♥♥◦°˚˚♥ﷲ♥KEUTAMAAN WANITA SHOLEHAH◦°˚˚ﷲ♥♥
Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu.
Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.
Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban)dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah.
Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut,
akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri).
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya. b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka. e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma). f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.
1. Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
3. Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
7. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka,
Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka.
Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126)
dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
*♥*•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•. ♥♥~*♥**♥*~♥♥ .•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•*♥*
(¯`v´¯) ♥♥♥•♥•♥
`·.¸.·´ ♥♥.........¸.·´
Semoga bermanfaat...
♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫
Barakallaahu fiykum wa jazzakumullah khoir
https://www.facebook.com/pages/Sebelum-Engkau-Halal-BagiKu/138509376220354
(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥♥♥*¸.•'´¯)¸.•´¯)
' ´¯) _) _)
♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥*¸.•'´¯ )¸.•' ´¯)♥
♥♥(¯`'•.¸*:♥::♥::♥::♥::♥:*¸.•'´ ¯)♥♥
♥.• **قبل أن تكتب لي الحلال**•.♥`'•_)♥
(_¸.•'´.•*:♥::♥::♥::♥::♥:*•.`'• .¸_)
♥(_♥♥Sebelum Engkau Halal BagiKu♥♥_)
Minggu, 22 Mei 2011الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu.
Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.
Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban)dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah.
Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut,
akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri).
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya. b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala c. Qanitat: wanita-wanita yang taat d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka. e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma). f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.
1. Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
2. Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
3. Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
4. Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6. Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
7. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka,
Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka.
Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi , bukan berarti ada orang yang lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126)
dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
*♥*•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•. ♥♥~*♥**♥*~♥♥ .•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•*♥*
(¯`v´¯) ♥♥♥•♥•♥
`·.¸.·´ ♥♥.........¸.·´
Semoga bermanfaat...
♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫
Barakallaahu fiykum wa jazzakumullah khoir
https://www.facebook.com/pages/Sebelum-E
(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥♥♥*¸.•'´¯)¸.•´¯)
' ´¯) _) _)
♥(¯`'•.¸(¯`'•.¸*♥♥*¸.•'´¯ )¸.•' ´¯)♥
♥♥(¯`'•.¸*:♥::♥::♥::♥::♥:*¸.•'´ ¯)♥♥
♥.• **قبل أن تكتب لي الحلال**•.♥`'•_)♥
(_¸.•'´.•*:♥::♥::♥::♥::♥:*•.`'• .¸_)
♥(_♥♥Sebelum Engkau Halal BagiKu♥♥_)
♥ ﷲ ♥**........" " Menemukan Jodoh Anda ".......**♥ ﷲ ♥ Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸.Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸.Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
بِسْـــــــمِ أللَّهِ ألرَّحْمَنِ ألرَّحِيْ
Jodoh merupakan salah satu dari sekian rahasia ALLOH Azza Wa Jalla
kepada makhluk-Nya (baca: manusia), di samping rejeki dan kematian.
Sebenarnya apa sih jodoh itu?
Banyak definisi tentang jodoh. Saya hanya akan menjelaskan definisi jodoh
dengan pendapat pribadi saya, jadi akan banyak unsur subyektifitas dan ‘ngawur’ dalam definisi saya.
Jodoh, menurut saya, adalah pasangan (yg diikat dengan tali pernikahan, terutama secara agama/Islam), serta bersedia menemani sisa hidup kita, dalam suasana duka dan suka, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat (terutama di surga).
Pertanyaan yg akan timbul, jika ada orang yg hingga meninggal,
dia tidak menikah, berarti dia tidak punya jodoh?
Untuk hal ini, saya teringat dengan ucapan salah seorang guru saya. Beliau mengatakan bahwa ALLOH Azza Wa Jalla menciptakan (ada) orang2 yg tidak
diberi jodoh di alam dunia. Bagi mereka telah disiapkan jodoh di akhirat
(baca: surga, jika mereka memang masuk surga kelak).
Saya ‘cut’ dulu untuk urusan jodoh di akhirat ini, kita akan bahas di lain waktu, insya ALLOH. Kini saya hendak fokus dulu pada jodoh di dunia.
Untuk menikah, tentulah mesti ada pasangannya. Nah, pasangan ini yg seringkali dianggap sebagai jodoh (termasuk pada definisi yg saya uraikan di atas).
Menemukan jodoh, sulit-sulit gampang. Ada yg menyebutkan, jodoh itu adalah orang yg kita rindukan setiap saat walau hanya bertemu sesaat. Ada juga yg menyebutkan, jodoh itu adalah orang yg membuat kita ingin menghabiskan sisa waktu hidup kita bersamanya. Bahkan ada yg menyebutkan, jodoh itu adalah orang yg sudah kita nikahi. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Khusus untuk pernyataan terakhir ini, mesti lebih berhati-hati. Jika kasusnya poligami, MUNGKIN saja itu jodohnya. Tapi jika kasusnya kawin cerai, nah…itu mesti lebih dicermati sebelum mengatakan bahwa pasangan nikahnya adalah jodohnya.
Banyak cara ALLOH Azza Wa Jalla untuk mempertemukan seseorang dengan jodohnya. Ada yg di sekolah atau kampus kuliah (mungkin banyak yg mengalami hal ini). Ada yg bertemu di tempat kerja, bioskop, diskotik, masjid, atau bahkan gara-gara tabrakan atau bersenggolan.
Saya tidak akan membahas cara2 bertemu jodoh, karena itu merupakan rahasia-Nya. Namun saya bisa membantu anda cara menemukan jodoh kita dengan cara yg, insya ALLOH, baik.
Bagi laki2, kriteria jodoh (perempuan) yg hendak dia nikahi, ‘relatif mudah’ karena ada panduan dari Rasululloh Sallallahu 'alaihi Wasallam, dalam haditsnya yg terkenal. Rasululloh Sallallahu 'alaihi Wasallam menjelaskan ada 4 kriteria perempuan yg ‘boleh’ dinikahi (baca: dijadikan jodoh) oleh seorang laki2, yakni kecantikan, kekayaan, kehormatan (kedudukan), dan agama. Tapi nikahilah perempuan yg paling baik agamanya, karena lelaki itu akan beruntung. Hadits lengkapnya sebagai berikut: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal : karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya beruntung kedua tanganmu” (HR. Ahmad)
Bagi perempuan, dia juga berhak memilih lelaki yg hendak menikahinya.
Meski tidak ada panduan ‘resmi’ dari Rasululloh Sallallahu 'alaihi Wasallam bagi perempuan, untuk kriteria calon suaminya, saya menggunakan panduan yg sama. Yakni, terimalah nikah seorang lelaki karena si lelaki taat beragama.
Lalu, bagaimana dan kapan bertemu jodoh ?
Tidak ada pola ataupun cara yg ‘pasti’ untuk menemukan jodoh. Banyak cara yg dialami seseorang untuk menemukan jodohnya, terserah bagaimana ALLOH Azza Wa Jalla berkehendak, seperti yg saya tulis di atas.
Namun, karena jodoh adalah sesuatu yg berharga, hendaknya dia (dicari dan) ditemukan dengan cara dan di tempat yg baik. Menggunakan ilmu pelet, mencari jodoh di tempat dugem, atau barangkali di tempat pelacuran, jelas bukan cara mencari jodoh yg ‘dianjurkan’. Karena dg cara (dan tempat) yg ‘tidak benar’, sulitlah kiranya kita bisa menemukan hal yg baik dan benar juga.
Beberapa teman menceritakan pengalamannya.
Mereka menemukan jodohnya di tempat pengajian, di kampus, di tempat kerja. Intinya tempat2 yg ‘baik’ dan jauh dari hal2 yg (secara agama) dinilai tidak baik.
Lalu, kapan kita akan bertemu dg jodoh kita?
Nah, yg jelas kita mesti berusaha. Memperluas pergaulan, mencari informasi ini itu, merupakan salah satu ikhtiar kita. Jika kita sudah bertemu dg seseorang yg membuat hati kita (istilahnya) ‘deg’, BISA JADI itu adalah tanda bahwa kita sudah bertemu dg jodoh kita...tak lepas dari munajat kita kepada ALLOH dengan memohon petunjuk "Istikhoho" . . .
Nah, bagaimana anda bertemu dg jodoh anda ?
Bagi yg belum bertemu, kini saatnya untuk mulai berusaha ".
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥::♥::♥ Asyiq Al Ruzain ♥::♥::♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫
(´'`v´'`) Smoga artikel Singkat ini memberikan manfaat.
`•.¸.•´♫¤*¨*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸.Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ¸¸.¤*¨*ღ☆
Selasa, 17 Mei 2011
Konsep MESRA dalam Membina Keluarga Islami
Membentuk dan membina keluarga islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim. Keluarga islami adalah salah satu pondasi yang harus diwujudkan karena keluarga adalah salah satu unsur pembentuk masyarakat luas. Jika semakin banyak keluarga menerapkan konsep islami, maka diharapkan semakin mudah membentuk masyarakat islami.
Salah satu metode membina keluarga islami adalah dengan menerapkan konsep MESRA dalam keluarga. MESRA merupakan kependekan dari Mendidik, Empati, Senyum, Rapi-Rajin dan Aktif. Lima langkah yang ingin ditawarkan dalam membina keluarga Islami.
1. Mendidik
Suami memiliki kewajiban untuk mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Walaupun ada kasus di mana secara akademis, istri memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, amanah sebagai qawwam di rumah tangga menyiratkan kebutuhan kematangan ilmu dan emosional pada diri suami. Isyarat peran suami sebagai pendidik disampaikan misalnya pada ayat: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS at-Tahrim: 6). Puncak tujuan pendidikan adalah terjaminnya keselamatan keluarga di hari akhirat kelak.
Istri dapat memposisikan diri sebagai mitra dan sebagai pembelajar dalam interaksinya dengan suami. Figur Ummul Mu'miniin, terutama pada Khadijah, Aisyah, dan Ummu Salamah radiyallahu anhunn ajma'iin memberikan contoh-contoh peran sebagai mitra suami dalam menempuh cita-cita mulia kehidupan. Mereka mendukung perjuangan suami, berdialog, memberikan saran-saran dan memiliki sikap ingin tahu (curiousity) dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Peran saling mendidik dan khususnya isyarat active self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para istri tertuang pada ayat: "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Melihat". (QS al-Ahzab: 34)
2. Empati
Istilah empati sepadan dengan terlibatnya hati dan pikiran dengan masalah yang dihadapi orang lain di luar kita. Berbagai riset menunjukkan bahwa empati menjadi sumber berbagai sikap dan tingkah laku mulia. Sebaliknya lemahnya empati menyebabkan berbagai efek buruk pada sikap dan tingkah laku. Empati adalah awal sikap untuk membantu. Keberadaaan empati diasosiasikan dengan perbuatan pro-sosial, sebaliknya ketiadaan empati menampak pada perbuatan anti-sosial. Cara paling efektif menumbuhkan empati adalah dengan berinteraksi, mendengar, dan menghayati orang lain.
Suasana rumah tangga menjadi harmonis tatkala suami-istri saling berempati dengan pasangannya. Empati ini akan mengurangi sikap-sikap menyakiti pasangan. Kita tidak berbicara menyakiti dalam bentuk membentak atau bersikap keras terhadap pasangan; Ini terlalu jauh. Bahkan empati ini secara sangat lembut merupakan sensitifitas kita bersikap dan bertindak.
Tingkat empati suami-istri memang diuji pada sejauhmana memahami kondisi gelisah, kecewa, sedih pada saat beban pikiran dan jiwa melanda pasangan. Pada kondisi ini dukungan kita terhadap pasangan kita akan begitu besar manfaatnya. Sebaliknya sikap jujur dalam kehidupan dan suasana bahagia karena prestasi pasangan akan menjadi kesegaran yang indah dalam rumah tangga, ketika kita mampu menyampaikan apresiasi dengan tepat.
Lebih dari itu empati yang prima akan terwujud dalam suasana saling membantu di antara suami dan istri yang berlangsung secara alami. Artinya tanpa harus yang satu sampai memaksa pasangannya untuk menolong dirinya.
3. Senyum
Wajah Nabi Muhammad SAW senantiasa dihiasi dengan senyuman. Begitulah keseharian beliau di rumah, sebagaimana dikisahkan Aisyah ra. Bahkan Nabi menyampaikan "tabassamu wajhi li akhika shadaqah", tersenyumnya kita terhadap saudara muslim adalah sebuah shadaqah. Maka akan lebih besar pahala yang kita terima jika menghiasi wajah ini dengan senyuman untuk pasangan kita. Senyuman suami terhadap istri atau sebaliknya sangat dengan dengan pemenuhan peran suami-istri sebagai kekasih. Senyuman itu akan membuahkan cinta.
Sungguh senyum adalah pancaran hati yang damai dan hati yang diliputi cinta dan kasih sayang. Bacalah kondisi hati kita. Tatkala ia ringkih dan kasat (keras), maka sangat sulit senyum ini terpancar. Karenanya menjaga suasana senyum di rumah tangga pada hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan dzikr kepada ar Rahmaan. Dialah yang menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah kepada kita dalam membina rumah tangga (QS ar-Ruum: 21).
4. Rapi-Rajin
Seorang suami akan merasa senang hatinya jika mendapati rumahnya dalam keadaan rapi. Anak-anak sudah mandi dan rapi dengan pakaian tidurnya di sore hari. Begitu juga menemui sang istri dalam keadaan rapi menarik. Sebaliknya, seorang istri akan sangat senang hatinya mendapatkan suaminya tekun dan rajin dalam bekerja. Teliti memperhatikan kebutuhan rumah tangga di sela-sela perjuangannya di masyarakat. Tentu saja seorang istri akan senang melihat suaminya berpakaian rapi, apalagi jika suaminya tetap berusaha menjaga stamina tubuh agar senantiasa fit.
Hal-hal di atas selaras dengan tuntunan Islam dalam interaksi suami-istri. "Allah itu indah dan suka keindahan", demikian isyarat Nabi. Begitu juga Nabi memerintahkan para sahabatnya agar merapikan rambutnya, bahkan beliau memberitahukan sebuah rahasia sosial, yaitu banyak menyelewengnya wanita Bani Israil, karena ketidakrapian suami mereka. Adapun diantara sifat istri shalihah yang diisyaratkan Nabi adalah yang membuat hati tertarik manakala melihatnya.
5. Aktif
Dalam kerangka dakwah, pembangunan al usrah al islaamiyyah atau keluarga Islami menempati jejang penting dalam membangun peradaban Islami. Keluarga ini sendiri dibangun oleh seorang suami dan istri yang sama-sama berkomitmen membentuk pribadi Islami pada dirinya.
Ketika diikrarkan akad nikah, maka diikrarkan pula untuk membangun keluarga di mana suami-istri berada dalam aktifitas kebaikan buat masyarakatnya. Dalam aktifitas kebaikan inilah sebuah keluarga akan menemukan tantangan perjuangan dan nilai mulia di tengah masyarakat.
Rasa saling mencintai dan menyayangi diantara suami-istri, bukanlah hanya sebatas "kisah picisan", yang hampa dari nilai mulia. Kadang mencengangkan, ketika bahtera rumah tangga bukannya mengarungi samudra perjuangan yang luas, tapi hanya terdampar di sungai-sungai kecil; Sibuk dengan urusan mencari harta, bertengkar dan saling menyalahkan pasangan untuk masalah-masalah sepele.
Tidak! Keluarga Islami adalah yang cinta dan sayang diantara mereka terus dipupuk untuk saling mendukung dalam perjuangan besar. Setiap hari keluarga Islami menjadi semakin cerdas, karena terus ditempa berbagai pelajaran kehidupan yang banyak dan bermutu.
Gambaran kerja sama aktif kaum lelaki dan kaum perempuan untuk kerja-kerja perbaikan kondisi sosial-masyarakat dalam ayat: "Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS at-Taubah: 71)
***
Semoga bermanfaat ...
Salam ukhuwah fillah
(Arif Ashadi Rindu Ibu)
Salah satu metode membina keluarga islami adalah dengan menerapkan konsep MESRA dalam keluarga. MESRA merupakan kependekan dari Mendidik, Empati, Senyum, Rapi-Rajin dan Aktif. Lima langkah yang ingin ditawarkan dalam membina keluarga Islami.
1. Mendidik
Suami memiliki kewajiban untuk mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Walaupun ada kasus di mana secara akademis, istri memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, amanah sebagai qawwam di rumah tangga menyiratkan kebutuhan kematangan ilmu dan emosional pada diri suami. Isyarat peran suami sebagai pendidik disampaikan misalnya pada ayat: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS at-Tahrim: 6). Puncak tujuan pendidikan adalah terjaminnya keselamatan keluarga di hari akhirat kelak.
Istri dapat memposisikan diri sebagai mitra dan sebagai pembelajar dalam interaksinya dengan suami. Figur Ummul Mu'miniin, terutama pada Khadijah, Aisyah, dan Ummu Salamah radiyallahu anhunn ajma'iin memberikan contoh-contoh peran sebagai mitra suami dalam menempuh cita-cita mulia kehidupan. Mereka mendukung perjuangan suami, berdialog, memberikan saran-saran dan memiliki sikap ingin tahu (curiousity) dalam ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Peran saling mendidik dan khususnya isyarat active self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para istri tertuang pada ayat: "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Melihat". (QS al-Ahzab: 34)
2. Empati
Istilah empati sepadan dengan terlibatnya hati dan pikiran dengan masalah yang dihadapi orang lain di luar kita. Berbagai riset menunjukkan bahwa empati menjadi sumber berbagai sikap dan tingkah laku mulia. Sebaliknya lemahnya empati menyebabkan berbagai efek buruk pada sikap dan tingkah laku. Empati adalah awal sikap untuk membantu. Keberadaaan empati diasosiasikan dengan perbuatan pro-sosial, sebaliknya ketiadaan empati menampak pada perbuatan anti-sosial. Cara paling efektif menumbuhkan empati adalah dengan berinteraksi, mendengar, dan menghayati orang lain.
Suasana rumah tangga menjadi harmonis tatkala suami-istri saling berempati dengan pasangannya. Empati ini akan mengurangi sikap-sikap menyakiti pasangan. Kita tidak berbicara menyakiti dalam bentuk membentak atau bersikap keras terhadap pasangan; Ini terlalu jauh. Bahkan empati ini secara sangat lembut merupakan sensitifitas kita bersikap dan bertindak.
Tingkat empati suami-istri memang diuji pada sejauhmana memahami kondisi gelisah, kecewa, sedih pada saat beban pikiran dan jiwa melanda pasangan. Pada kondisi ini dukungan kita terhadap pasangan kita akan begitu besar manfaatnya. Sebaliknya sikap jujur dalam kehidupan dan suasana bahagia karena prestasi pasangan akan menjadi kesegaran yang indah dalam rumah tangga, ketika kita mampu menyampaikan apresiasi dengan tepat.
Lebih dari itu empati yang prima akan terwujud dalam suasana saling membantu di antara suami dan istri yang berlangsung secara alami. Artinya tanpa harus yang satu sampai memaksa pasangannya untuk menolong dirinya.
3. Senyum
Wajah Nabi Muhammad SAW senantiasa dihiasi dengan senyuman. Begitulah keseharian beliau di rumah, sebagaimana dikisahkan Aisyah ra. Bahkan Nabi menyampaikan "tabassamu wajhi li akhika shadaqah", tersenyumnya kita terhadap saudara muslim adalah sebuah shadaqah. Maka akan lebih besar pahala yang kita terima jika menghiasi wajah ini dengan senyuman untuk pasangan kita. Senyuman suami terhadap istri atau sebaliknya sangat dengan dengan pemenuhan peran suami-istri sebagai kekasih. Senyuman itu akan membuahkan cinta.
Sungguh senyum adalah pancaran hati yang damai dan hati yang diliputi cinta dan kasih sayang. Bacalah kondisi hati kita. Tatkala ia ringkih dan kasat (keras), maka sangat sulit senyum ini terpancar. Karenanya menjaga suasana senyum di rumah tangga pada hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan dzikr kepada ar Rahmaan. Dialah yang menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah kepada kita dalam membina rumah tangga (QS ar-Ruum: 21).
4. Rapi-Rajin
Seorang suami akan merasa senang hatinya jika mendapati rumahnya dalam keadaan rapi. Anak-anak sudah mandi dan rapi dengan pakaian tidurnya di sore hari. Begitu juga menemui sang istri dalam keadaan rapi menarik. Sebaliknya, seorang istri akan sangat senang hatinya mendapatkan suaminya tekun dan rajin dalam bekerja. Teliti memperhatikan kebutuhan rumah tangga di sela-sela perjuangannya di masyarakat. Tentu saja seorang istri akan senang melihat suaminya berpakaian rapi, apalagi jika suaminya tetap berusaha menjaga stamina tubuh agar senantiasa fit.
Hal-hal di atas selaras dengan tuntunan Islam dalam interaksi suami-istri. "Allah itu indah dan suka keindahan", demikian isyarat Nabi. Begitu juga Nabi memerintahkan para sahabatnya agar merapikan rambutnya, bahkan beliau memberitahukan sebuah rahasia sosial, yaitu banyak menyelewengnya wanita Bani Israil, karena ketidakrapian suami mereka. Adapun diantara sifat istri shalihah yang diisyaratkan Nabi adalah yang membuat hati tertarik manakala melihatnya.
5. Aktif
Dalam kerangka dakwah, pembangunan al usrah al islaamiyyah atau keluarga Islami menempati jejang penting dalam membangun peradaban Islami. Keluarga ini sendiri dibangun oleh seorang suami dan istri yang sama-sama berkomitmen membentuk pribadi Islami pada dirinya.
Ketika diikrarkan akad nikah, maka diikrarkan pula untuk membangun keluarga di mana suami-istri berada dalam aktifitas kebaikan buat masyarakatnya. Dalam aktifitas kebaikan inilah sebuah keluarga akan menemukan tantangan perjuangan dan nilai mulia di tengah masyarakat.
Rasa saling mencintai dan menyayangi diantara suami-istri, bukanlah hanya sebatas "kisah picisan", yang hampa dari nilai mulia. Kadang mencengangkan, ketika bahtera rumah tangga bukannya mengarungi samudra perjuangan yang luas, tapi hanya terdampar di sungai-sungai kecil; Sibuk dengan urusan mencari harta, bertengkar dan saling menyalahkan pasangan untuk masalah-masalah sepele.
Tidak! Keluarga Islami adalah yang cinta dan sayang diantara mereka terus dipupuk untuk saling mendukung dalam perjuangan besar. Setiap hari keluarga Islami menjadi semakin cerdas, karena terus ditempa berbagai pelajaran kehidupan yang banyak dan bermutu.
Gambaran kerja sama aktif kaum lelaki dan kaum perempuan untuk kerja-kerja perbaikan kondisi sosial-masyarakat dalam ayat: "Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS at-Taubah: 71)
***
Semoga bermanfaat ...
Salam ukhuwah fillah
(Arif Ashadi Rindu Ibu)
Anakku,,iniLah arti Cantik yg sesungguhNya...
Suatu pagi gadis kecil bertanya pada sang Bunda.,
" Bunda, kenapa bunda selalu terlihat cantik, aku ingin seperti bunda, beritahulah aku sesuatu bunda..."
Dengan tatapan dan senyum haru, sang Bunda pun menjawab,
"Untuk Bibir yg Menarik, Ucapkanlah Perkataan yang baik dan jujur... "
"Untuk Pipi yang Lesung, Tebarkanlah Senyum Ikhlas mu untuk semua orang... "
"Untuk Mata Indah Menawan, Lihatlah selalu Kebaikan orang lain... "
"Untuk Tubuh yang Langsing, Sisihkan Makanan mu bagi fakir miskin..."
"Untuk Jemari Tangan yang Lentik Menawan, Hitunglah Dosa dan Pujianmu pada Allah."
"Untuk Wajah Bercahaya, Basuhlah Muka dgn air wudhu yang suci... "
Anakku......
"Kecantikan fisik akan pudar oleh waktu... Tapi kecantikan hati dan cantik akhlak itu tak akan pudar walau kematian menjemputmu sayang..." Tapi ingat berpenampilan "Cantik" itu, Indah sayang... ^_^
" Bunda, kenapa bunda selalu terlihat cantik, aku ingin seperti bunda, beritahulah aku sesuatu bunda..."
Dengan tatapan dan senyum haru, sang Bunda pun menjawab,
"Untuk Bibir yg Menarik, Ucapkanlah Perkataan yang baik dan jujur... "
"Untuk Pipi yang Lesung, Tebarkanlah Senyum Ikhlas mu untuk semua orang... "
"Untuk Mata Indah Menawan, Lihatlah selalu Kebaikan orang lain... "
"Untuk Tubuh yang Langsing, Sisihkan Makanan mu bagi fakir miskin..."
"Untuk Jemari Tangan yang Lentik Menawan, Hitunglah Dosa dan Pujianmu pada Allah."
"Untuk Wajah Bercahaya, Basuhlah Muka dgn air wudhu yang suci... "
Anakku......
"Kecantikan fisik akan pudar oleh waktu... Tapi kecantikan hati dan cantik akhlak itu tak akan pudar walau kematian menjemputmu sayang..." Tapi ingat berpenampilan "Cantik" itu, Indah sayang... ^_^
Anandaku sayang...
Lukmanul Hakim kisah hidupnya diabadikan dalam Qur’an kehidupannya penuh hikmah. Sebagai orang tua menasehati anaknya tentang aktifitas hidup di dunia ini yang akan jadi bekal bahagia dunia dan akherat.
Ananda... jiwailah nasehat sayang berikut ini, niscaya Ananda akan slalu mendapatkan kasih sayang- Nya:
• Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya (Tsaran) dan ia menasehatinya: "Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar," (Qs Lukman (31) : 13)
• Hai anaku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau berada di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membawanya) sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui." (Qs Lukman (31) : 16)
• Hai anaku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) me-ngerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (Allah)." (Qs Lukman : 17)
• Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri ( Qs Lukman : 18)
• Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai. (Qs Lukman : 19)
Ada lagi nasehat sayangnya…
• Wahai Anakku yang kusayangi,..Ketahuilah sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam di dalamnya. Bila engkau ingin selamat, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama taqwa, isinya iman dan layarnya adalah tawakkal kepada Allah SWT.
• Wahai anakku yang kusayangi .. Sesungguhnya orang-orang yang selalu menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat perjuangan dari Allah. Orang yang insyaf dan sadar telah menerima kemuliaaan dari Allah.
• Wahai anakku yang kusayangi ...Orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadah dan taat kepada Allah, maka dia bertawadhu' kepadaNya. Dia akan lebih taat kepada Allah dan selalu berusaha menghindari maksiat.
• Wahai anakku yang kusayangi... Seandainya orang tuamu marah kepadamu(karena kesalahanmu) maka marahnya orang tuamu itu adalah bagaikan pupuk bagi tanaman.
• Wahai anakku yang kusayangi ..selalu berharap kepada Allah tentang segala sesuatu yang menyebabkan dirimu tidak durhaka kepada Allah. Takutlah kepadaNya dengan sebenar takut, tentulah engkau akan terlepas sifat putus asa dari rahmat Allah SWT.
• Wahai anakku yang kusayangi ...Seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercaya orang dan seseorang yang telah bejat akhlaknya akan senantiasa melamunkan hal-hal yang tidak benar, ketahuilah memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah dari mengembalikan nama baik atau kehormatan.
• Wahai anaku, janganlah mencampuri urusan duniamu terlalu dalam yang membuat rusak urusan akhiratmu dan janganlah meninggalkan dunia sama sekali sehingga engkau menjadi beban orang lain.
• Wahai anakku apabila terdapat pada diri seseorang 5 hal: agama, harta, sifat malu, baik budi dan dermawan, maka ia seorang yang bersih lagi takwa menjadi kekasih Allah dan lepas dari gangguan syaithan.
• Wahai anaku, aku menasehati engkau dengan sifat-sifat yang apabila engkau berpegang teguh dengannya niscaya engkau selalu menjadi orang terhormat, yaitu bentangkanlah sifat bijakmu kepada orang yang dekat maupun yang jauh darimu.
• Wahai anakku... janganlah engkau perlihatkan kebodohanmu kepada orang yang jujur maupun terhadap orang yang culas khianat.
• Bersilaturahmilah terhadap kaum kerabatmu. Pelihara dan jagalah teman-temanmu.
• Janganlah sampai menerima orang yang berusaha berbuat jahat, yang menginginkan kerusakanmu dan bermaksud menipumu.
• Anakku sayang... dan jadikanlah teman-temanmu tergolong orang-orang yang apabila engkau berpisah dengan mereka dan berpisah denganmu engkau tidak menggemukan cacat mereka dan mereka tidak pula mengungkapkan cacatmu.
• Wahai anakku ! Tidaklah dinamakan kebaikan sekalipun kamu sibuk mencari dan mengumpul ilmu pengetahuan tetapi tidak pernah mengamalkannya. Perbuatan ini tak ubah seperti seorang pencari kayu api yang sentiasa menambah timbunan kayunya sedangkan ia tidak mampu untuk mengangkatnya.
• Wahai anakku... Berhati-hatilah terhadap tutur tata dan bicaramu, peliharalah budi bahasamu dan sentiasalah bermanis muka niscaya kamu akan disenangi dan disukai oleh orang yang berada di sekelilingmu. Perumpamaannya seolah mereka telah mendapat barang yang amat berharga darimu.
• Wahai anakku ... Jika kamu mahu mencari sahabat sejati maka kamu ujilah ia terlebih dahulu dengan berpura-pura membuatkan ia marah terhadapmu. Sekiranya dalam kemarahan itu ia masih mahu menasihati, menyedarkan dan menginsafkan kamu, maka dialah sahabat yang dicari. Jika berlaku sebaliknya maka berwaspadalah kamu terhadapnya.
• Wahai anakku ! Bila kamu mempunyai teman yang karib maka jadikanlah dirimu sebagai seorang yang tidak mengharapkan sesuatu apapun darinya sebaliknya biarkanlah temanmu itu saja yang mengharapkan sesuatu darimu.
• Wahai anakku ! Jagalah dirimu selalu supaya tidak terlalu condong kepada dunia dan segala kesenangan dan kemewahannya kerana Allah tidak menciptakan kamu hanya untuk kehidupan di dunia sahaja. Ketahuilah tidak ada makhluk yang lebih hina selain dari mereka yang telah diperdayakan oleh dunia.
• Wahai anakku sayang...janganlah kamu ketawa jika tiada sesuatu yang menggelikan, janganlah kamu berjalan jika tiada arah tujuan, janganlah kamu bertanya tentang sesuatu yang tidak memberi apa-apa faedah pun kepadamu dan janganlah kamu mensia-siakan hartamu pada jalan maksiat.
• Wahai anakku sayang.. Siapa yang bersifat penyayang sudah tentu dia akan disayang, siapa yang bersifat pendiam sudah tentu dia akan selamat dari mengeluarkan perkataan yang sia-sia. Ketahuilah siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari mengeluarkan ucapan kotor, sudah tentu ia akan menyesal kelak.
• Wahai anakku ... Bergaul dan berkawanlah dengan orang-orang yang soleh dan berilmu. Bukalah pintu hatimu dan dengarlah segala nasihat dan tunjuk ajar darinya. Sesungguhnya nasihat dari mereka bagaikan mutiara hikmah yang bercahaya yang dapat menyuburkan hatimu seperti tanah kering lalu disirami air hujan.
• Wahai anakku... Carilah harta di dunia ini sekadar keperluanmu sahaja dan nafkahkanlah hartamu yang selebihnya pada jalan Allah sebagai bekalan di akhirat. Janganlah kamu membuat dunia ini kelak dirimu akan menjadi pengemis dan membebankan pula orang lain tetapi jangan pula kamu terlalu mengejar dunia sehingga terlupa bahawa kamu akan mati. Ketahuilah, apa yang kamu makan dan pakai itu semuanya dari tanah belaka.
• Anakku,kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya.
• Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya.
• Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan.
• Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu.
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.
♥♫•*•.¸♥¸♫•♥♫•*• Demikianlah Ananda Sayang... .¸♥¸♫•♥ •*•.¸♥¸♫•♥♫•*•.¸ semoga nasehat ini dapat Ananda lakukan sebagai pengabdian rasa syukurmu terhadap Rabb, •*•.¸♥¸♫•♥♫•*•.¸ Sang Pengasih •*•.¸♥¸♫•♥♫•*• dan Penyayang. •*•.¸♥¸♫•♥♫•*•.¸♥♫•*•.
Bagi siapa saja yang suka boleh tag disini silahkan tag sendiri ♥♫•*•.¸♥¸♫•♥♫•*•.
*♥*•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•. ♥♥~*♥**♥*~♥♥ .•*´¨`*•.*♥*.•*´¨`*•*♥*
(¯`v´¯) ♥♥♥•♥•♥
`·.¸.·´ ♥♥.........¸.·´
Semoga bermanfaat...
Oleh:Andhika Al-Banjari Mtp
♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫
Barakallaahu fiykum wa jazzakumullah khoir
قبل أن تكتب لي الحلال
(Sebelum Engkau Halal BagiKu)
https://www.facebook.com/pages/Sebelum-Engkau-Halal-BagiKu/138509376220354
Di Persilahkan Bagi yg Mau Tag,tag sendiri ataupun Share,
kolom tag cuma 50 kolom di batasi fihak fb,semoga mengerti adanya
♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫
Salam Cinta-NYA & Ukhuwah Fillah
(¯`v´¯) ♥♥♥•♥•♥
`·.¸.·´ ♥♥.........¸.·´... ¸.·´¨) ¸.·*¨)♥
ƸӜƷ.¸¸¸.••..ƸӜƷ..••.¸¸¸.ƸӜƷ
♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫
1. Mengungkapkan Cinta
Jangan takut mengatakan cinta, kadang kita merasa bahwa hal tersebut tidak penting dan gombal, kadang kita berdalih bahwa kata-kata cinta tidak penting untuk diucapkan secara verbal tapi cukup dibuktikan dengan perbuatan. Tetapi coba kita tengok bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Rasul "Ya Nabiyullah, sesungguhnya aku sangat mencintai si fulan" sambil menunjuk kepada seorang lelaki yang sedang lewat dihadapannya. "Apakah kamu pernah mengatakan perasaanmu kepadanya ?" Tanya Rasul. "Belum ya Rasul". Jawab shahabat. "Sekarang, katakanlah padanya". Jadi mengatakan cinta itu bukan hal yang tabu, tapi sunnah hukumnya. Dan mulai sekarang, katakanlah cinta pada istri tercinta.
"I love u, I love u, I love u "
2. Efek Sentuhan
Berjabat tangan ketika bertemu, memeluk atau mencium, adalah kiat-kiat penghangat cinta, jangan sampai satu haripun anda tidak menyentuhnya. Apakah hanya sekedar mencubit, menjewer mesra, dan sebagainya. Menurut ahli psikologi, efek sentuhan dapat memberi kenyamanan, kesenangan dan ketentraman dan menciptakan rasa kedekatan antar individu.
3. Memberi Bantuan
Memberi bantuan kepadanya diminta atau tidak, ketika ia sibuk di dapur, kita yang memandikan anak. Ketika ia sedang menyuapi anak, kita ngelap meja. Kamu bunga yang jadi tangkainya.....suit suiit!
4. Siap Dengan Dukungan
Memberi dukungan harus dilakukan, terutama jika istri kita mengalami tekanan psikologis. Tetapi memberi dukungan juga harus proporsional, jangan sampai berlebihan. Ini yang perlu diperhatikan. Dukungan moril sangat dibutuhkan di saat-saat tertentu. Misalnya istri sakit, jangan malah di takut-takutin "Mi' tetangga diseberang sana sakitnya juga sama kayak umi. Sekarang dia udah pulang ke Rahmatulloh lho."
5. Jangan Pelit Dengan Pujian
Kalau ada suami yang pelit pujian, bisa dipastikan ia juga pelit dengan hartanya, kalau pujian yang gratis aja pelit, gimana dengan harta yang dicari dengan susah payah? Suami yang pemurah adalah suami yang senang memuji. Memuji yang baik tidak dilakukan di depan khalayak ramai, tetapi di saat berdua, misalnya memuji kecantikannya, enak masakannya, dll.
6. Munculkan segala Kebaikan
"Jika cinta sudah melekat, tempe goreng terasa coklat" begitu pepatah mengatakan. Tanda cinta adalah kita senantiasa mengingat kebaikan-kebaikannya, jika ada permasalah yang membuat renggang hubungan. Segera ingat kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita.
7. Sisihkan waktu Untuk berdua
Kadang kesibukan membuat suami istri jarang punya waktu untuk mereka berdua, maka perlu disiasati supaya punya waktu untuk berbicara dari hati kehati, tanpa ada yang mengganggu. Just me and u.....cieee.
8. Membuat panggilan khusus
Panggil namanya dengan nama nama yang ia senangi misalnya "Mawar", "Darling", "Yayang", "My Love" jangan sebut nama panggilan yang ia tidak senangi "Ndut,.. sini ndut" (karena istrinya gendut) atau "Tuyul, sini yul" (karena namanya Yuli). hihihi ^_^
9. Mendengarkan
Menjadi pendengar yang baik perlu kiat tersendiri, kadang kala ada rasa emosi, saat pulang kerja, lelah dan suntuk. Istri menyambut dengan cerita-cerita horor dan teror. Yah sabar sedikit, usahakan tersenyum. Dengarkan sampai ia selesai bicara. Setelah ia selesai baru bilang "umi tadi certain apa sih ?" (gubraks).
10. Lazimkan Tiga kata ajaib :
- Tolong : jika meminta bantuan
- Terima kasih : jika selesai dibantu
- Maaf : jika membuat kesalahan
_____________________________
Silahkan klo mau tag atupun share
Salam Ukhuwah
(Arif Ashadi Rindu Ibu)
Kesempatan ini akan diberikan kepada Semua orang tanpa pengecualian.
Anda hanya perlu membaca dan mengerti.
I. LOWONGAN UNTUK POSISI (A)
a. Anggota Syurga Dari Awal.
b. Anggota Neraka Dari Awal.
c. Anggota Neraka temporer Kemudian ditransfer ke Syurga.
EMPAT KEUNTUNGAN LUMAYAN (untuk posisi a)
a. Nikmat kubur.
b. Perlindungan di Padang Mahsyar.
c. Keselamatan Meniti Sirath-al mustaqim.
d. Syurga yang kekal abadi.
* WAKTU WAWANCARA/INTERVIEW
Kapan saja secara adhoc mulai dari saat membaca iklan ini.
* LOKASI WAWANCARA/INTERVIEW
Dalam kubur (alam barzakh).
* SYARAT
- Tidak diperlukan ijazah
- Tidak diperlukan pangkat atau sertifikat
- Tidak perlu bawa harta (yang banyak)
- Tidak perlu berwajah cantik, ganteng, berbadan tegap atau seksi
- Hanya diperlukan bawa dokumen asli Iman dan Amal.
- Yang melakukan interview,
MUNKAR dan NAKIR.
* INI NIH BOCORAN PERTANYAAN INTERVIEW
(6 Soal)
1. Siapa Tuhanmu ?
2. Apa Agamamu ?
3. Siapa Nabimu?
4. Apa Kitabmu?
5. Dimana Kiblatmu ?
6. Siapa Saudaramu?
* CARA MELAMAR
Tak perlu kemana-mana dan bersusah payah, anda hanya menunggu jemputan yang berkaliber untuk menjemput anda. Ia akan menjemput anda kapan dan dimana saja (mungkin sebentar lagi), namanya IZRAIL.
* TIPS UNTUK BERHASIL DALAM WAWANCARA TERTUTUP INI
Hadist Hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad Hanbal, yang bermaksud.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam :
"Sesungguhnya! bila jenazah seseorang diletakkan didalam kubur, sesungguhnya jenazah itu mendengar suara sandal orang-
orang yang mengantarnya kekuburan pada saat mereka meninggalkan tempat itu"
Jika mayat itu seorang muslim, maka sholat yang dilakukannya ketika beliau masih hidup akan diletakkan dikepalanya, puasanya diletakkan disebelah kanannya,
zakatnya diletakkan disebelah kirinya dan amalan kebajikan sedekah, silaturrohim, masalah kebajikan dan ihsan diletakkan
diujung kedua kakinya. Ia akan didatangi malaikat dari bagian
kepala, Maka sholat itu berkata kepada malaikat :
dari bagianku tidak ada jalan masuk.
Kemudian malaikat berpindah kesebelah kanan,
Maka puasa berkata kepadanya : "dari bagianku tidak ada jalan masuk"
Kemudian malaikat berpindah ke sebelah kiri,
Maka zakat berkata kepadanya : "dari bagianku tidak ada jalan masuk"
Kemudian dia didatangi dari arah ujung kakinya dan berkatalah amal kebajikan :
"dibahagianku tidak ada jalan masuk"
Maka malaikat berkata kepadanya :
"Duduklah kamu !" Kepadanya (mayat) diperlihatkan matahari
yang sudah mulai terbenam, lalu malaikat bertanya kepada mayat itu: "Apakah pandangan kamu tentang seorang laki-laki
(Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam) yang kamu dahulu
sentiasa berbicara tentang dia, dan bagaimana kesaksian kamu kepadanya?"
Maka mayat itu berkata : "Tinggalkan aku sebentar, aku hendak sembahyang"
Malaikat berkata : "Sesungguhnya engkau akan mengerjakan sholat (boleh saja) tetapi jawab dahulu apa yang kami tanyakan ini.
Apakah pandangan kamu tentang seorang laki-laki (Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam) yang dahulu kamu selalu berbicara tentang dia dan bagaimana kesaksian kamu kepadanya?"
Maka berkata mayat itu : "Laki-laki itu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam dan aku bersaksi bahwa
nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam itu ialah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang membawa kebenaran dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala"
Maka malaikat berkata kepada mayat itu :
"Demikianlah kamu dihidupkan dan begitu juga kamu dimatikan dan dengan demikian juga kamu dibangkitkan semula diakhirat,
Insya Allah"
Kemudian dibukakan baginya satu pintu disyurga, maka dikatakan kepadanya itulah tempat kamu dan itulah janji Allah pada kamu dan kamu akan berada di dalamnya.
Maka bertambah gembiralah mayat itu. Kemudian dilapangkan kuburnya seluas 70 hasta dan disinari cahaya baginya.
Wah... Nampaknya pertahanan kita perlu kuat nich... dari semua penjuru (kepala, kanan, kiri dan ujung kaki).
II. LOWONGAN UNTUK POSISI (B)
Tidak diperlukan belajar, nggak usah berpikir, hiduplah sesuka anda.
Wallahu'alam..
III. LOWONGAN UNTUK POSISI (C)
Hanya diperlukan ibadah ala kadarnya (asal ucapin kalimat Tauhid), dan hidup sesuka
anda..
Wallahu'alam
http://www.dudung.net/artikel-islami/lowongan.html
Wallahu'alam bi shawwab..:)
.•* ´¨`*•.♥♥ # Ya Ukhti... Mengapa? # ♥♥ ... ♥♥.•*´¨`*•
peduli terhadap nasib umat-pent)
Tulisan ini tidak menyamaratakan semua muslimah. Saya sadar masih banyak muslimah shalihah di luar sana yang kedekatannya dengan Allah tak perlu diragukan lagi. Sebagai seorang muslim, saya pun menyadari bahwa diri ini masih jauh dari sempurna. Namun izinkanlah saya menulis ditujukan
kepada siapa pun yang berkepentingan dengan isi surat ini,
Ya Ukhti,
Mengapa kau katakan“Aku tak bisa memakai kerudung atau jilbab karena aku takut orang akan memandangiku karena gaya berpakaianku”?
Tetapi mengapa kau malah pergi keluar rumah setengah telanjang atau hanya memakai baju ketat, terlihat murahan, dan bahkan ada 1000 laki-laki yang memandangmu serta seluruh bagian tubuhmu yang harusnya kau tutup rapat? Bagaimana mungkin hal ini tidak
membuatmu risih?
Aisyah r.a. pernah berkata, “Hal yang paling tidak kusukai adalah apabila ada laki-laki yang memandangiku dan aku pun juga tidak suka memandang mereka.”
Cobalah renungkan! Apakah jauh lebih baik terlihat murah seperti seonggok daging berjalan sebagaimana dilakukan oleh
wanita-wanita non muslim? Ataukah jauh lebih baik terlihat berbeda, suci, shalihah, dan terhormat dengan memakai kerudung dan jilbab?
Aisyah r.a. pernah berkata, “Hal yang paling tidak kusukai adalah apabila ada laki-laki yang memandangiku dan aku pun juga
tidak suka memandang mereka.”
Ya ukhti…
Mengapa kau suka bergunjing tentang saudara-saudaramu sesama muslim selama berjam-jam tanpa lelah? Tapi mengapa
ketika waktunya mengkaji Islam, beribadah dan beramal shalih, tiba-tiba engkau terdiam, canggung, enggan dan malas?
Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam berkata,
“bergunjing itu seperti memakan daging saudara sendiri.”
Ya ukhti,
Mengapa di zaman Rasulullah dan para sahabat dulu, banyak perempuan cerdas dan shalehah yang mampu mendidik anak-
anaknya untuk mengenal Tuhannya, mencintai Nabinya serta menjadikan mereka generasi-generasi muslim yang tangguh?
Tetapi mengapa sekarang sulit sekali menemukan sosok perempuan sekualitas itu? Mengapa yang ada sekarang adalah sosok perempuan yang mengarahkan anak- anaknya ke jalan haram semisal pamer aurat, berdansa-dansi dengan non mahrom dan kemaksiatan lainnya?
Mengapa saat ini sulit sekali menemukan sesosok ibu yang bisa menanamkan keimanan pada anak-anaknya, taat beribadah dan menjadi generasi berkualitas?
Ya Allah….tolonglah kami…
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam pernah mengingatkan,
“Wanita itu dinikahi karena 4 hal yaitu kecantikan, kekayaan, keturunan dan agama. Pilihlah karena agamanya maka kamu akan beruntung.”
Allah pun berfirman, “Jika kamu tidak menyembah dan taat pada-Ku, maka Aku akan menggantinya dengan sekelompok orang yang mereka itu cinta dan taat pada-
Ku dan Aku pun mencintai mereka.”
(Ya ukhti, dekatilah para wanita yang masih belum paham Islam dan ajaklah mereka untuk memahami dien Islam ini karena dari merekalah nantinya akan lahir generasi- generasi penerus risalah dien yang mulia ini.
Anakmu akan berinteraksi dengan anak mereka, begitu pun sebaliknya, anak mereka akan berinteraksi dengan anak-anakmu. Dan buatlah interaksi yang terjadi itu berdasarkan Islam dan syariatnya)
Semoga ridho Allah selalu menyertaimu.
Diterjemahkan dengan bebas dari seorang
‘brother’ yang memakai nickname
FromStreetToDienIslam.
Sumber : voa-islam.com
بِسْــــــ...ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
♥✿♥ ¸.•'´*♥ ♥ ✿ ♥ ♥*`'•`'•.¸♥✿♥
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan
kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak“,(Q.S Ali¬-Imran : 14)
Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya.
Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan.
Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya,
maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala.
Yang perlu dipahami, bahwa cinta atau kecenderungan hati itu adalah hiasan yang Allah beri kepada manusia. Terkadang ia bisa muncul karena sesuatu yang asalnya haram seperti pandangan kepada bukan mahromnya,
berkhalwat, adanya tabarruj oleh si wanita, ikhtilat, atau lainnya. Maka yang terganjar adalah amalan-amalan haram ini. Jika ia segera bertaubat dengan benar maka Allah mengampuninya, sedangkan rasa yang masih membekas di hatinya itu disyariatkan agar ia tahan dan simpan, ia menjaga kehormatan dirinya dengan tidak mengarahkan hasrat hatinya kepada suatu amalan yang haram selanjutnya.
Misalnya melanjutkan dengan pembicaraan, penyampaian,
pandangan lanjutan, hingga amalan zina lainnya yang lebih jauh.
Pernyataan cinta kepada yang belum berhak untuk mendapatkannya, itu adalah salah satu bentuk mewujudkan apa yang ada di hatinya itu menjadi suatu amalan dhahir yang terganjar.
Oleh karena itulah dalam risalah tersebut dijelaskan:
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan
apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat.
Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapa pahala.
Subhanallah, sungguh mulia syariat ini menjaga hati-hati manusia agar senantiasa dapat mensucikan diri.
Apakah hal ini termasuk yang harus dijaga walau sudah dalam masa pinangan?
Na’am, sekalipun sudah dipinang dan sedang menunggu waktunya akad nikah, maka tetap mereka belum saling berhak satu sama lain. Belum ada suatu ikatan apapun yang menghalalkan antara keduanya. Maka wajib baginya untuk tetap menjaga dirinya dari suatu pelampiasan cinta dan kerinduan, baik dalam perkataan maupun perbuatannya.
Insya Allah demikian itulah yang lebih suci bagi hatinya dan lebih menjaga kehormatannya, serta lebih sesuai dengan ketentuan dalam syariat pernikahan. Jika dia tidak mengindahkan ini, maka apa bedanya dengan berpacaran?
Selanjutnya: Bolehkah dalam ta’aruf menyatakan kesungguhan
akan menikahi (datang melamar) tapi masih agak lama
(beberapa bulan – tahun) karena suatu alasan tertentu?
Beberapa waktu lalu kami diceritakan suatu keadaan, seorang akhwat yang ta’aruf dengan seorang ikhwan. Si ikhwan menyatakan kesungguhannya akan datang melamar untuk menikahi dalam waktu 1-2 tahun lagi insya Allah, belum tertentu waktunya, karena masih harus menyelesaikan mondoknya.
Setelah kami tanya-tanya,
ternyata yang seperti ini banyak terjadi, dan kelihatannya ikhwah di sini juga bingung dalam hal ini (mungkin sedang menghadapinya sendiri?).
Allahu a’lam, apa yang kami lihat dari keadaan di atas adalah tidak semestinya, kita bisa meninjaunya dari beberapa sisi diantaranya:
1. Dalam hal keadaan ikhwan tersebut, maka kita bisa katakan dia
sebenarnya belum siap untuk menikah, karena masih terhambat suatu urusan yang belum pasti selesainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan (ba-ah) maka hendaklah dia menikah karena sesungguhnya menikah lebih menjaga kemaluan dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan maka hendaknya dia berpuasa karena berpuasa merupakan tameng baginya (HR. Bukhari Muslim)”
Beliau menyerukan ini kepada para pemuda yang telah memiliki kemampuan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan seksual, nafkah, dan tanggung jawab lainnya dalam pernikahan. Tapi kemudian Rasulullah menjadikan puasa sebagai tameng bagi yang belum mampu. Belum mampu apa? Justru diserukan agar berpuasa, adalah untuk menahan kemampuan seksualnya yang telah ada, tapi ia belum mampu dalam hal-hal lainnya.
Maka kami menyarankan, hendaknya ikhwah memperhatikan kemampuan dirinya, bahwa ia benar-benar siap untuk menikah, baru kemudian dia mencari calon istrinya. Misalnya kesiapan nafkah, ini hal yang tidak bisa tidak, karena bagaimanapun ia yang akan menanggung kebutuhan diri dan istrinya kelak. Jenis dan besarnya kemampuan tentu saja kembali kepada keadaan yang mencukupi sesuai jamannya, sehingga setidaknya dapat tercukupi apa yang harus/pokok bagi sebuah keluarga.
Ini juga membutuhkan saling pengertian bagi kedua pihak, janganlah si wanita menuntut yang berlebihan karena takut hidup miskin atau karena si ikhwan tingkat ekonominya di bawah keluarganya. Demikian juga bagi ikhwan tidak perlu pesimis, terlalu khawatir dan menganggap berat sekali, karena Allah telah menjanjikan akan mencukupkan rezki bagi para pemuda yang menikah demi menjaga agamanya. Hal ini banyak terbukti oleh ikhwah yang telah menikah.
Yang lainnya, misalnya kesiapan agamanya, seperti ilmu-ilmu yang menyangkut kewajiban dirinya, dan lainnya. Lihatlah kemampuan dirimu. Memang, disana ada penjelasan beberapa hukum menikah itu sendiri tergantung keadaannya, hal di atas bisa berubah tergantung maslahat dan mafsadat suatu keadaan seseorang. Antum bisa mempelajari lebih lanjut sendiri ttg ini.
Jika memang seorang ikhwan telah benar-benar siap menikah, maka insya Allah tidak akan ada halangan baginya untuk menunda waktu nikahnya, apalagi dengan segera nikah itu maka ia telah memenuhi seruan Rasulullah. Jika dia memang benar-benar siap untuk menikah, maka waktu yang dibutuhkan biasanya hanya waktu yang cukup untuk menyiapkan acara akad & walimahnya. Jika walimahnya sederhana sekali, bahkan bisa saja besok hari setelah melamar maka mereka langsung melangsungkan akad dan walimah.
Jika dia memang benar-benar siap menikah, maka tidak perlu lagi misalnya menunggu dia mencari pekerjaan yang mencukupi, atau menyelesaikan sekolahnya, menyelesaikan tugas atau dinas pekerjaannya. Jika itu semua masih menghalanginya dari segera menikah, maka berarti dia belum mampu untuk segera menikah.
2. Dalam hal keadaan akhwat tersebut, maka kita bisa katakan bahwa dengan itu dia dapat terzholimi.
Hal ini bisa terjadi demikian, misal saja akhwat tersebut sudah siap untuk menikah, baik kesiapan dirinya maupun dorongan dari keluarganya. Lalu seorang ikhwan minta ta’aruf, menyatakan cocok lalu bilang akan datang lagi setelah suatu waktu nanti, karena masih ada suatu hambatan yang harus diselesaikannya dulu sebelum datang lagi untuk melamar.
Akhwat biasanya jika diberikan pernyataan begitu maka dianggapnya cukup,
ia menunggu kedatangan ikhwan tersebut walau agak lama dan belum tertentu waktunya. Sangat mungkin si akhwat ini terpaksa menunggu sampai waktu tersebut karena si ikhwan tadi telah menyatakan cocok. Kebanyakan hal ini terjadi karena tidak pahamnya ikhwan dan akhwat ini atas keadaan ini. Akhwat ini pun tidak menerima ikhwan lainnya yang mencoba mau datang juga, padahal yang datang ini jauh lebih siap untuk segera menikahinya. Kami melihat ini bisa menjadi bentuk kedzholiman kepada akhwat tersebut:
* Karena si akhwat harus menunggu dalam jangka waktu yang tidak tertentu.
* Karena si akhwat harus menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama.
* Keluarga akhwat ini pun akhirnya harus menunggu dalam ketidakjelasan,kecuali mungkin yang jelas hanya satu: bahwa si ikhwan telah menyatakan cocok dan mau datang melamar si akhwat setelah urusannya selesai.
* Karena akhwat itu merasa tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggu dan menunggu. Padahal sebenarnya mereka belum memiliki suatu ikatan apapun yang secara syar’i dapat menahan salah satunya atas yang lain. Jadi keadaan yang terjadi pada mereka ini tidak memiliki landasan syar’i sama sekali, mungkin kecuali karena alasan untuk menjaga perasaan satu sama lain.
* Padahal bisa saja si akhwat sangat menginginkan segera menikah, mungkin karena alasan usianya, karena niat pribadinya agar menjaga kehormatannya, atau karena dorongan dari keluarganya.
Jika saja ikhwah menyadari hal ini, maka seharusnya mereka menjaga dirinya dari menyebabkan keadaan akhwat menjadi demikian. Ini karena si ikhwan ini maju ta’aruf kepada seorang akhwat padahal dia sama sekali belum siap untuk segera melamar lalu menikahi, bahkan tidak bisa memberi keputusan suatu waktu yang tertentu, juga tidak bisa menentukan suatu rentang waktu tunggu yang wajar sebagai masa yang cukup untuk menyiapkan suatu acara akad dan walimah.
Yang sebenarnya, dia memang belum lengkap kesiapan atau
kemampuannya untuk segera menikah, namun dia ingin agar
dirinya atau diri si akhwat ada semacam keterikatan supaya tidak
beralih ke lain orang...Wallahu'alam Bishawab...
♥<~~✿•*¨`*•.♥✿♥✿•*Aamiin ya Robbal 'alamiin *•✿♥✿ ♥.•*¨`*•✿~~>♥
.♥✿✿•*¨`*•.♥✿♥✿ •* Renungan ♫♥✿♥♫♥ Qalbu *•✿♥✿•♥ .•*¨`*•✿✿♥.
Salam Uhibbukum Fiilah "
<~~~ ♥ ~ ✿ ~ ♥ ~~~>
Mempersiapkan Diri untuk melahirkan generasi Sholeh dan sholehah♥✿♥ ¸.•'´*♥ ♥ ✿ ♥ ♥*`'•`'•.¸♥✿♥
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan
kecenderungan wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak“,(Q.S Ali¬-Imran : 14)
Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya.
Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan.
Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya,
maka tidak ada dosa padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala.
Yang perlu dipahami, bahwa cinta atau kecenderungan hati itu adalah hiasan yang Allah beri kepada manusia. Terkadang ia bisa muncul karena sesuatu yang asalnya haram seperti pandangan kepada bukan mahromnya,
berkhalwat, adanya tabarruj oleh si wanita, ikhtilat, atau lainnya. Maka yang terganjar adalah amalan-amalan haram ini. Jika ia segera bertaubat dengan benar maka Allah mengampuninya, sedangkan rasa yang masih membekas di hatinya itu disyariatkan agar ia tahan dan simpan, ia menjaga kehormatan dirinya dengan tidak mengarahkan hasrat hatinya kepada suatu amalan yang haram selanjutnya.
Misalnya melanjutkan dengan pembicaraan, penyampaian,
pandangan lanjutan, hingga amalan zina lainnya yang lebih jauh.
Pernyataan cinta kepada yang belum berhak untuk mendapatkannya, itu adalah salah satu bentuk mewujudkan apa yang ada di hatinya itu menjadi suatu amalan dhahir yang terganjar.
Oleh karena itulah dalam risalah tersebut dijelaskan:
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan
apa yang dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan pahala syahid di akhirat.
Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapa pahala.
Subhanallah, sungguh mulia syariat ini menjaga hati-hati manusia agar senantiasa dapat mensucikan diri.
Apakah hal ini termasuk yang harus dijaga walau sudah dalam masa pinangan?
Na’am, sekalipun sudah dipinang dan sedang menunggu waktunya akad nikah, maka tetap mereka belum saling berhak satu sama lain. Belum ada suatu ikatan apapun yang menghalalkan antara keduanya. Maka wajib baginya untuk tetap menjaga dirinya dari suatu pelampiasan cinta dan kerinduan, baik dalam perkataan maupun perbuatannya.
Insya Allah demikian itulah yang lebih suci bagi hatinya dan lebih menjaga kehormatannya, serta lebih sesuai dengan ketentuan dalam syariat pernikahan. Jika dia tidak mengindahkan ini, maka apa bedanya dengan berpacaran?
Selanjutnya: Bolehkah dalam ta’aruf menyatakan kesungguhan
akan menikahi (datang melamar) tapi masih agak lama
(beberapa bulan – tahun) karena suatu alasan tertentu?
Beberapa waktu lalu kami diceritakan suatu keadaan, seorang akhwat yang ta’aruf dengan seorang ikhwan. Si ikhwan menyatakan kesungguhannya akan datang melamar untuk menikahi dalam waktu 1-2 tahun lagi insya Allah, belum tertentu waktunya, karena masih harus menyelesaikan mondoknya.
Setelah kami tanya-tanya,
ternyata yang seperti ini banyak terjadi, dan kelihatannya ikhwah di sini juga bingung dalam hal ini (mungkin sedang menghadapinya sendiri?).
Allahu a’lam, apa yang kami lihat dari keadaan di atas adalah tidak semestinya, kita bisa meninjaunya dari beberapa sisi diantaranya:
1. Dalam hal keadaan ikhwan tersebut, maka kita bisa katakan dia
sebenarnya belum siap untuk menikah, karena masih terhambat suatu urusan yang belum pasti selesainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan (ba-ah) maka hendaklah dia menikah karena sesungguhnya menikah lebih menjaga kemaluan dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan maka hendaknya dia berpuasa karena berpuasa merupakan tameng baginya (HR. Bukhari Muslim)”
Beliau menyerukan ini kepada para pemuda yang telah memiliki kemampuan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan seksual, nafkah, dan tanggung jawab lainnya dalam pernikahan. Tapi kemudian Rasulullah menjadikan puasa sebagai tameng bagi yang belum mampu. Belum mampu apa? Justru diserukan agar berpuasa, adalah untuk menahan kemampuan seksualnya yang telah ada, tapi ia belum mampu dalam hal-hal lainnya.
Maka kami menyarankan, hendaknya ikhwah memperhatikan kemampuan dirinya, bahwa ia benar-benar siap untuk menikah, baru kemudian dia mencari calon istrinya. Misalnya kesiapan nafkah, ini hal yang tidak bisa tidak, karena bagaimanapun ia yang akan menanggung kebutuhan diri dan istrinya kelak. Jenis dan besarnya kemampuan tentu saja kembali kepada keadaan yang mencukupi sesuai jamannya, sehingga setidaknya dapat tercukupi apa yang harus/pokok bagi sebuah keluarga.
Ini juga membutuhkan saling pengertian bagi kedua pihak, janganlah si wanita menuntut yang berlebihan karena takut hidup miskin atau karena si ikhwan tingkat ekonominya di bawah keluarganya. Demikian juga bagi ikhwan tidak perlu pesimis, terlalu khawatir dan menganggap berat sekali, karena Allah telah menjanjikan akan mencukupkan rezki bagi para pemuda yang menikah demi menjaga agamanya. Hal ini banyak terbukti oleh ikhwah yang telah menikah.
Yang lainnya, misalnya kesiapan agamanya, seperti ilmu-ilmu yang menyangkut kewajiban dirinya, dan lainnya. Lihatlah kemampuan dirimu. Memang, disana ada penjelasan beberapa hukum menikah itu sendiri tergantung keadaannya, hal di atas bisa berubah tergantung maslahat dan mafsadat suatu keadaan seseorang. Antum bisa mempelajari lebih lanjut sendiri ttg ini.
Jika memang seorang ikhwan telah benar-benar siap menikah, maka insya Allah tidak akan ada halangan baginya untuk menunda waktu nikahnya, apalagi dengan segera nikah itu maka ia telah memenuhi seruan Rasulullah. Jika dia memang benar-benar siap untuk menikah, maka waktu yang dibutuhkan biasanya hanya waktu yang cukup untuk menyiapkan acara akad & walimahnya. Jika walimahnya sederhana sekali, bahkan bisa saja besok hari setelah melamar maka mereka langsung melangsungkan akad dan walimah.
Jika dia memang benar-benar siap menikah, maka tidak perlu lagi misalnya menunggu dia mencari pekerjaan yang mencukupi, atau menyelesaikan sekolahnya, menyelesaikan tugas atau dinas pekerjaannya. Jika itu semua masih menghalanginya dari segera menikah, maka berarti dia belum mampu untuk segera menikah.
2. Dalam hal keadaan akhwat tersebut, maka kita bisa katakan bahwa dengan itu dia dapat terzholimi.
Hal ini bisa terjadi demikian, misal saja akhwat tersebut sudah siap untuk menikah, baik kesiapan dirinya maupun dorongan dari keluarganya. Lalu seorang ikhwan minta ta’aruf, menyatakan cocok lalu bilang akan datang lagi setelah suatu waktu nanti, karena masih ada suatu hambatan yang harus diselesaikannya dulu sebelum datang lagi untuk melamar.
Akhwat biasanya jika diberikan pernyataan begitu maka dianggapnya cukup,
ia menunggu kedatangan ikhwan tersebut walau agak lama dan belum tertentu waktunya. Sangat mungkin si akhwat ini terpaksa menunggu sampai waktu tersebut karena si ikhwan tadi telah menyatakan cocok. Kebanyakan hal ini terjadi karena tidak pahamnya ikhwan dan akhwat ini atas keadaan ini. Akhwat ini pun tidak menerima ikhwan lainnya yang mencoba mau datang juga, padahal yang datang ini jauh lebih siap untuk segera menikahinya. Kami melihat ini bisa menjadi bentuk kedzholiman kepada akhwat tersebut:
* Karena si akhwat harus menunggu dalam jangka waktu yang tidak tertentu.
* Karena si akhwat harus menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama.
* Keluarga akhwat ini pun akhirnya harus menunggu dalam ketidakjelasan,kecuali mungkin yang jelas hanya satu: bahwa si ikhwan telah menyatakan cocok dan mau datang melamar si akhwat setelah urusannya selesai.
* Karena akhwat itu merasa tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggu dan menunggu. Padahal sebenarnya mereka belum memiliki suatu ikatan apapun yang secara syar’i dapat menahan salah satunya atas yang lain. Jadi keadaan yang terjadi pada mereka ini tidak memiliki landasan syar’i sama sekali, mungkin kecuali karena alasan untuk menjaga perasaan satu sama lain.
* Padahal bisa saja si akhwat sangat menginginkan segera menikah, mungkin karena alasan usianya, karena niat pribadinya agar menjaga kehormatannya, atau karena dorongan dari keluarganya.
Jika saja ikhwah menyadari hal ini, maka seharusnya mereka menjaga dirinya dari menyebabkan keadaan akhwat menjadi demikian. Ini karena si ikhwan ini maju ta’aruf kepada seorang akhwat padahal dia sama sekali belum siap untuk segera melamar lalu menikahi, bahkan tidak bisa memberi keputusan suatu waktu yang tertentu, juga tidak bisa menentukan suatu rentang waktu tunggu yang wajar sebagai masa yang cukup untuk menyiapkan suatu acara akad dan walimah.
Yang sebenarnya, dia memang belum lengkap kesiapan atau
kemampuannya untuk segera menikah, namun dia ingin agar
dirinya atau diri si akhwat ada semacam keterikatan supaya tidak
beralih ke lain orang...Wallahu'alam Bishawab...
♥<~~✿•*¨`*•.♥✿♥✿•*Aamiin ya Robbal 'alamiin *•✿♥✿ ♥.•*¨`*•✿~~>♥
.♥✿✿•*¨`*•.♥✿♥✿ •* Renungan ♫♥✿♥♫♥ Qalbu *•✿♥✿•♥ .•*¨`*•✿✿♥.
Salam Uhibbukum Fiilah "
<~~~ ♥ ~ ✿ ~ ♥ ~~~>
Segala Puji bagi Allah Rabb semesta alam,
Sholawat dan salam pada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam,
Wahai Saudariku, Yang semoga dirahmati Allah,
bila anda ingin memiliki anak shalih/shalihah, berbudi luhur dan bertakwa serta bermanfaat untuk dirinya, agama dan umatnya, maka
hendaknya anda menidik anak tersebut degnan pendidikan Islam yang benar.
Sebab pendidikan yang benar yaitu dimulai dari sebelum anak lahir, bahkan sebelum menikah.
Sebaiknya, anda mengikuti Manhaj dan ajaran pendidikan mulia sesuai uswah kita Rasulullah shalallahu 'Alaihi wasallam, para sahabatnya, tabi'in, dan generasi sholeh setelah mereka..Manhaj yg lurus Salafushalih.
Melahirkan generasi shalih di mulai dari kedua orang tua yang juga shalih dan shalihah.
Yang mempunyai kesadaran untuk memiliki generasi yang baik lahir maupun bathin. Mempunyai kesadaran bahwa anak-anak adalah Amanah dari Allah Ta'ala, yang harus di jaga dengan baik.
Wahai saudariku, Persiapkanlah diri anda untuk menjadi seorang Ibu yang shalihah.
sebagai Madrasah bagi anak-anakmu kelak,
"Ibu adalah madrasah, bila engkau persiapkan dengan baik maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik dan kuat"
"Ibu laksana yaman, bila e ngkau pelihara tanamannya dengan siraman yang cukup maka akan tumbuh dengan subur dan rindang"
Wanita adalah setengah dari bagian masyarakat, dan ia melahirkan separuh dari generasi manusia, serta ialah pondasi tegaknya keluarga.
Bila anda ingin memiliki anak-anak yang shalih dan shalihah, maka persiapkanlah diri anda menjadi wanita tangguh, kuat lahir bathin, tegar, mandiri, sabar, dan bertakwa.
Rajinlah melatih diri (Riyadhoh) untuk ke arah sebagai wanita yang shalihah.
"Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah"
(HR.Muslim,no1467,2668)
"Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah daripada istri yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia mentaatinya, bila ia memandangnya membuat hati senang, bila ia bersumpah, maka ia menolong manunaikannya dan bila ia pergi maka ia dengan tulus menjaga diri dan harta suaminya" (HR. Ibnu Majah,1857.)
Setelah seorang laki2 bertakwa kepada Allah, maka ia memilih seorang istri yang shalihah.
Istri yang shalihah yaitu bila suaminya menyuruhnya (mendidiknya, mengarahkannya, menasihatinya, maka ia (istri shalihah) akan menta'atinya. Bila suami memandangnya, maka ia (istri shalihah) membuat senang hati suami, dengn perangai wajah yang berseri, rajin, sabar, qona'ah, menerima keadaan suami suka maupun duka, lapang dada/hati, jarang mengeluh, juga tidak membuat suami merasa berat karnanya. Bila suami bersumpah/mempunyai niat baik, maka istri shalihah turut mendukung, mamotivasi, membantunya sehingga niat baiknya dapat terlaksana (bi iznillah/disertai karna izin Allah).
Bila suami tidak ada di rumah, dalam rangka mencari ma'isyah, sekolah (menuntut ilmu syar'i), maka istri shalihah akan membuat tenang hati suami,yaitu menjaga dirinya, kehormatan dirinya atas nama suaminya, sehingga tidak membuat cemar nama baik suaminya, dengan pandainya menjaga harta suami, berupa anak-anaknya, di ayomi, di bimbing, di perhatikan, di didik dengan baik, dan berupa harta, di belanjakan dengan hemat, cermat dan porfosional. menjaga dan merawat harta suaminya dengan baik, sebagai amanat yang di bebankannya.
Saudariku, jadilah engkau wanita terbaik yang dipilih oleh seorang laki-laki, yang akan membawamu menuju kehidupan baru.
Penuh dengan rintangan, ujian, dan saling bekerjasama menopang kehidupan berumah tangga.
Tidaklah kalian berkecil hati, dengan keadaan kalian yang mungkin, baru belajar dalam dienul Islam yang menyeluruh, dalam lingkungan keluarga yang mungkin masih belum menjalankan Islam dengan baik, Dalam keluarga yang sudah tidak harmonis lagi (Broken home), Dalam masalah yang membuatmu terjerat ingin keluar dari lingkungan seperti itu.
Tetaplah menjadi diriu sendiri. Yang terus berusaha memperbaiki diri, menambah wawasan keilmuan , baik Dien maupun Pengetahuan.
Perkayakanlah dirimu, untuk membekali diri sebagai seorang Istri Shalihah, dan sebagai Ibu bagi anak-anakmu kelak.\Karna kalian dipilih bukan hanya kecantikan yang dimilikinya, bukan pula harta dari kedua orang tuamu, bukan pula karna keturunanmu berdarah biru, maupun ningrat ..
Namun dupilih karna Adanya dirimu sendiri.
"Wanita dinikah karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama, jika tidak, ENGKAU AKAN BINASA"
(Muttafaq 'alaih: Al Bukhari, 5090,Muslim,1466)
Wanita dinikahi karena memiliki agamanya, yaitu seorang yang bertakwa pada allah azza wajalla. Bertawakkal padaNYA. Ada rasa takut padaNYA. Mengerti hakikat Ke Maha an Allah Ta'ala.
Sehingga ia akan menjalankan kehidupan ini karna Allah Ta'ala. Bukan karna atribut dunia semata. seperti yang di nukilkan dalam Rukun Iman.
Beriman kepada Allah, kepada Para malaikat, Kepada kita-kitab samawi, kepada Para rasul, kepada hari akhir, kepada Takdir baik maupun Buruk.
Setelah Islam, Bersyahadat, Mengerjakan sholat yang lima waktu, menunaikan zakat, Mengerjakan shaum di bulan ramadhan, lalu menunaikan Ibadah haji.
Itulah POKOK utama dari seorang yang sholeh dan sholehah.
Jika telah yakin dan menjalankan itu, maka ketentuan2 yang lainnya akan dengan Ta'at untuk menjalankan dengan hati ikhlas.
Saudariku , Yang semoga di rahmati Allah,
Persiapkanlah diri kalian, dengan katakwaan, dan Tawakkal. Rajin Ibadah dan Memohon pada Allah. Untuk di karuniakan seorang pendamping yang Sholeh.
Sebaik-baik pilihan dari Allah. Jika hatimu sudah kuat merasa nyaman dengan pilihanmu, maka perkutanlah dengan memohon pada Allah, untuk di dekatkan, di mudahkan dan di lancarkan. Lalu di Berkahi dalam rumah tangganya nanti.
"Jika ada seorang laki-laki datang kepadamu yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dan jika tidak kamu lakukan, maka akan terjadi Fitnah dan Kerusakan"
(At-Tirmidzi,2/274/1091)
Jika datang seorang pemuda/laki-laki kepadamu (wanita) dan engkau melihatnya ia baik dalam Diennya, akhlaknya, sesuai dengan agama dan sikapnya, maka terimalah ia.
Walaupun ia dari keluarga sederhana, berma'isyah pas2an, berpenampilan dan wajahnya kurang tampan, dll. Jika itu membuat hatimu Ridha, menerimanya, maka nikahlah dengannya.
Jika sudah yang datang baik agamanya, aklhaknya, kelakuannya baik, amanah, jujur, tanggung jawab, perangainya baik. Maka mau memilih yang bagaimanakah lagi.
Ketiga perkara yang lainnya akan mengikutinya...
Jika wanita menolaknya, maka tidak ada alasan kenapa menolak,
Krna kurang kaya?, kurang Ganteng?kurang banyak hasil ma'isyahnya?
Nah jika pertimbangan itu, kalian menolaknya, maka akan terjadi Fitnah (ujian bagi kalian wanita di kemudian hari) dan kerusakan, yaitu,
Jika memilih karna faktor ke tiga tadi, bukan agama dan akhlaknya, maka dalam rumah tangganya akan menemuai berbagai macam masalah (kerusakan).
____۩________۩
____۩۩______۩۩
____۩۩۩|___(¯`v´¯)
____۩۩۩۩_(¯`(♥ّۣۜ♥)´¯)
____۩۩۩۩۩¯(_.^._)¯
____۩۩۩۩۩__۩۩
____۩۩۩۩۩__۩۩(¯`v´¯)
____۩۩۩۩۩/_۩(¯`(♥ّۣۜ♥)´¯)
____ ۩۩۩۩۩_۩۩(_.^._)¯
_۩___۩۩۩۩_ ۩۩__۩
_۩۩__ ۩۩۩__۩۩__۩
__۩۩__۩۩۩_۩۩__۩
____۩۩_۩۩_۩۩_ ۩۩
__ (¯`v´¯)۩ ۩۩_۩۩
_(¯`(♥ّۣۜ♥)´¯)۩۩_ ۩۩
__ (_.^._)_۩۩_۩۩۩__۩
__۩۩۩۩۩_۩۩_۩۩۩__۩۩
_۩۩۩۩۩۩_۩۩(¯`v´¯)۩۩
_۩(¯`v´¯)۩(¯`(♥ّۣۜ♥)´¯)۩
_(¯`(♥ّۣۜ♥)´¯)_(_.^._)_۩
__(_.^._)___۩۩۩__'۩۩
____۩۩____۩۩۩__۩۩
_____۩___۩۩۩__۩۩
______۩_۩۩۩__۩۩ penulis : hakim