat pemandangan lahan perkebunan penduduk yang asri. Dari tower, pengunjung menuju Pesangrahan Bung Hatta, berupa areal datar bekas bangunan bersejarah “Bung Hatta”. Pengunjung selanjutnya akan menemukan Parak Batuang (Hutan Bambu), jalur dari Parak Batuang berupa tanjakan dari undakan akar kayu. Pada ketinggian 1.750 m dpl, pengunjung akan menemukan Shelter Paninjauan. Pengunjung dapat melihat pemandangan kota Bukit Tinggi dan sekitarnya, tempat ini menjadi lokasi favorit pemberhentian sementara pengunjung. Obyek berikutnya yang ditemui adalahTerowongan Pakis, berupa goa sempit yang dipayungi oleh jalinan daun paku/pakis. Pada salah satu titik di hutan pakis, terdapat sumber mata air yang bernama mata air Pintu Angin (2.277 m dpl).
Akses jalur menuju kawasan puncak akan terus berupa alur naik, akar pohon, bebatuan gamping dan jalan yang licin serta berbatu. Pada beberapa titik, jalur akan terpecah menjadi dua, akan tetapi di jalur berikutnya akan menjadi satu lagi. Dari Cadas, pengunjung dapat menikmati indahnya pemandangan alam khas pegunungan dengan deretan kawasan pegunungan Bukit Barisan. Sekitar 2,5 km (2 jam perjalanan) dari Cadas, pengunjung sampai di kawasan puncak, disana ada obyek berupa Tugu Abel Tasman, Kawah Merapi, Puncak Merpati, Puncak Garuda, dan Taman Edelweis.
Banyak falsafah adat masyarakat setempat yang berhubungan erat dengan alam Suaka Alam Merapi, seperti ungkapan “Bumi sanang, padi manjadi”. Padi hanya bisa hidup dan berbuah dengan baik apabila kelestarian alam disekitarnya dijaga dengan baik.
Logika ilmu pengetahuan alam ini disadari masyarakat yang tinggal di sekitar Suaka Alam Merapi yang sebagian besar hidupnya tergantung pada sawah dan kebun. Masyarakat bertani di area sekitar Gunung Merapi yang menyuplai air untuk kebutuhan hidup, pengairan sawah dan kebun mereka. Air tersebut mengalir dari lembah-lembah di Suaka Alam Merapi. Masyarakat tidak perlu membeli air untuk kebutuhan hidup mereka karena hutan telah menyediakannya secara gratis. Air gunung mengalir sampai ke rumah penduduk, bahkan sebagian dimanfaatkan untuk kolam alami. Lahar-lahar bekas muntahan dan letusan Gunung Merapi menyuburkan tanah pertanian mereka. Oleh sebab itu, masyarakat mengharapkan agar pengunjung yang datang ke Suaka Alam Merapi hendaknya memperhatikan aspek kebersihan lingkungan Merapi.
Kerusakan hutan di sekitar Gunung Merapi dapat mendatangkan bencana bagi masyarakat sekitar, seperti banjir, tanah longsor dan bencana kemarau yang panjang. Hal ini telah dipahami masyarakat sehingga tingkat gangguan terhadap kawasan hutan di Suaka Alam Merapi oleh masyarakat sangat rendah. Di Kabupaten Tanah Datar khususnya, tidak pernah ada pembalakan hutan (illegal logging), kebakaran hutan dan perladangan liar di dalam kawasan Suaka Alam Merapi.
Ancaman sesungguhnya datang dari pengunjung yang melakukan pendakian. Layaknya lokasi tujuan wisata lainnya, mutu lingkungan Gunung Merapi semakin menurun karena terdapatnya banyak sampah dan coretan (vandalisme) pada obyek. Masalah lainnya terkait keamanan kawasan adalah kegiatan pengambilan dan pencurian Bunga Edelweis di Taman Edelweis yang dilakukan oleh pengunjung. Saya teringat dengan ungkapan klasik “mencintai tidak berarti memiliki”. Seyogyanya ungkapan ini dapat diterapkan oleh para pengunjung terutama yang berkedok “pecinta alam” untuk lebih menjaga keutuhan alam dan segala isinya. Jika menyukai keindahan alam, maka tidak perlu dengan cara mengeksploitasi isinya hanya untuk kepentingan pribadi. Cintailah alam dengan membiarkannya tetap lestari dan utuh, maka imbas baliknya adalah alam akan setia memberikan keindahannya untuk terus dinikmati oleh kita dan anak cucu kita.